Senin pagi, hari yang selalu berat untuk hampir semua orang karena merasa belum puas istirahat.
Zia pagi-pagi sekali sudah berangkat ke rumah majikannya untuk mengantar susu karena ia berencana akan berangkat ke konveksi lebih awal dari hari biasanya.
Bukan, bukan untuk kejar target lagi, tapi karena ia berencana mendatangi satu tempat bersama Zion.
Yah, apalagi jika bukan rumah Tuan Ardi Subrata.
Zia mendapatkannya tadi malam setelah bertanya pada Mbah Google andalannya.
"Sepertinya kita harus pergi ke rumah Kakek Zi."
Kata Zion sepulang mereka makan nasi goreng tadi malam.
"Gila apa? yang benar saja, yang ada aku dikira mau minta sumbangan kalau ke rumah orang setajir dia."
Kata Zia.
Zion menggeleng.
"Kamu cukup mengawasi saja dari luar, kalau-kalau ada hal yang mencurigakan. Biar aku yang masuk ke dalam rumah."
Zia sejenak terdiam, mencoba mempertimbangkan.
"Memangnya di mana rumah Kakekmu?"
Tanya Zia.
Zion menggeleng.
"Ya ampun."
Zia menepuk dahinya.
"Ngajak main tapi ngga tau alamat tujuan, situ ngigo bang."
Zia menepuk bahu Zion yang jauh diatasnya, lalu melengang masuk ke dalam rumah.
"Ah, hp, kamu bisa nyari alamatnya di hp kan? Internet Zi."
Zion mendapatkan ide.
Zia duduk selonjor di karpet, dilepaskannya tas selempangnya, lalu jaketnya.
"Cari rumah Pak Ardi Subrata."
Kata Zion sedikit terkesan memerintah.
Meskipun Zia mendengus kesal, tapi tetap saja akhirnya Zia mengambil hp'nya dan mulai pencarian.
Jelas saja, begitu mengetik nama Ardi Subrata, semua informasi tentangnya langsung muncul ke permukaan.
"Kemang, tiap hari aku kan lewat."
Kata Zia.
Zion diam, mencoba mengingat saat ia ikut Zia ke tempat kerja.
"Kamu ngga ingat apa-apa saat lewat jalan itu?"
Tanya Zia.
Zion menggeleng pelan. Raut wajahnya begitu menyedihkan.
"Sudahlah besok kita pastikan saja."
Putus Zia akhirnya.
Dan begitulah akhirnya Zia dan Zion bersepakat mampir ke rumah Kakek Zion lebih dulu.
Sekitar pukul delapan pagi, ketika Zia menghentikan motor jadulnya di sekitar perumahan elite daerah Kemang.
"Aku jelas ngga bisa masuk, terlalu mencolok motor butut masuk kawasan elite."
Kata Zia.
Zion akhirnya turun, lalu melayang melalui pos jaga.
Rumah ke lima dari depan sebelah kiri, begitu kata Zia. Hantu tampan itupun melayang mengikuti petunjuk arah.
Sementara itu, Zia mengawasi suasana sekitar perumahan. Kalau-kalau ada yang mencurigakan, atau hantu baik yang bisa diajak bekerja sama...
hihihi...
Zia memasang kedua matanya dengan tajam, sampai kemudian sebuah mobil hitam mendekati pos jaga. Dari tempat Zia parkir, bisa terlihat sosok laki-laki di balik kemudi yang tampak membuka kaca mobil dan menyapa petugas jaga.
Tunggu...
Zia sejenak seperti pernah melihatnya.
Ah yah benar, dia laki-laki yang ia tabrak di warung tenda nasi goreng Pak Tegal.
Zion sendiri terlihat berdiri di depan rumah yang dimaksud Zia saat kemudian mobil hitam yang dikendarai laki-laki bertato ular itu memasuki pelataran rumah Kakek Zion.
Laki-laki itu turun dari mobil, lalu melengang masuk.
"Siapa dia?"
Zion mengernyitkan kening.
Zion mengikuti laki-laki itu masuk.
Dan...
Ya Tuhan, apa ini?
Zion terperangah tak percaya...
Sesosok pemuda persis dirinya duduk di sebuah sofa dengan kaki naik di atas meja. Tangannya yang kanan memegang gelas berisi anggur.
Zion menelan ludahnya.
Zion rasa, ia tak akan melakukannya saat dulu masih hidup.
**-------**
"Gobl*k !!"
Pemuda berwajah persis Zion itu membanting gelas anggurnya.
Laki-laki bertatto yang berdiri di hadapannya tampak menunduk.Seorang pelayan di rumah itu, yang semula akan ke ruang depan untuk membersihkan rumah terpaksa kembali ke ruang belakang. Tampak sekali ia begitu ketakutan.
"Kenapa belum juga ketemu hah?! Cari yang becus !!"
Suara pemuda itu keras seolah akan meruntuhkan bangunan rumah.
"Kami sudah berusaha mencari Zion ke seluruh penjuru Jakarta Tuan, tapi dia benar-benar tidak bisa kami temukan."
Pemuda berwajah persis Zion itu mendesis, matanya tajam menatap laki-laki bertato itu.
"Ini semua karena kecerobohan kalian, kenapa tidak langsung saja kalian habisi dan buang mayatnya jauh-jauh. Bila perlu kalian mutilasi, cincang sampai tidak berbentuk."
Marah pemuda itu.
"Kami yakin seseorang menyelamatkannya, kami sedang mencari siapa yang kira-kira melakukannya."
Laki-laki bertato itu diam sejenak, lalu...
"Bisa jadi dia salah satu orang yang ada di perusahaan, atau orang dalam rumah pengasingan Pak Ardi."
"Omong kosong!!"
Pemuda persisi Zion itu kemudian berdiri.
"Siapa yang berani-beraninya bermain denganku."
Gumamnya.
"Kami akan coba sisir daerah sekitar Jakarta. Kami akan mulai dari Bekasi, lalu Bogor, Tangerang dan seterusnya."
"Baiklah, cepat temukan dan bunuh dia. Jangan biarkan ia menempati posisi ini lagi. Semua sudah saatnya jadi milikku."
Kata pemuda persis Zion itu.
Mendengarnya, Zion tak tahan lagi, hantu itu mengepalkan tinjunya, ia melayang ke arah pemuda itu, mencoba meninju wajahnya, tapi...
Zion terperangah...
Apa ini?
Tangan Zion seolah seperti udara yang lewat saja.
Zion mencoba lagi, mencoba lagi, mencoba lagi, tapi nihil...
Zion menatap nanar kepalan tangannya.
Kenapa? kenapa?
Zion ingin menjerit.
Kesal dan marah membuat dadanya begitu sesak sekarang.
Apa yang terjadi sebenarnya, jadi dia belum mati, lalu kenapa dia jadi hantu, jika belum mati maka di mana tubuhnya, siapa yang membawa tubuh Zion?
Zion mencengkram rambut kepalanya.
Ia ingin mengingat...
Ia ingin ingatannya kembali. Setidaknya ingatan hari itu, hari di mana ia terakhir hidup sebagai manusia. Ia ingin tahu siapa yang membawanya dari orang-orang itu?
Dan...
Zion melayang ke sana ke mari...
Apa yang tadi mereka bilang, Kakek di pengasingan...
Kenapa?
Di mana?
Ya Tuhan, apa sebetulnya yang terjadi. Dari mana munculnya bajingan itu? Siapa dia? Kenapa wajahnya begitu mirip dengan Zion?
Zion memukul-mukul dirinya sendiri.
Mencoba melampiaskan amarah yang tak tau lagi bagaimana ia harus mengungkapkannya.
"Bagaimana?"
Tanya Zia begitu Zion muncul di hadapannya.
Zion begitu lusuh, dan entah kenapa tiba-tiba Zion memeluk Zia.
"Tubuhku di suatu tempat, aku belum mati Zi, aku belum mati."
Lirih Zion.
Zia yang tiba-tiba dipeluk Zion jadi bingung, mau marah tapi melihat Zion begitu menyedihkan ia jadi tidak tega. Membalas memeluk, jelas Zia tidak bisa, ia terlalu canggung melakukannya.
Lagipula, seharusnya pelukan pertamanya dengan seorang pria manusia, bukan malah hantu.
Zia menatap langit yang cerah. Matahari bersinar hangat menerpa wajahnya yang menengadah.
"Sudahlah Zion, semua akan baik-baik saja, aku akan selalu di sisimu."
Kata Zia akhirnya.
Kata yang entah kenapa meluncur begitu saja. Yang terangkai secara otomatis seperti sudah di program sebelumnya.
Zia menghela nafas.
**-------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 362 Episodes
Comments
Ray
Semakin Ok dan Seru. Serta bikin penasaran dan selalu ingin baca👍😘
Semangat up dan sehat selalu ya Thor🙏👍
2022-09-16
0
Yuni Verro
semoga ketemu dengan tubuhmu zion
2022-05-19
0
mom emir
ceritanya bagus thor
2022-04-10
1