Rangga memperkenalkan dirinya padaku.
"Hai.. Rangga.."ujarnya dengan sangat sopan
"Ayudia.."jawabku menyambut uluran tangan nya.
Dia tersenyum sangat ramah padaku.
Aku tersipu malu membalas senyumannya yang begitu manis.
"Sudah cukup perkenalan kalian..!! Nanti Rangga akan mengajarkan padamu cara mengurusku. Pelajari dengan cermat.. Jangan sampai salah. Karna Aku tidak akan segan menghukum mu..!" Ucap Tuan Muda membuyarkan kami.
Aku mengangguk.
"Keluarlah.. !!" usirnya padaku.
Aku kembali mengangguk dan berlalu dari hadapan mereka berdua.
"Bik.. Mas Rangga itu sudah punya istri ya?" tanya ku pada Bik Marni yang sedang memasak menu makan malam.
"Belum.. Masih bujang Non.." jawab Bik Marni.
"Emang kenapa Non? Non suka ya??" ujar nya balik bertanya dengan mata seolah mengolokku.
"Tidak... Ayu cuma penasaran saja.." jawabku malu-malu.
"Setau Bibik, Mas Rangga itu anak yatim.. Dia tinggal hanya berdua bersama Ibu nya mengontrak rumah yang tidak terlalu jauh dari sini. Kalau tidak salah tiga lorong dari rumah ini. Dia dulu adalah perawat dirumah sakit umum, tapi sejak Ibu nya sakit struk dia berhenti bekerja untuk merawat Ibu nya. Nah, di kontrakan nya itu Dia berjualan barang harian sambil merawat Ibu nya. Dan ketika ada lowongan pekerjaan untuk merawat Tuan Muda, Dia daftar dan lulus. Jadi sejak saat itu Dia bekerja disini merawat Tuan Muda, hanya saja terkadang Dia izin pulang kerumah nya untuk melihat kondisi Ibu nya dirumah." cerita Bik Marni padaku.
Aku dengan serius menyimak cerita nya.
"Jadi sampai sekarang Ibu nya Mas Rangga masih sakit Bik?" tanyaku penasaran.
"Terakhir yang Bibik dengar Ibu nya sudah lebih baik, hanya saja sebagian badan nya masih belum berfungai dengan baik" jawab Bik Marni pula.
"Hebat ya Mas Rangga itu Bik.. Anak yang sangat berbakti.." ucapku lagi mengagumi Mas Rangga melalui cerita Bik Marni.
"Iya Non.. Mas Rangga memang anak yang baik.." jawab Bik Marni menimpali omonganku.
Aku kemudian membantu Bik Marni memasak.
" Ayudia.. Tolong keruangan kerja saya sekarang..!" kembali terdengar suara speakerphone memanggil namaku.
"Baik Tante.." jawabku cepat dan kemudian berdiri melangkah keluar dari dapur menuju ruang kerja Tante Rossy.
"Tok..tok..tok.." dengan pelan kuketuk ruang merja tante Rossy.
"Masuklah..!" perintahnya.
Aku berjalan pelan masuk kedalam ruangan yang luas nya kurang lebih seperti rumahku di kampung, bahkan mungkin lebih luas. Nuansa merah bata yang mewarnai dinding ruangan seakan menyiratkan betapa dingin dan keras nya ruangan ini. Terdapat rak besar dan lebar yang di penuhi buku serta dokumen-dokumen yang sebagian nya berserakan di sudut lemari.
Aku berdiri tepat di depan Tante Rossy yang masih serius mengerjakan pekerjaan nya di atas meja kerja dengan raut wajah sedikit berkerut.
Kuamati wajah nya dengan seksama. Seperti tampak ada beban yang begitu berat sedang dipikulnya.
"Tentu saja.. Dia kan hanya sendiri mengurus perusahaan nya sejak suaminya meninggal dan Tuan Muda Panji sakit." bisikku dalam hati.
"Apa Kamu sudah bertemu dengan Rangga?" tanya nya membuyarkan lamunanku.
"Sudah tadi sewaktu di kamar Tuan Muda.." Jawabku tergagap.
"Saya ingin kamu belajar tentang Panji melalui Rangga.. Dan Saya ingin Kamu berusaha membujuknya agar mau kembali melakukan terapi untuk kesembuhan nya.. " ujarnya dengan tegas.
Aku cuma bisa mengangguk menjawabnya.
"Dan satu lagi, Saya tidak suka kamu memanggil saya dengan panggilan Tante.. Walaupun kita masih ada hubungan keluarga, tapi kamu disini untuk bekerja sebagai pembantu dan perawat anak saya.. Jadi saya mau kamu seperti yang lainnya memanggil saya dengan panggilan Nyonya.. !!" kata nya lagi dengan sinis.
Aku kembali mengangguk.
"Baik... Nyoya.." jawabku pelan.
Hatiku terasa sakit sekali mendengar ucapan nya.
Begitu iya tidak menganggapku sebagai keluarga.
Dia hanya menganggapku sebagai pembantu yang bekerja dirumahnya tanpa gaji untuk melunasi utang-utang Ibuku.
Dengan kuat Aku menahan bendungan mataku yang mulai menetes.
Aku tidak ingin menangis di depan nya.
"Dan ingat, selain merawat Panji.. Kamu juga bertugas membantu pekerjaan Bik Marni. Setiap pagi saya ingin kamu membersihkan semua ruangan. mengepel, menyapu, dan membersihakan segala perabot dirumah ini agar tidak berdebu. Dan semua harus selesai sebelum jam 8 pagi, karena jam 8 pagi adalah waktu nya kamu merawat Panji dan membawa nya ke taman untuk berjemur." Lagi iya berkata padaku.
Aku kembali mengangguk.
"Kalau kamu sudah mengerti, keluarlah.." ujarnya kemudian mengusirku.
Dan tanpa basa basi, Aku membalikkan tubuhku untuk keluar ruangan.
Air matakupun tidak terbendungkan lagi.
Tepat setwlah Aku menutup pintu ruangan, Aku menangis.
Lama Aku berdiri terpaku di lorong panjang yang terasa begitu asing untukku.
Rumah yang bak istana sunyi ini benar-benar seperti penjara untukku.
Aku terperangkap disini.
Betapa Aku merindukan Ibuku di kampung.
Merindukan suasana kampung yang begitu asri dengan orang-orang yang ramah.
"Bagaimana mungkin Aku mampu bertahan disini..?" bisiku dalam hati.
Aku kembali menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments