Becca mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia telah terbangun dari tidurnya. Gadis itu menggeliat sejenak, kemudian mengecapkan lidahnya beberapa kali. Namun ketika dirinya menoleh ke arah pintu, Becca langsung dibuat kaget oleh seorang pria yang sedang berdiri memandanginya.
"Si-si-siapa kau?!" tanya Becca yang tergagap karena saking terkejutnya.
"Jack." Lelaki dengan sorot mata tajam tersebut menjawab singkat.
"Jack?" dahi Becca berkerut. Dia mencoba menelusuri otaknya untuk mencari nama Jack yang pernah dikenalnya. Nihil, lelaki di hadapannya sekarang tidak ada dalam riwayat daftar nama yang tercatat dalam otaknya.
"Kau?" tanya Jack, yang lagi-lagi hanya mengucapkan satu kata.
"Be-becca..." sahut Becca meragu.
"Hmmh! sepertinya kau kelelahan membantu Charlie," tebak Jack sembari mengambil alat penyapu yang diletakkan begitu saja oleh Becca di lantai.
"Iya. Kau..."
"Penyewa rumah ini," Jack sengaja memotong kalimat Becca.
"Oh begitu." Becca mengusap tengkuknya tanpa alasan.
"Ya sudah, lebih baik kau pulang saja. Aku akan membereskan semuanya sendiri," ujar Jack ramah. "Ngomong-ngomong apa perlu ku-antar? rumahmu tidak jauh kan?" tambahnya.
"Rumahku ada di sebelah," jawab Becca enggan.
"Benarkah? ah! maaf jika aku bersikap terlalu dingin di awal tadi. Aku tidak menyangka kau adalah tetanggaku!" Jack tiba-tiba mengulurkan tangan.
"Yah, itu wajar saja! kan aku tadi tertidur di tempat yang jelas-jelas bukan rumahku, ahaha!" Becca menyambut tangan Jack. Dia lagi-lagi berbicara dengan nada enggan.
"Santai saja nona..." Jack menatap penuh tanya.
"Green!" Becca yang mengerti segera menjawab.
"Green? kau putri dari David Green?" terka Jack.
"Kau mengenalnya?" Becca bertanya dengan nada datar. Sebab dirinya selalu merasa malas membicarakan perihal ayahnya.
"Tentu saja, dia yang mengarahkanku untuk mendapatkan rumah sewaan sebagus ini." Jack menjelaskan.
"Oh." Becca merespon dengan tak acuh.
"Ya sudah aku lebih baik pulang sekarang," ungkap Becca seraya berderap menuju pintu.
"Baiklah, senang berkenalan denganmu Becca!" ucap Jack sambil tersenyum simpul. Namun Becca hanya membalas dengan senyuman tipisnya.
Becca sekarang keluar dari rumah Jack. Dia sekarang benar-benar berniat ingin beristirahat di kamarnya.
Bruk!
Becca menghempaskan dirinya ke atas kasur. "Akhirnya... surgaku..." gumam Becca yang merasa sangat nyaman dengan pulau kapuk kesayangannya.
Sore berganti malam, David baru saja pulang ke rumah. Dia membawakan sekotak pizza berukuran besar untuk makan malam.
"Guys! aku bawakan pizza, cepat turun! dan ayo kita makan malam bersama!" pekik David sembari menatap ke arah tangga. Berharap suaranya bisa menembus indera pendengaran kedua anaknya.
Tak! tak! tak!
Jonas sang pemuja pizza langsung keluar dari kamar dengan kecepatan penuh. Sedangkan Becca memang sengaja berdiam diri di kamar, karena tak mau berdebat lagi dengan sang ayah.
"Becca mana?" tanya David kepada Jonas.
"Entahlah! sepertinya dia masih marah kepadamu," jawab Jonas seraya menggigit sepotong pizza.
David terlihat khawatir dan hanya terpaku pada pizza yang ada di hadapannya.
"Ayah! kenapa kau bengong? bukankah harusnya kau menemui Becca?" Jonas mengernyitkan kening.
"Haruskah?" David malah berbalik tanya.
"Aku nggak tahu! itu urusanmu dan Becca. Tetapi aku mengusulkan, kau lebih baik bicara kepadanya. Dan jangan langsung memarahinya!" terang Jonas santai.
Dengan helaan nafas panjang, David pun akhirnya bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan menaiki anak tangga. Dia sekarang berada di depan pintu kamar Becca.
Ceklek!
David membuka pintu dengan pelan dan berucap, "Becca? ayo kita makan malam."
"Apa pedulimu? bukankah aku hanya pembuat onar dan pencoreng nama baikmu?" sinis Becca tanpa menatap lawan bicara.
"Maafkan aku perihal tadi siang. Aku hanya sedih dengan berakhirnya pendidikanmu." David berterus terang.
"Kau memang sangat pintar menciptakan alasan David! bahkan ketika ibu meninggal kau masih saja berkilah!" Becca sekarang berdiri dan menatap ayahnya.
"Bisakah kau berhenti membahas perihal kematian Ibumu!!!" David kembali tak kuasa menahan diri. Tanpa sengaja ia kembali membentak Becca. Hal itu sontak membuat Becca tersentak kaget. Bahkan Jonas yang sedang berada di lantai bawah pun dapat mendengar suara teriakan David.
"Pergilah sekarang! dan nikmati saja pizzamu bersama Jonas!" Becca memaksa David keluar dari kamar.
"Becca, aku tidak bermaksud--"
"Keluar!" tegas Becca yang telah berhasil mengeluarkan sang ayah dari kamarnya. Dia pun lekas-lekas menutup pintu kamar dan menguncinya.
...-----...
[Flashback On]
Tiga tahun yang lalu. Tepatnya ketika Sarah Green ibunya Becca mengalami kecelakaan di sebuah persimpangan jalan. Kala itu mobilnya tengah terbalik, dan Sarah sedang terjebak di dalamnya. Tubuhnya tak bisa bergerak sama sekali. Dirinya hanya bisa mengharapkan bantuan polisi terdekat, yang tidak lain adalah suaminya sendiri.
"Honey! bisakah kau menolongku? aku sekarang terjebak!" Sarah memberitahu suaminya melalui panggilan telepon. Tubuhnya bergetar sambil menangis ketakutan.
"Apa maksudmu Sarah?! kau dimana? sudahkah kau melakukan panggilan darurat?" tanya David khawatir dari seberang telepon.
"A-aku..." Sarah mendadak terdiam.
"Sarah?! Sarah?!" David memanggil berkali-kali. Tetapi ia hanya mampu mendengar suara berisik yang tidak beraturan. Tanpa ba bi bu, David segera bergegas masuk ke dalam mobilnya. Padahal kala itu dirinya tengah mengurus kasus kerusuhan. Omelan atasannya dia abaikan begitu saja. David meluncur sendirian demi menyelamatkan sang istri. Namun saat telah tiba, David menemukan istrinya sudah terkapar lemah di atas tanah. Dia pun segera membawa Sarah ke rumah sakit.
Becca yang saat itu masih SMA bergegas mendatangi rumah sakit untuk melihat keadaan Sarah. Tetapi dia malah menerima kabar yang menyebabkan hatinya sakit. Sekarang ibunya telah pergi untuk selamanya. Cairan bening lolos begitu saja dari kedua matanya.
Kaki Becca terasa lemah, dia mendudukkan dirinya ke lantai dan meratapi kesedihannya.
"Aku sangat menyayangkan dengan keadaan pasien yang bernama Sarah Green. Jika dia ditolong lebih cepat, pasti akan selamat!"
"Sudahlah Ed, kau memang selalu begitu jika tak berhasil menyelamatkan pasien."
Percakapan yang terjadi di antara seorang dokter dan perawat berhasil menarik perhatian Becca. Apalagi ketika telinganya mendengar nama sang ibu disebutkan. Alhasil Becca terpengaruh dengan pembicaraan kedua orang dari pihak medis tersebut.
'Andai David tidak terlambat, Ibu sekarang pasti masih hidup!' batin Becca sembari berusaha berdiri. Dia lantas segera menemui David. Kebetulan ayahnya berada tidak jauh dari posisinya.
"Aku ingin bicara!" desak Becca. David terlihat sedang berbicara kepada dua rekannya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya David sambil memegangi pundak Becca lembut. Namun dia langsung mendapat penolakan.
"Kenapa kau sangat terlambat mendatanginya?!" timpal Becca.
"Apa maksudmu?"
"Kau datang terlambat menyelamatkan Ibu!"
"Aku kebetulan mengurus kerusuhan yang sedang terjadi!" David memberikan alasan.
"Jadi itu lebih penting dari pada keadaan istrimu!"
"Becca! jangan bicara seenaknya! aku sudah berusaha secepat mungkin untuk menyelamatkan Sarah!"
"Bulshit!" respon Becca dengan keadaan mata yang berembun. Perlahan cairan bening pun memenuhi area pipinya. Hal yang sama sebenarnya dirasakan oleh David. Dia sebenarnya juga menyalahkan dirinya sendiri.
Mungkin saat itu Becca hanya menjadikan David sebagai kambing hitam. Dia sangat terpukul atas kepergian ibunya. Bagi Becca, satu-satunya orang yang mengerti dan peduli terhadapnya hanyalah Sarah. Dia sekarang tidak tahu harus bagaimana menjalani kehidupan tanpa kasih sayang sang ibu.
David hanyalah seorang ayah yang selalu mempedulikan pekerjaan dan reputasinya. Itulah alasan utama kenapa Becca semakin membencinya. Ia tak pernah mendapat kasih sayang yang seharusnya dari seorang ayah. Dengan kematian Sarah, hubungan di antara Becca dan David menjadi bertambah renggang.
[Flashback Off]
...-----...
Ponsel Becca tiba-tiba berdering. Dia segera memeriksa panggilan yang ternyata dari Tara. Tanpa pikir panjang, dia pun langsung mengangkatnya.
"Hai Tara!" sapa Becca.
"Wow! the crazy girl is back!" balas Tara dari seberang telepon dengan nada genitnya.
"Yeaay..." respon Becca malas.
"Kau kenapa terdengar tidak bersemangat gitu?"
"Aku habis bertengkar dengan David. Lagi!" Becca menekankan nada pada kata akhirnya.
"Bukankah sudah kubilang dari dulu, bahwa kau dan David hanya sama-sama tak mau mengalah. Jika terus begitu, sampai menjadi fosil pun kau akan terus bertengkar dengannya!" ujar Tara yang mencoba menasehati.
"Oke, jadi kapan kau ke sini?" Becca sengaja mengalihkan topik pembicaraan.
"Sebentar lagi. Aku hanya tinggal menunggu Ben!"
"Aku akan menunggu!" ucap Becca, lalu segera mengakhiri panggilan lebih dahulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
rina agustina
kayak cerita Vamvier Saga ya
2021-07-13
0