To love something invisible, maybe I should become a snake.
Seorang gadis bertubuh mungil, menepikan sepedanya di halaman Club lalu masuk ke dalam untuk menyelesaikan pekerjaannya sebagai Waitress. Sejak Jasmin memperkenalkannya pada salah satu Manager Club, Quinsha di terima bekerja tanpa hambatan.
Suara hingar bingar musik mengentak-entak membuat telinga bising. Waktu sudah lewat tengah malam, tetapi Fable night nama sebuah kelab malam tempat Quinsha bekerja, masih dipenuhi lautan manusia yang sedang menikmati duniawi.
Aroma nikotin juga alkohol terasa menyengat dari berbagai sudut ruangan. Manusia terkurung dalam mimpi dan halusinasi menelan tanpa jeda hingga kelelahan dan membentengi diri dengan topeng kemunafikan hanya untuk bertahan hidup. Atau sekedar berpura pura bahagia karena rasa sakit yang dideranya. Berbagi wajah yang sama dengan pertemuan singkat. Tertawa riang berdansa mengikuti irama menyimpulkan luka masing masing.
Quinsha menarik nafas panjang, berdiri didepan meja panjang, kaki nya sudah merasakan pegal dan lelah di sekujur tubuhnya.
Dia harus fokus bekerja sebagai Waitress dan mengabaikan segala hal yang terlihat di depan mata. Mengabaikan pria yang usil karena terlalu mabuk sekedar untuk menyapa.
"Quin..." sapa seorang wanita yang mengenakan gaun berwarna biru tua duduk di kursi depan meja bartender.
Quinsha menoleh ke arah wanita itu dan tersenyum. "Ibu.." sahut Quinsha pelan menatap Jasmin yang tengah duduk didepan meja panjang langsung memesan sebuah cocktail rasa ceri.
"Quin...kau lihat Alex datang ke sini?"
Quinsha menggelengkan kepalanya. "Malam ini aku tidak melihatnya, ada apa?" tanya Quinsha lalu duduk di sebelah Jasmin.
Jasmin menyecap cocktail lalu meletakkannya di atas meja. "Tidak apa apa, hanya saja seharian ini aku tidak melihatnya." Jasmin menoleh ke belakang mengedarkan pandangannya pada orang orang di lantai dansa berharap Alex ada di sana. Lalu ia beralih menatap Quinsha.
"Aku pulang duluan, ingat kau harus bisa jaga diri."
Quinsha menganggukkan kepalanya ia mengerutkan dahi memperhatikan kening Jasmin yang lebam tapi warnanya sudah sedikit pudar. Namun Quinsha tidak berani bertanya, ia memilih diam.
Jasmin berdiri lalu membayar minuman yang sudah ia pesan. "Pulang sekarang?" tanya Quinsha mengambil uang ditangan Jasmin
"Aku mau cari Alex." Ia menatap Quinsha sekilas. lalu wanita itu berjalan meninggalkan Club dengan tergesa gesa. Quinsha menatap punggung Jasmin hingga menghilang dari penglihatannya.
Ia menghela nafas panjang. Melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Suara dentaman musik sudah tidak terdengar lagi, semua pekerja sibuk membersihkan meja dan sampah yang berserakan dilantai. Sebagian sudah pulang lebih dulu, sebagian bersih bersih area tempat duduk. Quinsha melap lap meja dan merapikan botol botol bir yang berserakan di atas meja.
Setelah semua selesai, ia bergegas menuju ruang loker, mengganti seragamnya lalu dimasukkan ke dalam tas. Karena kelab akan segera tutup, dan semua karyawan siap untuk pulang.
Quinsha berjalan keluar club menuju tepi jalan raya, tiba tiba hujan turun. Ia menoleh kebelakang lalu menepi di halte yang tak jauh dari club. Memperhatikan satu persatu temannya pulang dengan kendaraannya masing masing.
Ada rasa iri menjalar dihatinya, namun ia cepat menepisnya. Saat manusia terlalu berambisi. Mereka akan menemukan segala hal menjadi benar dan dipenuhi rasa sakit. Tapi kota tidak hanya menyangkut ambisi, bagaimana mereka berjalan gontai, mengumpat ketidak berdayaan yang akhirnya menjadi sebuah kebiasaan.
Quinsha mengalihkan perhatiannya menatap langit, menghela nafas panjang, menguatkan hati dan berpura pura, bahwa semua akan baik baik saja.
Hanya ada kesepian, kehampaan tiada akhir, amarah yang terpendam seakan meledak didalam dada, dia tertunduk tersenyum miris menatap jari jari kaki yang hanya mengenakan sandal, kemudia dia menatap sekitar jalan, yang terlihat masih sepi pengguna kendaraan roda dua dan empat. Angin berhembus kencang bersama datangnya petir. Quinsha berjengkit kaget dan memeluk erat tasnya.
Detik, menit berlalu, namun hujan tak kunjung reda
Quinsha sudah mulai merasakan udara dingin menusuk tulang, ia menunduk menatap jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 4:05 pagi. Akhirnya Ia memutuskan untuk pulang, ia berdiri melangkahkan kakinya menerobos hujan dan berlari kecil menyebrang jalan.
"Aaahhhhkkkk...!
Quinsha berteriak kencang. Kilatan lampu mobil menyilaukan mata, Kedatangan tak terduga dengan kecepatan tinggi membuat ia kelu untuk kembali menepi ia memejamkan matanya menutup wajahnya erat.
Mobil itu berubah arah dengan membanting stir ke kiri hingga menabrak pembatas jalan.
"Brakkkk!!
Suara benturan terdengar begitu keras, dari dalam mobil keluar seorang pria asing langsung mendekati Quinsha yang masih memejamkan mata.
Pria itu terpaku menatap wajah Quinsha, yang mulai sadar dan berdiri menatap aneh pria asing didepannya.
"Kau tidak apa apa?" ucap pria itu bernada lembut.
" Maaf" ucap Quisha pelan.
"Apa ada yang terluka?" Pria itu memperhatikan Quinsha dari atas sampai bawah kaki. "Apa perlu ke rumah sakit?" Pria itu memegang tangan Quinsha.
Quinsha menggeleng, menatap pria didepannya, yang berwajah tampan dan bersuara lembut bak di negeri dongeng. Quinsha tersenyum sendiri, membuat pria itu mengernyitkan dahi.
"Maaf, apa kau baik baik saja?" pria itu mengibaskan satu tangan lainnya diwajah Quinsha.
"Iya Pak, maafkan saya,' Quinsha menundukkan kepala sesaat dan menjauhkan tangannya dari pria itu.
" Ayo saya antarkan pulang, pakaianmu basah" ucap pria itu.
Quinsha memperhatikan pakaiannya yang basah, tanpa fikir panjang lagi, dia mengangguk. "Boleh."
Lalu pria itu berjalan membukakan pintu mobil untuknya dan memasangkan sabuk pengaman, setelah itu dia masuk dari pintu mobil lainnya. Pria itu menoleh ke arah Quinsha yang sedang mengusap bekas air hujan diwajahnya, lalu dia mengambilkan Quinsha beberapa lembar tisu, dan di berikan padanya.
"Terima kasih." Sesaat Quinsha menatap pria itu, lalu menyeka wajahnya yang basah bekas air hujan. Pria itu mengangguk lalu menjalankan mobilnya.
" Namamu siapa?" Pria itu melirik Quinsha sesaat.
"Quinsha" jawabnya lalu menoleh. " Dan kau sendiri?"
Pria itu tersenyum melirik sesaat "Arkana Devin" jawabnya singkat lalu kembali fokus ke jalan. Quinsha kembali diam memperhatikan jalan, ia teringat dengan pria yang bernama Bramantio Anderson, pria yang pertama ia kenal dan sekarang ia berkenalan dengan pria yang berbeda. Kebetulan? bisa saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Anonymous
seru
...
2021-10-19
1
Saturn Admirer 🪐
dari Eps 1 ke Eps 3 bahasanya rada beda. apa ditulis oleh orang yang beda? tapi other than that, storynya bagus 👍
2021-08-20
0
rena Satya
kangsimay
2021-08-16
0