Pesta Kehancuran

Botol-botol minuman, wanita serta musik yang menghentak keras, menjadi serangkaian pesta Juan bersama para teman-temannya. Pria itu berada di atas angin karena telah menjadi pemimpin klan Hutomo.

Juan tertawa senang dengan mendentingkan gelas berisi minuman yang memabukkan. "Aku sangat bahagia. Aku, adalah pria berkuasa saat ini."

"Bagus, Kawan. Kami bangga punya teman sepertimu," sahut seorang pria yang berniat menjadi seorang penjilat.

"Silakan kalian minum sepuasnya. Aku semua yang akan membayarnya," kata Juan.

Semua teman-teman Juan bersorak gembira mendengar hal itu. Tanpa ragu mereka memesan minuman mahal serta para wanita untuk menghibur.

Ketika seseorang berada di atas, ia seakan terlupa dari mana asalnya sampai derajatnya naik. Juan merasa ia sudah berada di strata paling tertinggi saat ini. Namun, ia lupa jika pohon bisa tumbang karena angin.

...****************...

"Kerjaanmu hanya mabuk-mabukkan saja. Kalau sampai papamu tahu bagaimana? Kamu jangan sampai membuat Hutomo menjadi tidak senang padamu," tutur Jeni dengan kesalnya.

"Bukannya papa sudah tahu, aku suka berpesta? Lagian ... aku hanya minum sedikit," bantah Juan.

"Sedikit dari mana!?" protes Jeni.

"Sudahlah, Ma. Bicaranya jangan keras-keras. Nanti papa bangun," ucap Juan sembari berjalan terhuyung-huyung masuk ke kamarnya.

Jeni menyuruh pelayan rumah untuk menjemput Juan di salah satu club malam, yang sering putranya singgahi. Ia takut ... semakin Juan berkuasa, anak itu akan semakin bersenang-senang. Terbukti, dugaannya memang benar. Sudah mendapat kekayaan instant, Juan semakin menghambur-hamburkan uang.

"Putramu semakin bersenang-senang rupanya," celetuk Hutomo yang berhasil membuat Jeni kaget.

"Sayang ... kamu belum tidur?" Jeni gugup, ia merasa tidak enak terhadap Hutomo.

"Dengar Jeni, jika klan Hutomo hancur, maka aku tidak akan memaafkan kalian berdua," desis Hutomo.

Jeni terdiam, tetapi hatinya sangat dongkol akan perkataan Hutomo. Memang itu tujuan Jeni. Menghancurkan klan dan mendirikan klan miliknya sendiri.

"Maafkan Juan, Sayang. Dia hanya bersenang-senang karena telah menjadi pemimpin klan," ucap Jeni.

Hutomo mendengus, dan kembali merebahkan diri di tempat tidur. Jeni ikut menyusul dengan tidur di sisi sebelahnya.

...****************...

Jas mahal melekat sempurna di tubuh yang mulai terisi dengan otot-otot kekar. Rambut disisir rapi ke belakang. Sebelah wajah tampan, dipasang topeng berwarna putih.

"Bagaimana penampilanku?" tanya Hito pada sang asisten.

"Sempurna," jawab James. "Topeng itu memberi kesan misterius."

Hito mengangguk-anggukkan kepalanya. "Benar juga."

James melirik jam di pergelangan tangan. Waktu menunjukkan pukul tujuh malam, dan artinya pesta akan segera di mulai.

"Kita berangkat sekarang, Tuan?" ucap James.

"Ayo, kita berangkat sekarang!"

Keduanya keluar dari flat apartemen menuju lantai dasar, di mana mobil mewah milik Hito terparkir.

...****************...

Para tamu undangan serta kerabat sudah berdatangan di rumah Hutomo. Semuanya berkumpul di aula pesta yang memang tersedia di rumah itu.

Semua tamu tampak berbincang-bincang satu sama lain. Juan, Jeni dan Hutomo menyapa para kerabat yang datang.

"Apa Hito tidak datang?" tanya Hutomo pada Cody.

"Mungkin sebentar lagi, Tuan," jawab Cody.

Hutomo mengangguk. "Baiklah ... kita tunggu saja."

Mobil sampai di halaman kediaman Hutomo. Hito keluar dari dalam mobil dengan kembali merapikan jas yang ia kenakan. Sebelum masuk, Hito mengembuskan napas panjang; sebab malam ini akan menjadi malam perdebatan untuknya.

"Ayo kita masuk!" ajak Hito pada James.

Keduanya masuk ke dalam rumah menuju aula pesta. Kedatangan Hito rupanya sudah ditunggu-tunggu oleh para kerabat. Semua mata memandang sinis ke arah pria yang mengunakan topeng di wajahnya.

"Selamat datang, Kakak," ucap Juan dengan memberikan pelukan pada Hito.

"Selamat datang, Sayang," ucap Jeni.

"Nak," tegur Hutomo.

Hito melepas pelukan Juan, dan beralih memeluk Hutomo. Juan serta Jeni mulai saling memberi kode untuk mempermalukan anak tirinya.

"Kakak, apa kamu merasa nyaman memakai topeng itu?" tanya Juan.

"Wajahmu kenapa, Hito?" tanya kerabat lain.

"Kenapa kamu memakai topeng?" tanya yang lain.

Beberapa pertanyaan memberondong Hito, tetapi pria yang diberi pertanyaan enggan untuk menjawab; karena akan ada orang-orang yang menjawab pertanyaan itu.

"Tenang semua. Hito tidak bisa menjawab kalau kalian tidak memberi kesempatan padanya," ucap Jeni.

"Biar aku beritahu," sahut Juan. "Hito mengalami kecelakaan, dan wajahnya cacat."

Semua mata membulat mendengar hal itu. Mereka menutup mulut saking terkejut akan apa yang telah dialami Hito.

"Kami ikut prihatin, Hito. Wajah tampanmu sekarang menjadi cacat," ucap seorang pria.

"Apa kalian hanya akan membahas wajahku yang cacat ini?" tanya Hito.

"Baguslah, setidaknya pemimpin klan tidak akan dipandang Hina," ucap seorang wanita bertubuh gemuk.

"Apa maksudmu?" tanya Hito.

"Klan kita tidak akan dipandang sebelah mata karena Juan yang menjadi pemimpin. Andai kamu yang menjadi pemimpin, maka klan kita akan dicemooh karena memilih pria cacat seperti dirimu," tukasnya.

"Bertha! Jaga bicaramu!" bentak Hutomo pada kerabat jauhnya.

"Lalu ... kamu memilih Juan yang hobinya hanya foya-foya? Aku mengerti kenapa kalian semua memilihnya." Hito menatap sinis semuanya. "Kalian hanya ingin menghabiskan harta dari klan Hutomo saja, kan? Kalian semua tidak tahu diri. Kerja keras kakek serta papaku yang membuat klan menjadi besar, dan kalian semua dapat hidup mewah."

"Jangan menuduh kami sembarangan," cetus yang lain.

"Benar! Kamulah yang telah mengelapkan uang perusahaan."

Hito bertepuk tangan. "Kalian menuduhku tanpa bukti. Sebenarnya kalian yang telah mengeruk segala uang perusahaan."

"Kamu iri, Hito?" tanya Juan dengan nada mengejek.

Hito tertawa terbahak-bahak. "Klan Hutomo tidak ada apa-apanya di depanku. Malam ini juga ... kalian akan tamat."

Juan tergelak. "Malam ini? Memangnya kami percaya?"

Para tamu undangan serta kerabat tertawa mendengar celotehan Hito. Menghancurkan klan Hutomo pada satu malam sangatlah mustahil.

"James," panggil Hito.

"Siap, Tuan," jawab James sembari meraih telepon, lalu mendekatkannya ke telinga. Pria itu samar-samar bicara dan hanya sebuah anggukkan kepala yang dapat para tamu undangan lihat. "Dalam lima belas menit, semuanya akan berada di tangan kita."

Hito tersenyum. "Bagus."

"Jadi ... apa yang harus kami lakukan?" tanya Juan.

"Menikmati khayalan Hito saja," ucap yang lain dan berhasil membuat para tamu tergelak.

Lima belas menit berlalu. Musik yang mengalun dimatikan oleh James. Deringan telepon terdengar dari beberapa tamu serta Juan. Memang tamu yang hadir, ada dari beberapa perusahaan yang bekerja sama.

Beberapa orang yang menerima telepon serempak tampak bingung. Telepon mereka berdering secara bersamaan.

"Angkat teleponnya," ucap Hito.

Juan serta lainnya mengangkat telepon tersebut. Mata mereka membulat mendengar suara dari telepon.

"Apa yang kamu katakan, hah?! Saham perusahaan anjlok ke level paling bawah?" kata Juan.

"Tuan ... transaksi gelap kita juga sudah mulai tercium." ~ penelepon.

Hito tertawa terbahak-bahak. "Rasakan kalian! Selamat datang dalam kesengsaraan."

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Imam Sutoto

Imam Sutoto

mantap gan lanjutkan

2024-03-07

2

🌸 Airyein 🌸

🌸 Airyein 🌸

Udah Gendut belagu lagi. Tuh kan gw jadi body shamming etdah 🙄

2024-03-02

0

🌸 Airyein 🌸

🌸 Airyein 🌸

Pertanyaannya cuma satu. MAMPU NGGA BOS?

2024-03-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!