Kunjungan

"Bagaimana kabarnya?" tanya Hito.

"Semua beres, Tuan. Perusahaan nona Velia mengalami kebangkrutan dan juga terlilit pajak," jelas James.

Hito tertawa. "Bagus. Mereka pantas mendapatkannya. Kita akan lihat bagaimana mereka akan hidup dalam kemiskinan. Sudah pasti Velia akan datang untuk meminta bantuan." Hito memandang James. "Beritahu semua bawahan, jika mereka menemukan Velia, maka usir saja."

James mengangguk. "Baik, Tuan."

Hito melambaikan tangan agar James pergi meninggalkan dirinya. Asisten setianya itu menunduk hormat sembari keluar dari ruang kerja.

Saat ini Hito berada di kantornya sendiri. Perusahaan kecil yang ia kelola waktu masih menjabat sebagai CEO di perusahaan ayahnya sendiri. Kantor itu memang tidak terlalu diperdulikan Hito. Hasil dari kantornya itu, ia belikan saham yang sekarang malah membuatnya menjadi sangat kaya raya.

Hito memandang cincin nikah yang dulu sempat ia berikan kepada Velia. Masih teringat saat Velia mencampakkan cincin itu pada malam pertama.

Malam pertama yang membuat Hito kedinginan tidur di lantai marmer yang dingin. Sedangkan Velia tidur dengan nyaman dalam selimut.

"Velia ... kali ini giliranmu yang merasakan kedinginan. Aku sudah memberimu kesempatan dan kamu malah menyia-yiakannya. Maka, hadapilah kesengsaraanmu kali ini," ucap Hito dengan melempar cincin ke dalam tong sampah.

...****************...

Semburat oranye berpendar ke seluruh permukaan bumi. Cerahnya menyambut hari baru bagi sosok pria yang masih lelap di dalam balutan selimut.

Kedua mata itu mengerjap, takkala sinar oranye menembus dari balik sela-sela gorden. Hito bangkit sembari meregangkan otot-otot tangannya. Selama tiga tahun terakhir, baru ini ia merasakan mentari menyambut bangunnya.

Sebelumnya, Hito selalu terbangun sebelum mentari bangun dari peraduannya. Mengerjakan tugas rumah laiknya pelayan, tetapi kali ini, dirinya yang akan dilayani oleh para pelayan.

"James ... kamu sudah datang rupanya," sapa Hito saat pria itu sudah keluar kamar dengan setelan rapi.

James dapat masuk ke apartemen Hito; karena ia tahu nomor sandi dan juga sebagai seorang asisten pribadi, pria itu harus bangun lebih dulu dari atasannya.

"Selamat pagi, Tuan. Sarapan?" tawar James.

Hito mengeleng. "Kita sarapan di rumah papaku. Kita berikan kejutan pada mereka."

James mengangguk. "Apa kita langsung berangkat saja?"

"Kita berangkat sekarang juga," ujar Hito.

Keduanya keluar dari apartemen lalu masuk ke dalam lift. Kotak besi bergerak menuju lantai dasar. Dentingan berbunyi, pintu terbuka dan keduanya keluar.

"Silakan, Tuan," ucap James.

Hito masuk ke dalam mobil dengan duduk di kursi belakang. James menyusul masuk dengan duduk di depan kemudian mengemudikan mobil sport berwarna hitam.

Selang beberapa menit, mobil masuk ke perkarangan rumah bak istana setelah satpam penjaga membuka gerbang. Rumah berdesain eropa dengan warna coklat tua. Pilar-pilar tinggi besar, tanaman langka dengan air mancur di tengah-tengah halaman sudah menunjukkan bahwa rumah tersebut sangat mewah.

James membuka pintu mobil, mempersilakan tuannya untuk keluar. Setelah tiga tahun diusir dari rumah sendiri, kini Hito kembali dengan kuasa serta kekayaan yang melebihi ayahnya sendiri.

"Selamat datang, Tuan," sapa pelayan yang merawat bunga-bunga di pinggir rumah.

"Katakan pada mereka, aku datang berkunjung," perintah Hito.

"Baik, Tuan," sahut pelayan wanita dengan bergegas masuk ke dalam rumah.

Hito memandang ke sekeliling. Sama sekali tidak ada yang berubah selama tiga tahun ia tinggalkan. Bunga-bunga hasil tanaman mendiang ibunya, tumbuh dengan subur.

"Tidak ada yang berubah," celetuk Hito.

"Selama Tuan pergi, tuan Hutomo tidak mengubah apa pun. Ia melarang perubahan dalam rumah. Semuanya sama seperti yang diatur oleh mendiang ibu Anda," tutur James.

Hito berdecih. "Apa maksudnya? Jika papaku mencintai mama, dia pasti tidak akan menikah lagi."

...****************...

"Tuan Hutomo, Nyonya Jeni ... tuan Hito datang," ucap pelayan.

"Hito sudah pulang?" tanya Hutomo kembali.

"Benar, Tuan," jawab pelayan.

"Suruh dia kemari. Kebetulan kita lagi sarapan. Sudah bertahun-tahun aku tidak sarapan dengan putraku sendiri," ucap Hutomo.

"Baik, Tuan." Pelayan lekas berlalu dari ruang makan.

Jeni memandang Juan anak kandungnya bersama suami terdahulu. Wanita itu menyiratkan sebuah kecaman mendengar Hito kembali.

"Masih berani dia kembali," celetuk Juan.

"Memangnya kenapa? Ini rumahku," sahut Hito dari arah belakang.

Ketiga orang yang duduk di kursi makan, menoleh. Hutomo bangkit dari kursi dan langsung berhambur memeluk putranya.

"Ke mana saja kamu selama ini, Nak?" tanya Hutomo.

"Nanti saja kita bicara. Aku perlu sarapan," ucap Hito.

"Ayo, Nak. Kita sarapan bersama," ajak Hutomo yang sangat senang putranya kembali meski ia sudah mengetahui keberadaan Hito dari kaki tangannya yaitu Cody.

Hito duduk di samping Hutomo berhadapan dengan Jeni serta Juan yang telah berpindah tempat duduk di samping ibunya.

"Apa kabar, Nyonya Jeni?" tanya Hito.

Begitulah Hito menyebut ibunya tirinya dengan sebutan nyonya. Pria itu tidak setuju saat Hutomo menikah lagi. Apalagi Jeni serta Juan memang tidak pernah menyukai dirinya.

"Oh, Juan. Bagaimana kabarmu?" tanya Hito.

"Kami baik-baik saja," sahut Jeni.

"Baguslah," balas Hito.

"Sudah ... ayo kita makan dulu," sela Hutomo.

Keempatnya sarapan bersama, sedangkan James sarapan di ruang dapur, di mana para asisten serta kepala pelayan sarapan di sana.

"Kenapa kamu kembali? Sudah kehabisan uang? Bukankah begitu banyak uang yang kamu curi?" cerca Jeni.

Hito tersenyum. "Aku sama sekali tidak merasa mencuri. Ada tikus-tikus di dalam perusahaan saat ini. Itu sebabnya aku kembali untuk menangkap dan memusnahkan hewan pengerat itu."

"Syukurlah kamu kembali, Nak. Maafkan Papa yang waktu itu mengusirmu. Saat itu Papa emosi karena mendengar ulahmu, tetapi semua itu tanpa bukti jelas siapa yang melakukan penggelapan," terang Hutomo.

"Aku memang harus kembali. Rumah ini serta perusahaan bukankah milikku? Aku tidak mau menyerahkannya sepersen pun kepada orang lain," tambah Hito.

Hutomo menepuk pundak Hito. "Iya, Nak. Semuanya adalah milikmu."

Jeni serta Juan terlihat kesal akan perkataan Hutomo. Apa selama ini mereka tidak dianggap keluarga? Jeni menikahi Hutomo hanya karena harta kekayaan yang dapat menunjang hidup mewahnya.

"Apa Papa tidak menganggapku?" tanya Juan.

"Bukan begitu. Semua ini memang milik Hito. Kamu akan dapat bagian juga nantinya. Bukankah dua anak cabang sudah menjadi milikmu?" tutur Hutomo.

"Sayang ... dua anak cabang itu sudah mau bangkrut," ucap Jeni.

"Aku memberikan perusahaan itu saat sudah maju. Anakmu saja yang tidak berguna," kesal Hutomo.

Dua anak perusahaan diberikan kepada Juan sebagai bagian dari keluarga Hutomo. Namun, anak perusahaan itu malah dibuat bangkrut oleh Juan. Pria itu kerjaanya hanya berfoya-foya saja.

"Perusahaan sebesar apa pun akan tetap bangkrut kalau diberikan kepada Juan. Hidupnya saja suka berfoya-foya," cecar Hito.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Imam Sutoto

Imam Sutoto

dahsyat banget lanjut

2024-03-07

0

Mey-mey89

Mey-mey89

,,,

2024-02-19

0

Muhammad Ulin

Muhammad Ulin

mantap karakter hitto. awal2 ku pikir diaa mudah di tindak ternyata diaa singa yg sudah terbangun kerennnn thor

2024-02-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!