Mirage
Di sebuah lorong rumah sakit, pada malam hari.
Sebuah brangkar pasien tengah didorong dengan begitu cepat menuju ke sebuah ruang operasi.
Seorang wanita yang saat itu berada di atas brangkar, nampak dengan mulut penuh darah bahkan mengenai kerah bajunya, hingga beberapa terlihat berceceran di lantai.
Seorang gadis, dengan masih menggunakan seragam putih abu-abu lengkap dengan tasnya, turut datang bersama pasien itu, dan terus berlari mengimbangi para tenaga medis yang juga berlari mendorong brangkar menuju ruang operasi.
"Tolong bertahan, Bu! Tolong lah!" batin gadis itu.
Sesampainya di depan pintu ruang operasi, seorang perawat yang berada paling belakang, menahan sang gadis yang hendak ikut masuk ke dalam.
"Maaf, Dik. Adik tunggu di sini saja! Biarkan tim medis yang akan menangani pasien! Saran saya, sebaiknya Adik segera mengurus administrasinya!" seru perawat itu.
"Baiklah, Sus! Tapi tolong selamatkan Ibu Saya! Tolong!" pinta gadis berseragam.
"Kami akan berusaha sebaik mungkin, untuk memberikan pertolongan darurat kepada pasien! Adik jangan lupa untuk banyak-banyak berdoa!" pesan perawat itu.
Sang perawat pun kemudian masuk ke dalam ruang operasi, dan menutup rapat pintunya, meninggalkan sang gadis menunggu seorang diri di lorong rumah sakit yang begitu sepi.
Dengan langkah gontai, dan perasaan was-was, gadis itu memberanikan diri untuk menanyakan perihal biaya operasi sang ibu.
"Selamat malam. Ada yang bisa dibantu, Dik?" tanya salah seorang petugas bagian administrasi.
"Ma … af, permisi. Sa … ya mau ta … nya sesuatu!" kata gadis itu ragu-ragu.
"Silakan!" sahut pegawai bagian administrasi itu.
"Kira-kira, be … rapa biaya opersi untuk pasien yang baru saja masuk itu?" tanya gadis itu cemas.
"Pasien gawat darurat, yang sedang dioperasi?" tanya petugas itu memastikan.
Sang gadis pun mengangguk pelan. Bukan tanpa alasan gadis itu terlihat kebingungan. Ia mengkhawatirkan biaya operasi yang pasti jumlahnya sangat besar, yang tak mampu ia tanggung seorang diri.
"Untuk pasien yang baru saja masuk, biayanya kurang lebih dua belas juta. Tapi itu baru tahap awalnya!" tutur pegawai bagian administrasi itu.
"Untuk totalnya, perlu biaya sekitar seratus lima puluh juta rupiah, sampai pasien mendapatkan operasi penuh," lanjutnya lagi.
Lemas? Ya, gadis itu seketika lemas seakan tak memiliki tenaga, tatkala mengetahui biaya operasi yang harus ia penuhi itu sangat besar.
Bagai tubuh tanpa tulang, gadis itu berjalan gontai, kembali ke arah ruang operasi.
Dia duduk di kursi tunggu seorang diri, dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya.
"Dari mana aku bisa dapatkan uang sebanyak itu? Bagaimana aku harus menyelematkan Ibuku?" gumamnya dengan begitu putus asanya.
.......
.......
...*****💋💋💋💋💋*****...
.......
.......
Di sebuah tempat yang memiliki aura gelap, suram dan hitam. Tempat dengan bau alkohol dan asap rokok yang begitu pekat dan dominan, memenuhi udara di tempat itu.
Hingga membuat siapa pun yang masuk, akan seketika tercekik layaknya orang yang tak mendapatkan suplai oksigen.
Banyak manusia berkumpul di sana untuk memiskinkan diri mereka sendiri.
Ya, tempat perjudian dan kedai miras.
Gadis yang masih mengenakan seragam sekolahnya itu, rupanya mendatangi tempat laknat tersebut.
Sang gadis berjalan dengan perasaan takut, melihat orang-orang yang ada di sana tak nampak seperti manusia, melainkan iblis yang berwujud manusia.
Perlahan, dia berjalan dan menatap satu persatu kerumunan orang yang berada di sekelilingnya. Hingga akhirnya, dia melihat seseorang yang dicari-carinya.
Segera, gadis itu menghampiri laki-laki muda, berumur sekitar tiga tahun lebih tua darinya, sedang memegang tiga lembar kartu di tangan kiri, dan sebatang rokok yang sudah menyala di tangan kanannya.
"Ibu masuk Rumah Sakit, Kak! Sekarang sedang dioperasi! Kita butuh uang banyak, Kak!" ucap Gadis itu di samping laki-laki, yang ternyata adalah kakaknya.
"Buruan bagi kartunya! Malem ini gue pasti menang!" seru laki-laki itu tak mempedulikan gadis yang sedari tadi berada di sampingnya.
"Kak, Ibu butuh biaya Rumah Sakit sekarang!" kata sang gadis sedikit berteriak, demi agar bisa didengar okeh kakaknya.
"Ayo-ayo! Pasang taruhannya dulu!" teriak salah seorang yang memimpin permainan.
Tanpa di suruh dua kali, para pemain mulai melemparkan benda-benda berharga milik mereka.
Gadis itu tetap berusaha untuk berbicara kepada Kakaknya.
"Kak! Tolong, Kak! Ibu kritis sekarang! Ayo Kakak ikut aku ke Rumah sakit!" bujuk gadis itu dengan menarik-narik lengan kakak laki-lakinya.
Laki-laki itu masih saja fokus pada permainan yang tengah berlangsung, dan tak mempedulikan sedikitpun gadis, yang sudah memohon-mohon padanya sejak tadi.
"Oke! Sekarang, buka kartunya masing-masing!" perintah si pemimpin permainan.
"Breng*sek! Gue kalah!" keluh laki-laki itu yang rupanya mengalami kekalahan.
Dia mengusap kasar wajah dan menjambak rambutnya.
Diteguknya minuman dalam botol yang sedari tadi ada di hadapannya.
"Kak! Tolong ikut aku, Kak! Ibu kritis sekarang! Dia butuh biaya supaya bisa dioperasi!" mohoh gadis itu yang tetap berusaha menarik-narik lengan Kakaknya.
PRAANNGGGGGG!
Botol minuman yang masih berisi separuh itu dibanting kasar ke lantai oleh laki-laki itu.
Dia berbalik dan memandang wajah adiknya itu dengan mata yang merah, seakan dipenuh emosi.
Satu tangannya mencengkerang kedua pipi sang gadis, sedangkan tangan satunya, masih mengapit sisa rokoknya yang tinggal setengah.
"Eh, Mari! Gara-gara lu, gue kalah! Emang dasar lu itu cuma bawa si*al! Cari aja Bapak lu yang ba*ji*ngan itu!" bentak sang kakak.
Gadis bernama Mari itu, nampak bergetar ketakutan, mendapat perlakuan yang kasar seperti itu dari Kakaknya.
Namun, demi ibunya, dia tetap mencoba memohon kepada laki-laki di depannya itu, untuk menolongnya.
"Kak, tolong selamatkan Ibu, Kak! Aku nggak tau Bapak sekarang ada di mana!" kata gadis itu mengiba.
"Biarain aja Ibu lu itu mati! Bereskan?! Dan lu, jangan ganggu hidup gue lagi, karena lu itu cuma sodara tiri gue! Paham!" kata laki-laki itu sambil menghempaskan wajah Mari, yang sempat ia cengkeram tadi.
Mari pun terhuyung ke belakang akibat dorongan keras dari kakak tirinya.
Namun, dia tetap mengejar laki-laki yang sudah sempoyongan berjalan akibat alkohol itu, dan sekali lagi, menarik-narik lengannya, agar mau ikut dengannya.
PLAAAKKKK!
Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi gadis itu.
PLAAAAKKKK!
PLAAAAKKKK!
Kali ini, tamparan itu datang bertubi-tubi menghantam wajah Mari.
"Udah gue bilang, jangan gangu gue!" ucapnya dengan penuh penekanan dan tamparan di setiap kata yang diucapkannya.
Pipi gadis itu nampak merah, panas dan perih.
Terlihat, darah segar mengalir dari kedua sudut bibirnya yang robek.
Gadis itu pun kemudian diam mematung, dan memandang punggung Kakaknya yang kian menjauh.
Tak ada satu pun orang di tempat itu, yang berusaha membantu gadis itu. Bahkan, hanya untuk sekedar berempati pun tidak.
Tempat mengerikan, yang dipenuhi oleh orang-orang, yang sudah menjelma menjadi setan itu, adalah tempat awal mula kemalangan dari gadis itu.
Mari pun berjalan gontai meninggalkan tempat penuh dosa itu, dan hendak kembali ke Rumah Sakit.
Saat dia telah berada di luar, Tak sengaja, dia melihat Kakaknya sedang berbicara dengan seorang laki-laki paruh baya, yang memiliki perut buncit, rambut kriting gondrong, serta memakai kalung emas tebal yang melingkar di lehernya.
Gadis itu sangat hapal siapa laki-laki itu, karena dulu, ibunya sering berurusan dengan dia.
Mari remaja, nampak mengendap-endap hendak segera lari dari tempat laknat yang suram itu.
Dia nampak ketakutan saat melihat laki-laki yang saat ini sedang bersama kakaknya.
.
.
.
.
Jika kamu suka dengan ceritanya, silakan tinggalkan like dan komen di bawah yah😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
awal yg menyedihkan😢
2024-10-09
0
Riama Riama
operasi apa sampe 150 JT aduhh Thor jgn terlalu halu
2024-09-28
0
💎⃞⃟🦋🅰𝐋𝙛𝙖𝙧𝙞𝙯𝙚𝙖༄㉿ᶻ⋆
sya sdh mula baca ya
2022-04-10
2