Minggu siang itu, Tia sudah bersiap dengan dandanannya. Banyak orang yang selalu menyamakan wajahnya dengan penyanyi terkenal bernama Raisa, wajahnya yang cantik, kulitnya yang putih, rambut yang terurai panjang berwarna hitam, ditunjang dengan proposi tinggi badan dan berat badan yang sesuai, membuat penampilan Tia semakin menawan. Terkadang saat dikeramaian, dia mendapatkan tawaran dari beberapa pencari bakat yang menginginkannya untuk mengikuti casting sebuah iklan maupun sinetron kejar tayang, tapi secara cepat Tia menolaknya secara halus karena bidang yang sangat dicintainya yaitu pekerjaan yang saat ini sedang dia geluti.
“Kamu sudah siap, sayang?” tanya Gilang saat Tia sudah masuk kedalam mobilnya.
“Huft . . . aku sangat gugup.”
“Jangan gugup, Mamaku pasti akan menyukaimu.” Gilang membantu memasangkan sabuk pengaman ketubuh Tia, dan mulai menancapkan gasnya.
“Apa kamu pernah menceritakan tentangku kepada keluargamu.”
“Emmm . . . aku hanya bercerita jika aku mendapatkan malaikat yang begitu cantik dan baik yang mau menikahi laki-laki seperti aku.”
“Apa maksudmu? Aku sudah pernah bilang, jangan pernah merendahkan dirimu.”
“Aku hanya karyawan biasa dengan gaji bulanan yang kecil, Tia. Bagaimana bisa aku menyombongkan diriku dihadapanmu yang bergaji belasan juta.”
“Apakah bagimu cinta itu diukur berdasarkan materi?” tanya Tia sedih. “Aku tulus mencintaimu Gilang, tanpa memandang hal yang selama ini selalu kamu resahkan. Aku sudah berkali-kali menjelaskan, tapi selalu saja kamu . . . ” Tia menundukkan wajanya karena merasa bahwa dia akan menangis.
“Maafkan aku, kumohon jangan bersedih. Aku tidak akan menyinggungnya lagi. Hari ini kita akan bertemu keluargaku dan merencanakan tanggal pernikahan kita. Maafkan aku, ya.” Gilang menggenggam tangan Tia dengan tangan kirinya. Tia mengangguk dan tersenyum.
Mobil sedan itu melaju membelah padatnya kota Jakarta, selama perjalanan Tia masih berusaha untuk mengurangi perasaan gugupnya. Karena selama berpacaran dengan Gilang, dia tidak pernah diajak untuk menemui keluarga Gilang, dan hari ini adalah pertama kalinya dia akan bertemu dengan keluarga kekasih pujaan hatinya.
“Ma, aku pulang.” Ucap Gilang saat mereka berdua sudah masuk kedalam rumah dan menuju ruang tengah.
“Selamat datang anak kesayangan Mama, apakah ini pacar yang telah kamu lamar?”
“Selamat siang Tante. Saya Tiara Nandita. Maaf jika baru bisa berkunjung hari ini. Ini ada oleh-oleh buat Tante.” Tia memberikan satu paper bag yang berisikan tas mewah dengan merk terkenal.
“Aduh, Tia, jangan repot-repot, Nak. Tidak perlu bawa apa-apa jika main kesini, apalagi sebentar lagi kamu akan menjadi bagian dari keluarga ini, biasakanlah mulai sekarang.
“Baik, Tante.” Jawab Tia lembut.
“Kebetulan ini di jam makan siang, Gaby sudah menyiapkan makanan untuk kita. Masakan adikmu tidak pernah mengecewakan.” Ajak Mama Gilang.
“Gaby?” tanya Tia kepada Gilang saat mereka berjalan menuju ruang makan.
“Adik perempuanku. Tahun ini dia sudah mengambil kursus. Dia mengambil kursus yang berkaitan dengan memasak, paling tidak itu yang aku tahu?”
“Pantas saja masakannya kata Mamamu tidak pernah mengecewakan. Tapi kenapa dia tidak kuliah saja? Dia bisa menjadi Chef!”
“Aku akan menceritakannya padamu nanti.”
“Duduklah disebelah Gilang, Tia.” Mama Ratna mempersilahkan calon menantunya duduk saat mereka sudah sampai didepan meja makan.
“Ayo, Kak, dicoba masakan Gaby.” Gaby dengan hangat menawarkan lauk pauk yang baru saja dia masak. Uap panas masih mengepul diatas tiap masakan.
“Terimakasih, Gaby.”
“Mari kita makan dulu, setelah itu kita mengobrol diruang tengah.”
Siang itu suasana diruang makan sedikit lebih meriah karena berkumpulnya Gilang ditambah dengan Tia. Gaby menunjukkan kesukaannya terhadap calon kakak iparnya. Tidak henti-hentinya Gaby memuji kecantikan Tia.
“Kenapa Gaby hanya mengambil kursus? Kenapa tidak kuliah saja? Biar Gaby nanti bisa berkembang.” Tanya Tia disela-sela suapan makanannya.
“Eemmm . . . Gaby . . . “
“Itu karena Tante yang tidak mengijinkannya. Tante mau nanti setelah dia menikah, dia akan menjadi ibu rumah tangga yang berdedikasi untuk suaminya.”
“Tapi, Tante . . .” kaliamat Tia terhenti karena tangannya digenggam secara mendadak dengan Gilang. Tia tahu jika Gilang menginginkannya berhenti dan tidak melanjutkan perdebatan.
“Sudah sekarang kita lanjutkan makannya, kita lanjut mengobrol lagi nanti setelah makan.” Terang Gilang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments