Saat jam makan siang, Tia lebih memilih untuk datang kerestaurant yang berada tepat didepan kantornya. Selain tempatnya yang mudah dijangkau, makanan yang bervariasi, juga memberikannya cukup waktu dari pada harus berjauh-jauh keluar dari kantor.
Sebenarnya kantor Tia sendiri memiliki kantin yang tidak kalah lengkap menunya jika dibanding dengan menu restaurant manapun, direktur tempat Tia bekerja secara khusus mengerahkan beberapa chef handalan yang dapat membuatkan makanan yang dipesan oleh seluruh karyawan. Tapi hari ini Tia ingin membahas pekerjaannya ditempat yang sedikit tenang. Tidak penuh sesak dengan puluhan karyawan yang sedang mengisi kampung tengahnya (perut lapar).
“Jadi, proyek kita kali ini tidak ada kendala lagi bukan?”
“Kita tinggal menunggu approve dari Pak Raka, saat ini istrinya sedang hamil muda, dan direktur kita itu luar biasa protektif kepada istrinya. Jadi butuh waktu untuk Pak Raka mengeceknya.” Terang Tia.
“Begitukah?” tanya Cindy penasaran.
“Paling tidak, itulah yang kudengar dari beberapa manager lainnya.”
“Tapi tidak pernah kusangka, Pak Raka yang setegas itu bisa langsung lembut didepan Bu Ara. Aku sebenarnya patah hati saat tahu direktur tampan kita itu menikah, tapi karena pasangannya Bu Ara, maka aku menyerahkan Pak Raka untuknya.”
Tia menggeleng-gelengkan kepalanya, “Masih saja nge-halu. Mana mungkin Pak Raka melirik perempuan pecicilan sepertimu. Perempuan kok nggak ada femininnya. Lihat saja, duduk nggak bisa yang manis dikit, kek. Jangan lebar-lebar buka kakinya tu.”
“Sialan, lo. Tapi . . . ada apa dengan dirimu hari ini? Senyuman di bibirmu tidak hilang dari tadi.” Tanya Cindy merasa aneh dengan sahabatnya ini.
“Apakah salah jika aku bahagia?”
“Tentu saja itu hal yang bagus. Tapi kenapa kamu tidak membagi kebahagiaanmu dengan menceritakannya padaku, teman dekatmu ini?”
Tia hanya menanggapi keingintahuan sahabat sekaligus rekan kerjanya itu dengan senyuman. Hal itu membuat Cindy tampak memperhatikan sahabatnya yang berparas cantik dan wajahnya juga mirip dengan artis bernama Raisa.
“Tunggu . . . tunggu.” Cindy memegang tangan kiri Tia dan mengangkatnya, memperhatikan sesuatu yang tersemat dengan indah di jari manis gadis 25 tahun itu.
“Ini cincin tunangan? Gilang melamarmu?” Cindy penasaran. Tia hanya mengangguk dan tersenyum sambil meminum kopi panasnya.
“Kapan?”
“Kemarin malam. Ditempat pertama kali kami berkencan.”
Cindy menutup mulutnya seakan tak percaya
“Selamat, ya. Akhirnya kekhawatiranmu selama ini terjawab sudah.”
“Tapi . . . apa kekhawatiranku selama ini terlalu berlebihan?” tanya Tia
“Menurutku, itu wajar. Dengan banyaknya kabar yang beredar dikantor bahwa Gilang memiliki hubungan lain dengan Cici, sekretaris Pak Raka. Apalagi kalian sudah menjalin hubungan selama 2 tahun lebih.”
“Aku tahu harusnya tidak perlu khawatir, karena Gilang juga sudah mengatakan jika tidak punya hubungan apa-apa dengan Cici. Tapi terkadang kedekatan mereka sedikit menggangguku.” Jelas Tia.
“Eh, tapi tahu kabar terbaru nggak?” Cindy merapatkan duduknya kearah Tia karena takut suaranya akan didengar oleh orang lain.
“Denger-denger, Cici ternyata pacaran lo sama Bagas.”
“Bagas asisten pribadi Pak Raka?” Tia spontan mengeraskan suaranya.
Cindy reflek memukul lengan Tia karena sebal,“Sekalian aja pake speaker biar keras.”
“Ya, maaf. Kan kaget.” Tia memasang tampang tak bersalahnya.
“Jadi selama ini gossip yang beredar salah dong.” Sesal gadis cantik itu.
“Ya bagus lah, berarti Gilang memang tidak ada hubungan sama Cici.” Terang Cindy. “Oh iya, tanggal berapa kalian nikah?”
“Belum tahu. Minggu ini aku baru akan bertemu dengan keluarga Gilang.”
“Sukses ya buat nanti. Siap-siap aja buat ketemu camer besok, jangan kerja mulu.”
“Kira-kira apa ya yang harus aku bawa untuk oleh-oleh mamanya?”
“Bawakan saja tas dengan merk terkenal, pasti seneng. Dah yuk, kita bahas lagi sambil jalan, jam makan siang sebentar lagi mau selesai.” Cindy berdiri dari tempat duduknya dan mengajak Tia untuk mengikutinya kembali ke kantor.
“Tapi kita belum sempat makan?” rengek Tia.
“Udah tak ada waktu lagi. Yuk sambil jalan. Nanti aku antarkan roti keruanganmu.”
Gara-gara terlalu heboh membahas Gilang, mereka lupa memesan makanan dan hanya meminum kopi saja.
Dikantor Tia merupakan atasan Gilang, dan Gilang hanya karyawan biasa dengan pekerjaan rutinitasnya. Dengan posisi yang sudah mapan diusia semuda itu, membuat banyak lelaki minder dan memilih mundur jika mempunyai niat mendekati Tia. Kedisiplinan dan kerjakerasnya sejak dari bawah membawanya keposisi sebagai salah satu manager di perusahaan S&D Group. Pertemuan keduanya yang tidak disengaja diluar kantor membawa hubungan mereka kearah yang lebih serius.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments