Reva memarkirkan mobil mewahnya tepat di halaman rumah Naomi, tadi saat berkendara ia sudah mengabarkan pada gadis itu bahwa akan mengunjunginya. Reva mematikan mesin mobil lalu mengambil HP dan tas jinjing kemudian keluar dari mobil tersebut.
“Hai Rev, tumben ke sini, bukannya kamu ada urusan di kantor ya?” Sapa Naomi sambil memeluk Reva ringan.
“Gawat Nao, gawat!!” Panik Reva.
“Gawat kenapa?? Duduk dulu deh! Bentar aku suruh bi Rasti bikin minum, Tarik nafas dulu!” Reva pun menarik nafas panjang dan menghembuskannya.
“Bi, tolong buatkan minuman untuk Reva ya!” Naomi memberi perintah kepada asisten rumah tangganya.
“Baik Non”
“Okay, Sekarang kamu cerita ada apa” Naomi mengamit tangan Reva dan menggenggamnya. Ia menatap serius ke dalam manik mata sahabatnya.
“Kamu baca ini!” Reva menyodorkan handphonenya dan menunjukkan pesan misterius yang baru saja didapatnya.
“Haha Ini pasti peneror iseng, kenapa kamu setakut ini? Come On, Rev!” Naomi malah menertawakan kecemasan Reva yang dianggapnya berlebihan.
“Naomi, pesan ini ga main-main. Dia serius! Aku khawatir yang mengirimkan pesan adalah Edo!!” Reva berkata dengan memasang wajah serius.
“Wait wait! Edo?? Bukannya laki-laki brengsek itu sudah mendekam di penjara?”
“Iya, makanya aku khawatir kalau ia sudah bebas dan kembali mengangguku” Ucap Reva. Raut wajah kecemasan tampak begitu jelas terlihat.
“Tenang, kamu tenang ya! kamu dan keluargamu bukanlah orang sembarangan, ia tidak akan berani macam-macam. Percayalah padaku! Lagian kamu juga sudah bertunangan dengan Harun, Pemuda itu adalah salah satu yang terbaik di kota ini. Kamu harus tenang dan menikmati hari-harimu sebelum menikah” Naomi menenangkan Reva sambil menggenggam tangannya.
“Aku hanya takut peristiwa masa lalu kembali datang dan mengusik kehidupanku. Aku takut gara-gara Edo, Haris akan meninggalkanku. Nao, Kamu tau aku begitu mencintai Harun, kan?”
“Karena dari itu kamu harus menatap ke depan dan keluar dari bayang-bayang masa lalu. Sekarang, kamu harus fokus ke kehidupanmu. Kamu jangan khawatir karena masih ada aku. Aku akan selalu ada untukmu” Naomi meyakinkan Reva.
“Kamu memang yang terbaik Nao, thank you. Aku tidak tau bagaimana jika kamu tidak berada di sisiku. Aku jauh lebih tenang sekarang”
***
Keberangkatan Harun ke negeri Tiongkok tinggal menunggu waktu. Kurang dari 3 hari lagi ia Sudah harus take off dari bandara. Segala persiapan 95 persen sudah ia persiapkan dengan rapi. Ia tidak sabar untuk segera mengenyam pendidikan di negeri asing nan menantang itu. Pepatah kuno mengatakan tuntutlah ilmu sampai ke negeri China. Dan sedikit lagi ia akan segera merealisasikan kalimat penuh makna tersebut.
Kini Harun lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama sang ibu. Sebisa mungkin ia meluangkan waktu disela-sela kepadatan jadwal harian yang ia miliki, sedang ayahnya masih sangat sibuk dengan segudang urusan bisnisnya. Inilah yang sebenarnya Harun takutkan. Ia cemas ibunya akan kesepian dalam kesendirian. Ayahnya sibuk bekerja mengurusi bisnis mereka. Kakak-kakaknya juga berada jauh di mata, dan ia sendiri akan segera berangkat dalam waktu yang lumayan lama.
“Ma, apa mata dan jemari mama tidak lelah selalu merajut seperti itu?” Harun bertanya pada ibunya yang sejak tadi sibuk merajut.
Sariyyah tersenyum.
“Mama harus menyelesaikan rajutan ini karena sangat special untuk yang special. Dan ini sudah selesai kok! Di coba dulu, nak!” Mama menyodorkan sweater rajutan berwarna abu-abu terang bercampur gelap kepada Harun.
Harun pun mencobanya. Sweater buatan Sariyah tampak begitu pas di tubuh Harun.
“Terima kasih, Ma. Tapi mama juga tidak perlu bersusah payah seperti ini kan?” Haris mendekap ibunya yang masih duduk ditempatnya. Betapa ia sangat menyayangi sekaligus menghormati ibu yang telah melahirkannya itu.
“Mama harus lakukan ini untuk anak tersayang mama. Nanti di sana 4 musim kan? Kamu juga berangkat ke kota Wuhan. Kota yang tepat berada di jantung negera China, kota yang berada di pertengahan map, yang jika musim dingin tiba wilayahnya bersuhu -3 sampai 2 derajat. Lumayan dingin juga” Bu Sariyah yang pernah melakukan perjalanan bisnis di musim dingin ke Wuhan mengetahui persis bagaimana suasana kota tersebut.
Harun terdiam, mendebat ibunya adalah bukan pilihan tepat. Ia khawatir akan kesehatan sang ibu namun ia juga tidak bisa menghentikan apa yang sudah menjadi pilihan ibunya tersebut.
“Sekali lagi terima kasih, Ma. Untuk kedepannya, mama kurangilah kegiatan merajut mama ini. Tidak baik untuk kesehatan mama, Harun khawatir minus mata mama bertambah” Harun mencoba menasehati ibunya.
“Kamu tenang saja, nak! Kalau sudah merasa Lelah mama pasti berhenti, hanya baju mu saja yang merajutnya sedikit mama kebut, mama khawatir kamu tidak sempat memakainya. Lagian, hanya kegiatan ini yang membuat mama setidaknya bisa sedikit mengusir rasa sepi” Bu Sariyah mulai berkaca-kaca. Harun jadi serba salah.
“Ma, Harun janji jika tidak ada aral melintang, setiap punya kesempatan libur Harun akan pulang. Jarak China-Indonesia tidaklah terlalu lama, hanya memakan waktu lebih kurang 5-6 jam perjalanan udara” Ucap Harun bersungguh-sungguh.
“Mama tidak meragukanmu, Nak! Andai tidak menganggu kegiatan belajarmu, Mama juga bisa mengunjungi kamu kapan saja yang mama mau” Sahut Ibu.
“Tentu saja mama boleh mengunjungi Harun kapanmu yang mama mau” Harun tersenyum sambil masih mendekap sang ibu.
“Oh iya nak, mama harus bertanya ini padamu”
Harun merenggangkan dekapannya dan duduk di samping ibu.
“Pertanyaan apa itu, ma?”
“Maaf, bukannya mama mau mencampuri hubunganmu dengan Reva, namun mama melihat kamu seperti tidak
terlalu antusias atas pertunangan ini. Apa benar kamu tidak tertarik pada Reva, nak?” Ibu bertanya dengan ekspresi setenang mungkin.
Harun menghembuskan nafasnya ke udara.
“Harun tidak tau, Ma. Harun sendiri tidak mengerti dengan perasaan Harun sendiri”
“Mama malah kasihan pada kalian, mama khawatir pertunangan di umur mu dan Reva yang baru berusia 23 tahun ini terlalu cepat”
“Apa kamu merasa tertekan?” Ibu melanjutkan sambil menatap ke dalam bola mata kecoklatan yang Harun miliki.
Harun terdiam. Sejujurnya ia tidak mencintai Reva tapi juga tidak membencinya. Ia menjalani hubungan dengan Reva tidak menggebu dan dalam suasana hati yang biasa saja. Ia sendiri memang tidak berpengalaman dalam hubungan percintaan, sedari dulu yang ia pikirkan hanya belajar, pengembangan diri dan menekuni hobi.
Ketika mengetahui akan dijodohkan dengan Reva, ia sempat menolak namun Ayahnya terus memaksa dan menyakinkannya sehingga ia tidak punya pilihan lain. Ia hanya berharap rasa cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya setelah menikah nanti.
Harun bukannya tidak pernah merasakan yang namanya jatuh hati, Ia pernah tertarik pada teman sekelasnya dulu. Gadis manis dengan perangai lembut menenangkan juga cerdas. Gadis itu merupakan saingan belajarnya di kelas dulu. Namun, ya hanya sekedar mengagumi saja. Setelah mereka tamat, mereka tidak pernah bertemu lagi dan perasaan itu pun perlahan menghilang seiring berjalannya waktu.
“Nak, kenapa kamu hanya diam saja?” Ibu memperhatikan Harun melamun.
“Tidak ma, mama jangan mengkhawatirkan apapun ya! Harun dan Reva baik-baik saja. Masalah cinta dan ketertarikan, saat ini mungkin belum namun Harun percaya suatu saat ia akan tumbuh dengan sendirinya”
“Tapi hubungan itu harus dibina, nak! Kamu tidak bisa membiarkannya begitu saja. Mama khawatir hubungan yang seperti itu malah akan menyakiti satu sama lain nantinya. Mama tidak ragu kepada Reva, mama lihat ia sangat tertarik dan begitu mengharapkanmu, tinggal kamu nya saja yang lebih membuka hatimu untuk gadis itu” nasehat Mama.
Harun mendengarkan nasehat mama dengan saksama.
“Baik, Ma. Harun akan mengusahakannya” Harun menggenggam tangan ibunya dan ia mengerti apa yang ibunya khawatirkan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Ria Diana Santi
Buk dengar tuh nasihat anakmu si Harun. Tak baik kalau bersikap seperti itu untuk kesehatan mu. 😌😌
2021-09-29
1
Andita sari
Ibu harun berpihak pada reva
2021-07-29
0
Eli Karina
Lanjuuut
2021-07-18
0