Kezia menatap lekat sekali wajah Matias. Matias sungguh sudah sangat berubah. Dulu, Matias sangat culun. Walau beberapa kali membelanya, tak jarang Kezia masih suka ikut yang lainnya mem-bully Matias. Bully bukan kata yang tepat. Bagaimana kalau kita menggunakan kata 'iseng'. Kezia hanya mengisengi Matias. Tak lebih, tak kurang.
Siapapun pasti salah tingkah jika diamati secara terus menerus seperti Kezia lakukan. Matias langsung sadar. Sambil meraup beberapa potongan pop corn, Matias membalas tatapan Kezia. Lalu, tangan Matias iseng mencubit tangan Kezia. Kezia sedikit mengaduh.
"Iseng, Kak," ucap Matias. "Pembalasan pas SMA dulu. Apalagi pas Kakak mentorin aku dulu."
"Apaan sih?" tukas Kezia. "Nyadar kamu itu. Kamu udah bukan remaja lagi. Usia kamu sekarang dua puluh tahun kan. Udah kepala dua. Udah dewasa. Jangan kekanakan lagi."
Kezia deg-degan. Sebab wajah Matias berada terlalu dekat dengan wajahnya. Apakah laki-laki itu akan mencium bibirnya di dalam bioskop. Kezia memang pernah mendengar kabar bahwa beberapa pasangan suka saling berciuman di dalam bioskop. Namun, Kezia lebih suka jika ciuman itu terjadi di tempat yang sepi. Benar-benar sepi. Tanpa ada orang. Tidak seperti studio yang penuh orang ini.
Ah, Kezia terlalu berekspektasi. Matias hanya mencium pipi Kezia saja. Matias mendesis, "Pipi kamu masih sama kayak dulu. Chubby kayak bakpao. Kusuka lihatnya."
Astaga, apa sih yang diajarkan teman-temannya di Jepang sana? Matias sungguh menjadi seorang yang... playboy mungkin. Walau kata tersebut agak jahat juga untuk disematkan ke Matias. Matias hanya jadi lebih mengetahui bagaimana caranya menggodai seorang perempuan dengan nakal. Itulah yang Matias lakukan ke Kezia. Mencubit pipi Kezia, menggelitik telapak tantab Kezia, serta membelai poni Kezia (Kezia, Kezia, sudah usia dua puluh empat, tapi masih hobi memelihara poni).
"Kamu banyak berubah, Yas,"
"Jadi, lebih ganteng, yah?"
"Gak cuman itu. Kamu bahkan jadi lebih berani. Kayak sekarang. Kamu udah berani cubit pipi aku. Dulu, buat megang tanganku aja, kamu udah gemetaran."
Matias mengedipkan sebelah matanya. Nakal sekali. "Manusia emang seharusnya kayak gitu. Makin bertambah usia, harus makin berubah. Yang buruk dari yang sebelumnya, yah udah selayaknya ditinggalin."
Kezia memonyongkan bibir. "Balik lagi sotoy. Sok bijak ah kamu. Gak asyik."
Matias nyengir. "Oh iya, kamu lebih suka dipanggil apa, nih? Pake Kak? Ato aku udah boleh manggil kamu nama aja? Ato kamu pengin aku panggil Sayang--istriku mungkin?"
Kezia berusaha menahan tawa agar tak meledak. Film tengah diputar. Kalau dia tertawa, beberapa penonton akan menegurnya keras.
"Dulu juga kamu manggil aku tanpa embel-embel 'Kak'. Sebutan 'Keke' itu dari kamu, kan?"
"Kamu masih inget aja, Sayang," Matias mengedipkan mata lagi.
Kezia jadi merinding saat mendengar kata terakhir itu. Senang sih, tapi, entah kenapa terasa horor. Film yang diputar juga bertema adventure, malah ada humornya juga. Jauh sekali dari kata seram. Lebih tepatnya ke kata 'menegangkan'.
"Sakit perutku pas denger kamu bilang sayang itu."
"Tapi,... suka, kan?"
"Suka banget-lah." Ganti Kezia yang mencubit lengan Matias yang agak berbulu.
Yang dihindarkan Kezia terjadi. Begitu ponsel Kezia berbunyi, perempuan itu langsung disoraki. Ternyata panggilan masuk dari kakaknya. Kakak yang barusan meledekinya hingga wajahnya tersipu malu.
"Kamu ngapain sampe ngikutin aku keluar studio. Nonton aja sana, gih. Aku cuman bentaran. Begitu selesai, aku balik lagi." protes Kezia.
"Gak enak nonton kalo gak ada kamu, Sayang. Lagian, kita kan dari tadi gak nonton. Kita cuman asyik sendiri seolah studionya punya kita berdua."
Kezia spontan tertawa keras. Untung sudah berada di luar studio. Matias pun ikut tertawa.
"Eh, kita makan aja gimana? Kebetulan ada toko es krim baru buka di lantai bawahnya. Mau cobain gak?"
"Mubazir dong?! Tiketnya kan gak murah."
"Udah, biarin. Ayo,..." Matias langsung menyeret Kezia.
Kezia hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah adik kelas sekaligus pacarnya ini. Padahal The Hobbit merupakan film wajib tonton di akhir tahun 2013. Tadi saja Kezia dan Matias harus mengikuti antrean yang super panjang. Tiketnya juga mahal, hampir lima puluh ribu rupiah. Dengan uang segitu, Kezia lebih memilih untuk membeli buku. Atau, dipakai untuk mencicipi beberapa kuliner juga lebih baik lagi. Perut kenyang, batin sangat tenang. Puasnya triple.
"Udah, Sayang, kamu percaya aja sama aku. Nanti pokoknya aku yang bayarin. Aku yang traktir sebagai ucapan terimakasih karena kamu kayaknya beneren nyariin keberadaan aku."
Ada-ada saja Matias ini. Kezia makin gemas saja dengan laki-laki yang sudah sangat berubah drastis ini. Matias sungguh berubah menjadi laki-laki yang sangat jantan dan bertanggung jawab. Di pikirannya, Kezia berharap Matias membawanya ke toko perhiasan, membeli sepasang cincin yang tak harus mahal, lalu berlutut melamar Kezia--yang minimal melamar perempuan itu sebagai tunangan.
"Nah, ini, Sayang, yang aku bilang. Kita harus coba es krim demi es krimnya. Dari dulu kan aku tahu kamu itu sama kayak aku. Kita berdua sama-sama suka makan yang manis-manis." kata Matias dengan amat antusias, yang sambil menunjuk papan nama toko es krim tersebut--yang bertuliskan 'Jelino: The Best Italian Gelato'.
"Kamu masih inget aja, Yas."
"Pastinya. Segala hal tentang kamu, walau aku dan kamu gak bertemu selama berabad-abad, aku akan tetap ingat, Sayang."
"Dan, mau sampe kapan, nyebut aku Sayang?"
"Kamu gak suka? Kita kan emang pacaran. Kita sepasang kekasih yang sudah lama terpisahkan. Waktu sudah lama sekali membawa kamu pergi jauh dari aku."
"Dih, apaan, sih? Geli aku, Yas." Kezia sok memasang tampang jijik, padahal aslinya dia sangat menyukainya.
Matias kembali mendekatkan kembali wajahnya ke arah wajah Kezia. Kezia tersipu malu. Matias mendesah, "Apa aku boleh mencium bibirmu sekarang? Bibirmu, setahuku, belum pernah dicium, kan?"
Astaga, jadi, yang tadi di dalam bioskop barusan, Matias sudah berniat mau menciumnya, namun Matias hanya malu, sehingga jadi hanya mencium bibir Kezia?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments