Aku terbangaun ketika mendengar suara kikacuan burung-burung ayah. Ku lirik jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Aku pun langsung loncat dari kasur menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh ku yang amat lengket. Setelah itu aku langsung melaksanakan shalat asar yang sudah hampir habis waktunya. Sehabis shalat aku menuju dapur di mana di sana ibu yang tengah memasak.
"Ibu..."panggil ku
"Kamu ini yuk, sering sekali membuat ibu terkejut"
"Ibu nya saja yang lebay" jawab ku cengar cengir.
"Ibu masak apa?" tanya ku
"Sambal terasi kesukaan kamu yuk, rebus pepaya muda. Untuk tuan Devan ibu goreng ikan, tadih adek pergi mancing ke sawah dapat 5 ekor" jelas ibu
"Waahh..Mantap bu. Ayuk mau makan" Aku pun mengambil piring, ketika aku ingin mengambil sambal buatan ibu mala tangan ku di tahan oleh ibu
"Loh kok di tahan bu?"
"Kamu itu sudah punya suami. Nanti makannya bareng suami" omel ibu
"Tapi, ayuk sudah tak tahan bu" ucap ku memohon
"Tidak,, sana cuci piring" omel ibu.
"Ada apa bu?" tanya ayah baru tiba
"Ini anak ayah. Mau makan duluan saja, apa dia lupa kalau sudah punya suami"
"Ayuk tidak boleh seperti itu" nasehat ayah
"Siap komandan" Ucap ku sambil memberi tanda hormat.
Tuan Devan terbangun dari tidurnya yang lelah. Tuan Devan menatap setiap sudut ruangan ku yang kecil kalau di bandingkan kamar tuan Devan mungkin hanya 1/4 dari kamarnya. Langkah kaki tuan Devan terhenti di depan meja belajar ku dulu. Tuan Devan mengambil satu buah buku milik ku yang berwarna pink bergambar hello kity. Tuan Devan pun membuka lembaran buku itu sambil membacanya. Setelah itu tuan Devan meletakkan buku itu kembali, membersihkan tubuhnya.
Waktu terus berlalu, kini tibanya azan magrib berkumandang. Kami pun melaksanakan shalat berjemaah, di mana ayah menjadi imam. Setelah shalat kami membaca yasin secara bersama-sama. Aku tidak menyangka jika tuan Devan mempunyai suara yang merdu ketika lagi membaca ayat suci alquran. Setalah itu kami pun makan malam bersama.
"Ayo kita makan" ajak ibu. Aku bersama ibu menyiapkan makanan, setelah semuanya sudah siap ayah bersama tuan Devan pun menuju ke dapur.
"Abang mau cicip ini?" Aku menunjukkan rebusan pepaya muda
"Boleh" ucap tuan Devan, aku pun meletakkan rebusan pepaya muda di piring tuan Devan, tidak lupa aku letakkan sambal terasi buatan ibu.
"Nak Devan nambah" ucap ayah
"Iya yah, masakan ibu enak" puji tuan Devan
"Nak Devan bisa saja" ucap ibu malu-malu.
"Beneran bu, kalau ibu bukak rumah makan pasti rame"
"Pengennya sih iya, tapi"
"Tapi apa bu?" tanya tuan Devan
"Dari mana ibu ambil modal, untuk makan saja alhamdulillah masih ada"
"Ibu tenang saja kalau masalah modal. Biar Devan yang modalin semua"
"Tidak usah nak Noval"ucap ayah merasa tidak keenaan
"Tidak apa yah, aku bukan orang lain di sini aku anak ayah dan ibu juga" ucap tuan Devan. Sepertinya tuan Devan tahu alasan ayah kenapa menolak
"Nanti kami merepotkan nak Devan"
"Justru aku senang jika ayah dan ibu menerima pemberian ku, berarti ayah dan ibu sudah menganggap ku anak juga. Kalau ayah dan ibu tidak mau menerima berarti ayah dan ibu mengaggap ku orang lain"
"Baik la kalau kamu tidak merasa keberataan dengan senang hati ayah dan ibu menerima" ucap ayah. Tuan Devan pun tersenyum
Setelah selesai makan, ibu dan aku pun membersihkan sisah-sisah bekas makanan. Sedangkan ayah bersama tuan Devan mengobrol di depan TV.
"Abang" panggi ku
"Kenapa sayang?" tanya tuan Devan
"Abang mau tidak ke pasar malam?"
"Di mana ada pasar malam?" tanya tuan Devan
"Di desa sebelah bang"
"Ke napa sayang mau ke sana?" tanya tuan devan. Dengan cepat aku mengangguk tanda jawaban ku.
"Ayo.. Apa ayah dan ibu mau ikut?" tawar tuan Devan
"Tidak, ayah titip martabak rasa kacang, coklat, dan keju"
"Itu saja yah?" tanya tuan Devan
"Kalau boleh ayah titip jam tangan satu"
"Ok yah, kalau ibu mau apa?"
"Ibu mau ayam 1kg, ikan 1kg, daging1kg, cabe1/2kg, garam satu bungkus"
"Ibuu... Mana ada di pasar malam jualan sayur mayur" ucap adek, sedangkan tuan Devan hanya bisa nahan tawa
"Walahh. ibu butuhnya itu. Ya sudah kalau gitu baju yang lagi hitss"
"Baju apa bu?" tanya Ku
"Janda bolong" jawab ibu cengir kuda
"Adek mau apa?"
"Adek mau ikut"
"Ya sudah tapi jangan nakal" ucap ku
"Siap"
Aku bersama adek pun mengikuti langkah tuan Devan menuju mobil. Tuan Devan melajukkan mobil dengan kecepatan sedang. Tidak menggunakan waktu lama, kami pun tiba di pasar malam. Semua mata tertuju ke arah kami, yang tepatnya ke tuan Devan.
"Yuk apa ada yang aneh dengan adek?"
"Tidak ada"
"Terus kenapa orang-orang melihat ke arah kita?"
"Kamu tidak lihat apa? Siapa yang kita bawa"
"Abang Devan" jawab adek ku polos. Aku hanya tersenyum menanggapi ucapan adek
"Abang aku mau naik itu" aku menunjuk ke arah kincirin
"Tidak boleh"
"Kenapa? Aku pengen. Sudah lama tidak naiknya" tanya ku, aku sengaja memasang wajah iba supaya tuan Devan mau
"Tidak sayang, nanti kamu jatuh"
"Hahahah.. Abang lucu mana mungkin ayuk jatuh main itu. Soalnya ayuk pakarnya bang" jawab adek ku
"Itu kan dulu, kalau sekarang sudah beda" jawab tuan Devan dingin. Jika tuan Devan sudah memasang es batu di mukanya, aku sudah tidak berani menjawab
"Iya" jawab ku singkat
"Ya sudah sekarang kita beli pesanan ayah dan ibu, setelah itu baru kita main-main lagi" ucap tuan Devan
"Siap bang. Tapi, jangan lupa yang adek ya bang" ucap Sandi sambil mengedip-ngedipkan mata. Tuan Devan pun mengangguk
Terimakasih yang sudah membaca karya author jangan lupa like, komen, dan vote
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Dimas Prayuga
suka dgn ceritanya masih alami...😄
2022-03-26
1
sella surya amanda
lanjut
2021-06-28
0