"Aku tak tahu perasaan apa yang tengah ku rasakan dengan tuan Devan. Perasaan itu semakin hari semakin dalam, apakah aku sedang jatuh cinta?" aku pun bertanya-tanya dengan pikiran ku sendiri. Aku takut jika hari itu akan tiba, ada rasa tak rela di dalam hati ku. Walaupuan aku tahu, hari itu akan tiba.
"Tokk...tokkk" ketukan pintu membuyarkan lamunan ku.
"Siapa??" ucap ku, sambil membuka pintu. Ketika membuka pintu, aku sangat terkejut melihat siapa yang datang. Seorang wanita cantik, bisa di katakan seperti bidadari. Wanita itu mebawa satu buah koper yang berukuran sedang.
"Cari siapa mbak?" tanya ku, tidak lupa aku mengeluarkan senyuman termanis ku.
"Kamu siapa? Ke napa kamu berada di rumah kekasih ku??" tanya wanita itu, membuat ku sulit untuk menjawab. Jika aku bilang aku istri tuan Devan, bisa di bunuh aku nanti oleh tuan Devan.
"A-aku pembantunya mbak" ucap ku sedikit terbata-bata.
"Pembantu??" tanya wanita itu tidak percaya
"Iya mbak pembantu."
"Ohh....Ya sudah bawak ini koper ku" perintah wanita itu, sambil memberi kopernya dengan ku.
"Baik mbak," aku pun menyimpan koper wanita itu, di dalam kamar tamu.
"Kamu itu kerja yang benar.... Sudah tahu ada tamu, di buatin minum apa!!! ini mala sibuk menonton. Aku aduhin kamu dengan Devan.." Ancama wanita itu. Dalam pikaran ku, apa itu Via? sebuah nama yang tertulis di bangku taman belakang.
"Malamun lagi!!!" bentak wanita itu, mengerikan
"Eh,, maaf mbak" Aku pun langsung berlari menuju dapur. Membuat minuman untuk si mak lampir itu.
"Mbak ini minumnya" ucap ku sambil meletakkan secangkir teh
"Kamu itu bodoh ya!! Saya tidak suka ini. Ke napa kamu kasih ini dengan saya??"
"Mana saya tahu mbak.. Kalau mbak tidak suka" jawab ku sedikit keras
"Berani melawan kamu ya!!!"
"Bukan gitu mbak. Setahu saya si mbak, kalau tamu itu apa saja yang di buat dengan tuan rumah pasti di minum. Kecuali kalau kita beli mbak"
"Tahu apa kamu!! Kamu itu cuma pembantu.."
"Iya mbak, aku pembantu tapi setidaknya aku tahu dengan cara" jawabku santai, Sedangkan mbak ini kelihatan geram dengan ku.
Di tempat lain....
"Revann.." panggil tuan Devan
"Iya Tuan, ada yang bisa saya bantu"
"Bagaimana sudah ada informasi tentang Via?" tanya tuan Devan, penuh harap.
"Belum tuan" Tuan Devan di buat kecewa lagi atas informasi yang di dapati oleh seketarisnya.
"Ya sudah, kamu cari terus di mana keberadaan Via" perintah tuan Devan
"Tuan bagaimana dengan nona Sanas?"
"Gadis bodoh.." ucap tuan Devan dengan senyum tipis jika meningat sikap polos Sanas
"Kamu tahu kan seketaris Revan? Bagaimana hubungan saya dengan gadis itu. Jadi untuk apa kamu bertanya gadis bodoh itu" ucap tuan Devan
"Maaf tuan, maksud saya. Apa tuan tidak ada sedikit rasa dengan nona Sanas? Kalau memang tidak ada bolehkah saya mendekati diri dengannya. Karena bagi saya nona Sanas sangat berbeda dengan wanita lain" ucap seketaris tanpa merasa bersalah.
"Langkahi dulu mayat ku" ucap tuan Devan dengan tatapan dingin.
"Kenapa harus langkahi mayat tuan? Bukankah tuan akan menceraikan nona Sanas jika waktunya tiba"
"Diam kamu!!! jika masih mau bernafas.." bentak tuan Devan. Sedangkan seketaris Revan menahan tawa, karena melihat kemarahan tuan Devan.
"Tuan, nona Jesi" seketaria Revan sengaja mengubak topik, dari pada nanti terkena semperotan api panas.
"Ada apa dengan wanita itu?"
"Ia sedang berada di rumah tuan"
"Apa maksud mu??"
"Nona Jesi kembali ke indonesia"
"Terus..." Jawab tuan Devan acuh tak acuh
"Nona Jesi tinggal di rumah tuan"
"Usir dia, aku jijik melihatnya" perintah tuan Devan,
"Siap Tuan, asalkan bonus ku bertambah" canda seketaris Revan.
"Van, mari kita pulang.." ajak tuan Devan
Sepanjang perjalanan tuan Devan, masih memikirkan ucapan seketaris Revan. Yang mengenai Sanas, dengan usaha keras tuan Devan ingin melupakan ucapan seketaris Revan tadi, tetap saja ucapan itu selalu timbul di fikiran tuan Devan.
"Plakk......." tiba-tiba saja tuan Devan memukul sandaran jok. Untung saja seketaris Revan sedang menunduk kalau tidak bisa benjol tu ke pala seketaris Revan.
"Tuan kenapa?" tanya seketaris Revan terkejut, langsung menghentikan mobil
"Tidak, lajutkan perjalanan." perintah tuan Devan dingin sedingin es batu.
Hanya menghitung menit tuan Devan pun tiba di kediamannya. Tujuan utama tuan Devan mencari keberadaan Sanas. Jesi pun yang melihat kedatangan tuan Devan, langsung menghampiri tuan Devan, bergayut manja. Sedangkan Sanas tidak bergiming dari posisinya.
"Jesi apa-apan kamu!!" bentak tuan Devan.
"Berarti itu bukan Via dong, berarti masih ada waktu ku bersama tuan Devan. Walaupun tak pernah di anggap." batin ku sambil melirik tuan Devan, tapi aku enggan menyapa.
"Sayang apa kamu tidak rindu dengan ku!!" ucap Jesi manja
"Jesi... Jaga sikap mu!!" lagi-lagi tuan Devan membentak mak lampir itu.
"Sayang kamu kenapa sih suka marah-marah tidak jelas" Ucap jesi mengejar tuan Devan yang sudah meninggalkannya.
"Sabar ya mbak" ucap Sanas dengan senyum jahil
"Diam kamu!!!" bentak Jesi
Sedangkan tuan Devan memasuki kamarnya, dengan perasaan tidak karuan. Karena mengiat ucapan seketaris Revan. Tiba-tiba saja tuan Devan mengingat Sanas, dengan cepat tuan Devan mencari Sanas.
"Gadis bodoh......." teriak tuan Devan sambil mencari keberadaan Sanas
"Iya tuan..." jawab ku sambil mendekati tuan Devan
"Dari mana kamu??" tanya tuan Devan dengan nada sedikit meninggi
"Dari sini Tuan" jawab ku asal
""Bodoh...... Kenapa aku panggil susah sekali?"
"Perasaan tuan baru sekali panggil aku" jawab ku,
"Lupakan.... Buatin aku kopi" perintah tuan Devan,
"Iya tuan" ada rasa senang dalan hati ku, ketika tuan Devan meminta ku membuat kan ia secangkir kopi, setidaknya ia sudah tidak jijik lagi dengan tangan ku.
"Ini tuan kopinya" aku pun meletakkan secangkir kopi di atas meja tuan Devan, tuan Devan enggan menjawab justru ia mentapat ku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Aku pun merasa risih di tatap seperti itu, dan akhirnya aku berniat meninggalkan tuan Devan.
"Permisi tuan" ucap ku, ketika aku ingin melangkah justru tuan Devan memanggil ku
"Sanas.."pangil tuan Devan
"Iya tuan, ada apa?" tanya ku bingung dengan sikap tuan Devan, jangan-jangan ke masukan setan baik hati lagi.
"Apakah kamu ada perasaan dengan seketaris Revan?" pertanya tuan Devan, membuat ku semakin bingung.
"Sanasa jawab!!!!" bentak tuan Devan
"Tidak tuan" jawab ku dengan lantang.
"Ada apa tuan bertanya seperti itu?" tanya ku
"Tidak.... pergi sana" usir tuan Devan seenaknya saja. Sedangkan di dalam hati tuan Devan merasa sedikit legah setelah mengetahui bahwa Sanas tak mempunyai rasa dengan seketaris Revan.
Bersambung....
Terimakasih buat para pencinta novel, yang telah berkenan membaca karya author. Jangan lupa like, komen dan votenya ya kak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
🐹@𝚝!! 𝚔 𝙉0𝙥! @π𝙏!𝙠@🐹
lucu jga ceritanya Thor😁
2022-04-08
0
Nova Herlinda
😁😁😁😁😁 ada yg cembukor ni yeeeee
2021-08-11
1
Wiek Soen
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣lucu Thor...bilang benci tp kok kepikiran
2021-08-05
2