Tidak, Kinara takkan mampu lebih lama menatap wajah malaikat berhati iblis itu. Kekhawatiran Vino yang seakan benar-benar nyata membuatnya merasa bak mainan tak berharga. Iya, Vino tetap menjadi kesayangan Broto sebagai menantu yang takkan pernah menjadi mantan.
"Kina? Kau dengar aku?"
Suara itu begitu lembut, bahkan 180 derajat bukan Vino seperti yang ia lihat malam itu. Napas Kinara kiat tercekat, segera ia mematikan ponsel itu secara sepihak.
"Kina? Apa yang kau lakukan, Nak? Vino mengkhawatirkanmu, Sayang."
Hendak marah lantatan Kinara dirasa kurang sopan. Namun, lagi-lagi sang Ayah sadar saat ini putrinya dalam keadaan tak baik. Mungkin karena lelahnya membuat Kinara enggan banyak bicara, pikir Broto.
"A-aku malu, Ayah, mataku sembab dan bibirku juga pucat."
Alasan Kinara terdengar tak masuk akal, sejak dahulu Vino tak pernah mempermasalahkan penampilannya. Bahkan gadis itu kerap berpenampilan seadanya kala menghampiri apartemen Vino untuk sekadar mengantarkan makan siang.
"Ehm, kau yakin hanya itu?" selidik sang Ayah menatap tajam putrinya, gadis manis itu sejenak terdiam tak ada jawaban.
Hatinya berkata untuk mengadu pada sang Ayah, hanya saja keriput di wajah Broto membuat Kinara berpikir 1000 kali. Ia tak ingin kejadian buruk seperti saat Kinan mengakhiri hidupnya terulang pada Broto.
"Iya, Ayah, Kak Vino terlihat mengejekku."
"Hahaha ... putriku bisa saja,"
Bersembunyi di balik senyum keterpaksaan itu adalah cara terbaik Kinara saat ini. Masalah luka dia akan memperbaiki sendiri, takkan ia menyeret lebih banyak orang lagi dalam dukanya.
Saat ini, keluarga yang benar adanya memiliki hubungan pertalian darah hanya ada sang Ayah. Selebihnya, mereka hanya merangkul Kinara di saat butuh. Hidupnya penuh dengan kepura-puraan, begitulah Kinara hidup selama ini.
"Ehm, Gio, apa kau tidak memiliki pekerjaan lain?"
"T-tidak, Ayah," jawab Gio, tentu saja bohong. Sejak kapan pria itu tidak memiliki pekerjaan, bahkan apa yang dikerjakan Vino begitupun yang dikerjakan Gio.
"Sebaiknya kau pulang, Nak, biar Ayah yang menemani Kinara di sini."
Kinara menatap penuh harap Gio tak meninggalkannya, dan tidak akan pernah. Bisa saja Vino nekat kembali menghampiri Kinara saat Gio tak menjaganya.
Gelengan kepala Gio yang mantap sembari mengucapkan tidak akan pergi nembuat Kinara bernapas lega selega-leganya. Ia tahu, Gio takkan pernah ingkar janji terhadap apa yang telah ia ucapkan.
"Baiklah, terima kasih, Gio."
Broto tersenyum hangat seraya menepuk pelan bahu Gio, pria tampan yang kini tersenyum hangat berusaha sebisa mungkin tidak terlihat mencurigakan.
******
Jika saat ini Kinara tengah merasa aman bersama dua orang yang di kasihinya, lain halnya dengan pemilik rumah mewah di salah satu sudut kota yang begitu nyamannya. Lebih tepatnya terlihat nyaman jika di lihat dari sudut pandang orang di luar sana.
Vino, kini hanya termangu menatap sendu layar ponsel yang kini menghitam. Tak ada lagi wajah ayu gadis yang ia sapa dengan senyum hangatnya beberapa saat lalu.
Berulang kali Vino menanti, berharap akan ada panggilan masuk kembali. Entah, mengapa ia justru memilih untuk menunggu, bukan mencoba menghubungi.
Kian lama, harapan yang ia nantikan tak jua datang. Amarah, sesal, benci dan sakit berkecamuk dalam batinnya. Lagi-lagi, perpaduan antara Kinara dan Kinanti membuat kepalanya seakan pecah. Wajah cantik dan sendu keduanya kembali menghiasi pikirannya.
Prank!!
Yes, kali ini televisi yang berjarak 4 meter di depannya menjadi korban amukan Vino, hancur sudah. Ponsel yang sedari tadi ia genggam kini ia lemparkan sekuat tenaga. Perpaduan barang sultan yang luar biasa untuk di hancurkan dalam waktu bersamaan.
"Hays!! Ada apa denganku!!"
Vino beranjak dan mengusap wajahnya kasar, berlalu ke kamar mandi untuk sejenak membasuh wajahnya yang kacau, sangat amat kacau.
Berharap akan sedikit lebih tenang, nyatanya tidak, menatap pantulan wajahnya di kaca membuat Vino semakin serba salah. Matanya kini memerah, rahangnya mengeras dengan tangan terkepal begitu kuatnya.
Tatapan itu kian menajam, manakala bayangannya juga semakin seram. Vino tenggelam sesaat menatap pantulan wajahnya inci demi inci. Bertanya, apa yang tengah terjadi padanya. Titik dimana seseorang bahkan tak mengenali dirinya sendiri, dan itulah yang Vino rasakan saat ini.
KRAK!!
Darah mengalir manakala kaca yang berada di depannya kini retak seribu. Tak ada rasa sakit, sama sekali tidak ia rasakan. Tanpa sadar butiran kristal bening itu tumpah jua, Vino untuk kesekian kalinya menangis, meratap dalam diam dan kesendirian.
Hatinya lemah, Vino membuang napas kasar berkali. Mencoba menenangkan diri dan berlalu pergi. Sudah benda keberapa yang ia hancurkan hari ini.
Vino berjalan lesu, menatap nanar tanpa tau apa yang kini akan ia lakukan. Mengambil satu botol cola dan menikmatinya dengan mata terpejam usai membanting tubuhnya di sofa empuk itu.
"Huft ... aku tak bisa seperti ini terus," ujar Vino kini membuka matanya, manik hazel itu kini menatap pergelangan tangan kirinya.
"Sedang apa dia?" tanya Vino tanpa sadar dan beranjak dari sofa.
Tak peduli dengan penampilannya, kaos oblong putih dan celana jeans hitam yang begitu pas di tubuhnya. Pria itu tetap tampan di segala keadaan, pun saat ia tengah kacau seperti sekarang. Rambut acak-acakan semakin menambah kadar ketampanan pria itu bagi beberapa wanita di luar sana.
Tbc
Vino semangat, abisin barangnya😙 Meja, sofa, ranjang juga masih nunggu. Banting yak🦖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
irma hidayat
yess banting semua gampang beli lagi ya thor
2024-07-16
0
Nanik Kusno
Penyesalan dimulai...
2024-04-24
0
Bzaa
kina... semangat.... ayo bangkit jgn terpuruk... balas semua kekejaman vino
2022-10-09
1