Gio mengatur napas susah payah, hancurnya Kinara membuatnya menyalahkan diri karena merasa gagal sebagai lelaki. Bulir keringat yang kini membasahi wajahnya kian banyak, hingga mengalir di sepanjang lehernya.
"Aaaarrrrrggggghhh!!"
Gio memukul angin, sempat ia melirik patung kecil yang terletak di sudut meja. Niat jahat dan gila itu sempat singgah di otaknya, tapi lagi-lagi itu semua tertahan.
Sementara Vino yang kini bangkit, tersenyum smirk seakan tanpa dosa. Melangkah, mendekati Gio yang kini tengah susah payah menahan dirinya.
"Kenapa? Kau tak mampu kan, Gio?"
Derab langkah yang begitu pelan, pria itu memasukkan tangan di saku celananya. Menyaksikan sang adik yang kini hampir gila karena ulahnya, tak membuat Vino tersayat sedikitpun.
Entahlah, minuman atau faktor kerinduan pada mantan istrinya membuat Vino merasa apa yang ia dapatkan semalam wajar-wajar saja. Iya, bahkan sangat wajar.
"Hahaha ... Gio, bodohnya dirimu, bahkan kau tidak memiliki kesempatan untuk menikmatinya, tapi saat ini kau yang gila memikirkannya? Cih, lucu sekali adikku," ujar Vino tertawa sumbang. Menarik sudut bibir seraya menatap wajah tampan Gio yang tampak hancur.
"Aku tanya padamu, sejak kapan kau menjadi orang baik? Hem?"
"Sejak kapan?!!!" gertak Vino menggelegar, ruangan yang begitu luas dan hanya ada mereka berdua, tentulah suara itu terdengar begitu jelas.
Gio terdiam, benar kata Vino, sejak kapan dia jadi orang baik. Namun, tidak selamanya dia akan menjadi orang yang buruk bukan.
"Wah wah, kakakku ternyata semakin hebat ya? Kau lupa jika kau masih seorang manusia, Vino?!! Lupa?!!"
"Oh tentu saja, lantas kenapa? Bahkan sehelai rambutmu yang merawatnya adalah uangku? Kau lupa?!" Vino tersenyum licik, senjata yang paling ampuh menundukkan Gio adalah masalah finansial.
Gio tertawa sumbang, hanya karena masalah uang Vino membatasi apa yang bisa ia lakukan. Memang, apa yang Gio dengar dari mulut Vino tidak seratus persen salah, semua usaha yang saat ini Gio jalani adalah milik Vino.
"Hahaha, uang, picik kau ya. Kau tidak ingat semua kekayaan yang kini kau miliki adalah milik almarhum papa!! Camkan itu!!"
Mereka tidak sedang memperebutkan harta, hanya saja uang membuat salah satu dari mereka lebih berkuasa. Dan saat ini, harta dan tahta hanyalah milik Vino. Orangtua begitu memanjakan Gio dulu, dan tentu saja membuat anak itu hanya peduli tentang hasil.
Hingga saat sang Papa sekarat Vinolah yang ia pilih untuk meneruskan namanya. Bakat Vino yang memang terlihat sejak belia membuatnya menjadi satu-satunya harapan keluarga.
"Apa masih ada yang perlu kau katakan, Gio?"
"Tentu saja, dan takkan habisnya."
Gio mengusap wajahnya kasar, wajah tenang Vino membuat Gio benar-benar geram. Dimana letak nurani pria itu, apa yang tersemat dalam hatinya hingga tak ada secercah kelembutan dalam diri Vino saat ini.
"Jika tentang gadis ingusan itu, sebaiknya kau pergi, aku lelah dan masih banyak hal yang perlu ku kerjakan."
Rahang Gio mengeras, benar-benar mental pria be jat, bagaimana bisa ia begitu santai setelah melakukan hal gila yang bahkan termasuk tindak pidana.
"What? Katakan sekali lagi,"
"Kau tuli? Ga ... dis ingu ... san!" Vino mempertegas kalimatnya, menekan kata demi kata yang membuatnya lebih terlihat bak psikopat tanpa hati.
PLAK
Tamparan cukup keras mendarat mulus di wajah pria tampan itu. Darah segar kini mengalir di sudut bibir Vino, ia usap dan ia rasakan manisnya. Begitulah percintaanya, manis tapi berdarah.
Tak membalas, Vino memang tidak pernah menyakiti Gio. Sejak kecil ia menjaga Vino bak berlian, dan ia tak mampu berakata jika Gio membencinya karena merenggut apa yang tak seharusnya.
"Aku tau kau tak sejahat itu, pikirkan lagi bagaimana nasibnya. Bagaimanapun, kau sangat mencintai kakaknya."
Gio berucap halus, kini ia sedikit lebih tenang. Menyelesaikan masalah dengan Vino takkan pernah usai jika dengan cara yang demikian.
"Dan kau tau aku takkan sebaik itu, bahkan takkan pernah baik. Berhenti mengajariku, Gio, tidak ada yang berbeda. Kau dan aku, sama saja."
Sejenak keduanya hening, kalimat menusuk yang keluar dari bibir Vino membuat pria itu susah payah menelan salivanya. Lagi-lagi Vino membuatnya patah, kejadian beberapa tahun lalu yang menimpa dirinya tak jauh berbeda. Hanya saja, Vino tak mencampuri urusannya saat itu.
"Vino,"
Langkah Vino tertahan kala Gio memanggilnya, hendak meninggalkannya begitu saja, namun kali ini ada sesuatu yang menahannya.
"Katakan selagi aku masih mengizinkanmu berbicara, Gio."
Tanpa menoleh, Vino hanya menatap nanar tanpa arah. Bukan kosong, melainkan otaknya terlalu banyak yang tengah ia pikirkan.
"Baiklah, aku akui kita sama-sama buruk, dan aku hanya tidak ingin kau menyesali hal yang sama seperti yang dulu aku lakukan." Gio sejenak mengambil napas, perlahan ia kembali mengingat kejadian buruk itu.
"Ingat janjimu pada Kinan, Vino, bukankah kau dulu mengiyakan semua permintaannya?"
Deg
Vino tersentak, mengingat kalimat-kalimat terakhir yang sempat Kinan ucapkan sebelum ia mengambil jalan gila untuk mengakhiri hidupnya beberapa bulan lalu.
Jaga dia, Mas
"Aaaaarrrrrrrgggghhhh!!!"
Prank.
Hancur, vas bunga yang terlampau indah itu kini hancur lebur tak berbentuk. Amarah dan penyesalan karena tak mampu meraih hati Kinan secara baik-baik membuat Vino hampir gila. Sungguh menyakitkan kalimat itu, mengapa harus kembali terngiang saat ini.
"Pergi kau, Gio," perintah Vino sembari melangkah kedalam kamar.
Tbc
Vino : 🦖
Gio : 🦕
Buhahahah😭 Authornya ngakak bikin part ini, Dinosaurus lagi gelut, minggir klean😙
Sehat selalu untuk kalian💜🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Budiarti
diawal cerita sdh sedih seperti ini, memilukan banget/Sob/
2025-02-14
0
lucky gril
mak kayaknya ada yg kelewat teenyanya,dan bingung vino...gio...siapa mereka 😥
2024-07-24
0
Ma Malikha
masih bingung niih anak bawang
2024-06-06
0