Kini mobil Gio telah sampai di depan rumah bertingkat milik keluarga Kinara. Ia mematikan mesin mobil itu. Matanya tertuju pada seorang gadis yang tengah terpejam di sampingnya.
Gio menatap sendu, mengamati dan meneliti inci demi inci wajah cantik milik gadis berusia remaja itu. Gadis itu terlelap, namun wajahnya terlihat begitu lelah. Raut kesedihan terlukis jelas di sana.
"Ki–"
Gio mengurungkan niatnya untuk membangunkan Peri Mungilnya. Tak tega rasanya ia mengganggu tidur Peri Mungil itu.
Ia merengkuh tubuh mungil Kinara ke dalam gendongannya, menyandarkan kepala gadis itu ke dadanya yang bidang.
Brek
Pintu mobil itu tertutup pelan, tak ingin Kinara terbangun oleh aktivitasnya. Ia berjalan masuk. Tak ada wajah berseri di wajah tampan itu. Tatapan matanya datar dan dingin menusuk.
"Kinara!" seru Sang Ayah yang semalaman menunggu kehadiran putrinya. Semburat kekhawatiran itu terlihat jelas di wajah pria paruh baya itu.
"Putriku kenapa Gio?"
"Dia hanya tertidur Ayah. Semalam ia demam. Dia hanya butuh istirahat, Yah."
"Bawa dia ke kamar Gio."
Gio membawa Kinara ke kamar. Ia membaringkan tubuh mungil gadis itu di ranjang dengan lembut seperti berlian yang harus ia jaga. Begitu lembut ia menyibakkan rambut yang sedikit menutup wajah itu. Duduk di tepi ranjang menjadi pilihannya.
"Berlian yang cantik."
"Tapi aku gagal, aku gagal menjaga Peri mungilku."
Gio bergumam dalam hati sembari menatap wajah berparas cantik di depannya.
"Kenapa kamu yang mengantarnya pulang? Kemana Vino?" tanya sang Ayah yang telah berada tepat di belakang Gio. Ayah sang gadis membuyarkan tatapan Gio pada Kina.
Gio bergeming sesaat. Nama itu membuatnya menggeram dalam hati. Ia menahan amarah itu mati–matian agar tak meledak saat itu juga. Diam–diam ia menarik nafas dalam, untuk mengurangi amarah, bagaikan bom yang siap meledak kapan saja.
"Kak Vino sudah pergi ke kantor, Yah. Dia meminta Gio untuk mengantar Kinara," jawabnya setenang mungkin
Sang Ayah mengangguk mengerti. Ia turut menatap tubuh mungil yang terbaring itu. Ada rasa aneh yang terselip di dalam hatinya. Ada sesuatu yang janggal yang tak ia mengerti.
"Ah mungkin perasaanku saja." Sang Ayah berusaha menepis rasa aneh yang menjalar dalam benaknya.
Gio bangkit berdiri. "Yah, Gio pamit."
Gio mencium punggung tangan ayah Kinara. Sang Ayah mengangguk. Dia menepuk pelan bahu kekar itu.
"Gio!"
Langkah Gio terhenti. Panggilan sang Ayah membuatnya urung untuk meninggalkan tempat itu.
"Iya, Yah?"
"Boleh Ayah minta tolong?"
"Apa, Yah?"
"Jaga Kina untuk hari ini. Ayah tak bisa membatalkan meeting dengan client Ayah." Hati seorang ayah tak ingin meninggalkan putrinya dalam keadaan tak sehat seperti itu sendirian.
Tanpa berpikir lama, Gio mengiyakan permintaan ayah Kinara. Ia ingin memastikan keadaan Kinara baik–baik saja, walau ia tahu, Kinara tak baik–baik saja.
"Terimakasih Gio," ucap sang Ayah sebelum benar–benar meninggalkan dua insan bersaudara namun tak sedarah itu.
""""""""
"Bundaaaaa …. Bundaaa …."
Gumanan kecil itu terlontar dari bibir pucat gadis yang tengah terpejam. Berulang kali julukan nama itu terucap lirih.
Kepala Kinara bergerak gelisah. Semakin lama tubuh Kinara telah basah oleh keringat dingin yang membanjiri tubuhnya.
Sementara itu, Gio melepas beban dalam tubuhnya yang sedari tadi meminta untuk di lepaskan di kamar mandi.
"Lega," gumamnya. Ia merapikan pakaian yag ia kenakan. Tak lupa ia mencuci bersih tangannya.
"Arrrggghhhh …. Pergi!!! Pergi!!! Lepaskan aku Kak, Kina mohon, lepaskan Kinara!"
"Kina!"
Secepat kilat Gio berlari menghampiri Kinara. Bahkan ia tak peduli dengan pintu kamar mandi yang ia tutup keras–keras.
Dia duduk di tepi ranjang. Kekhawatiran memenuhi di setiap rongga tubuhnya.
"Kina! Bangun Kinara! Bangun!"
Berulang kali Gio memanggil nama Kinara. Gio menepuk nepuk pipi Kinara. Begitu keras usahanya untuk membangunkan Kinara dari mimpi buruk yang membelenggu gadis mungil itu. Peluh telah membanjiri wajah Kinara. Cairan bening tak berhenti menetes dari sumbernya.
Gio mengguncang tubuh Kinara.
Kinara bangun dari tidurnya. Ia meringkuk, membenamkan wajahnya dalam dekapan kedua lututnya. Ia terisak dalam diam. Gio menarik Kinara dan membawa gadis mungil itu ke dalam dekapan hangatnya. Dekapan yang bahkan tak mampu meringankan beban berat peri mungil kesayangannya.
"Ya Allah …" sebut Kinara dalam hati.
"Bunda, bawa Kinara bersamamu, Bun. Sakit sekali Bunda … Sakit … Kinara takut Bunda …"
Sesak yang kembali menghantam hebat, tak bisa ia tepiskan dari dadanya. Berulang kali Gio menggumamkan kata maaf yang hanya dijawab dengan isakan tangis yang semakin hebat.
Kejadian tak diinginkan semalam, membelenggu Kinara dalam mimpi singkat namun terasa tak berkesudahan. Sulit sekali untuknya bangun dari mimpi buruk itu. Namun apa daya. Mimpi buruk itu tak hanya menahannya dalam lelap, namun juga nyata dalam sadarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Nanik Kusno
Menyesal selalu di belakang.... tp Kinara sendiri yg mendekat ke bahaya
2024-04-24
0
Puji Hartati Soetarno
apa cuma aku yg bahkan sebel sama kina..
dia udah 17th harus nya paham dong,,vino cuma mantan kakak ipar,ngapain malam2 ke apartemen nya SENDIRIAN,,
harusnya tahu resikonya lah...
apalagi dia tau sikap vino selama ini tempramental...
2024-03-06
1
Muajidah Firdausi
Iya aneh sih. udah mantan kk ipar jg ngapain repot2 dibuatin makanan
2022-10-11
2