Episode 3 Memantapkan Hati

Setelah makan siang, Bumi, tante Anggun dan om Surya sudah pulang. Lelah rasanya tapi bukan lelah secara fisik. Aku lelah dengan pikiranku sendiri. Kalau harus menuruti egoku harusnya aku senang, harusnya aku bahagia. Tapi tidak, aku tidak merasakan itu. Aku malah merasa hampa. Tentang dia yang selalu bersemayam di hatiku, tentang perjodohan ini hanya membuatku gundah. Andai saja di hatinya tak ada wanita lain. Andai saja dengan perjodohan ini tidak ada yang akan tersakiti mungkin aku bisa bahagia. Mungkin aku hanya akan berusaha membuatnya mencintaiku.

Seperti memakan buah simalakama. Jika aku menolak bagaimana dengan kesehatan tante Anggun. Jika aku menerima apakah Bumi akan bahagia bersamaku?

Huuft, entahlah. Aku lelah dengan pikiranku sendiri.

"Lagi mikirin apa sih? Ayah liat kamu diam aja sejak ketemu keluarga tante Anggun." Ayah tiba-tiba duduk disampingku yang tengah duduk di teras belakang.

Aku sedikit tersentak. "Nggak apa-apa yah. Hanya lagi ada yg dipikirin aja." ucapku tak sepenuhnya berbohong.

"Karena perjodohan kamu dengan Bumi?" Ayah menatapku tapi aku tak sanggup menatapnya. Karna apa yang aku alami di masa lalu dengan Bumi tidak pernah aku ceritakan pada siapapun kecuali sahabatku, Rani. Teman SMA ku dulu.

"Sebenarnya, tadi Bumi bilang kalau dia punya pacar yah." Aku menarik napas. "Sasa tadi berniat membatalkan perjodohan ini, tapi Bumi melarang Sasa, demi tante Anggun." Aku melanjutkan. Sasa adalah panggilan kesayangan ayah dan bunda untukku.

"Terus kamu sendiri setuju atau enggak dengan perjodohan ini?" Ayah bertanya lagi.

"Entahlah, yah." Jawabku singkat.

"Saran bunda ikuti aja, Sa. Kasihan tante Anggun. Beberapa kali tante Anggun keluar-masuk rumah sakit karna penyakit jantungnya." Tiba-tiba Bunda sudah ada di samping ayah. Mungkin beliau mendengar pembicaraan kami.

"Bunda menyetujui perjodohan ini juga karna hal itu, Sa. Memang dulu awalnya saat kami muda kami merencanakan perjodohan pada anak-anak kami nantinya. Tapi semakin kesini bunda pikir kamu bisa cari jodoh sendiri. Dan setelah bunda mendengar keadaan tante Anggun dan tante Anggun ingin mewujudkan keinginan kami saat itu, akhirnya bunda menyetujuinya. Bunda nggak ingin kehilangan sahabat seperti tante Anggun, Sa."

"Tapi Bumi udah punya pacar, Bun." Kataku.

"Terus tadi Bumi ngomong apa sama kamu tentang pacarnya?" Tanya Bunda.

"Dia bilang nggak ada pilihan lain selain menuruti kemauan tante Anggun." Jawabku sesuai apa yg Bumi ucapkan padaku.

"Ya sudah berarti nggak ada yang harus kamu khawatirkan kan?" Jawab bunda dengan entengnya. "Mungkin jodoh Bumi adalah kamu sayang."

"Bunda, nggak tanya apa aku bahagia atau enggak dengan perjodohan ini?" Tanyaku pada Bunda. Karna jujur saja bukan bahagia yang aku rasakan tapi sebuah kebimbangan.

"Bunda tahu kamu pasti bahagia dengan lelaki sebaik Bumi. Bunda sudah beberapa kali bertemu dengannya, bunda nggak mungkin salah menilai. Bumi adalah laki-laki yang baik. " Setelah itu Bunda dan ayah berlalu meninggalkanku masuk ke dalam rumah.

Jodoh memang yang menentukan Tuhan. Sekeras apapun menolak kalau memang jodoh ya akan tetap jodoh. Sekuat apapun mempertahankan kalau memang bukan jodoh, tetap akan pergi.

Jadi apakah aku harus benar-benar memantapkan hati untuk menerima perjodohan ini. Apapun resikonya. Bukan aku menolak Bumi sebagai jodohku, justru aku sangat berharap dialah jodohku. Tapi ada beberapa hal yg membuatku bimbang.

*****

Hari ini di butik lumayan ramai. Aku dibantu dua karyawanku melayani pembeli yang rata-rata memang pelanggan lama. Karna kualitas butik kami tidak diragukan lagi dengan harga yang bisa dijangkau banyak kalangan. Rata-rata design pakaian yang kami jual adalah designku dan design bunda. Walaupun aku dan bunda tidak pernah sekolah khusus fashion tapi kami sangat mencintai bidang ini. Semua pakaian yang kami jual di jahit khusus oleh penjahit-penjahit terbaik sehingga kualitas produk kami pun selalu yang terbaik. Designnya selalu update dari waktu ke waktu. Yang sudah pernah belanja di butik kami pasti tidak akan ragu untuk kembali lagi.

Tepat pukul sebelas siang butik mulai lengang, mungkin karna sudah hampir jam makan siang. Aku meminta karyawanku yang menghandle jika masih ada pelanggan. Aku masuk ke ruanganku mengambil tas dan kunci mobil untuk pergi makan siang.

"Bumi?" Saat aku hendak keluar dari butik aku melihat Bumi ada di butikku.

"Hai, Sa." Dia tersenyum sambil melambaikan tangan padaku. "Kamu mau keluar?" Tanyanya.

"Iya, aku mau pergi makan siang mumpung butik lagi nggak banyak pelanggan." Terangku. "Ada yang bisa aku bantu?" Tanyaku. Karna aku sedikit heran dengan maksud kedatangan Bumi ke butikku. Ah, mungkin ingin membelikan pakaian untuk pacarnya. Iya benar, memang apa lagi maksud kedatangannya kalau bukan itu. Pikirku.

"Sebenarnya aku sudah bicara pada gadis pilihanku tentang perjodohan kita." Aku terkejut dengan apa yang disampaikan Bumi. Secepat itu dia menyampaikan perihal perjodohan kami. Jadi dia serius menerima perjodohan kami? Apa saat ini Bumi baik-baik saja? Tatapannya sendu, mungkin dia sangat bersedih. Ah, maafkan orang tua kita yg tiba-tiba menjodohkan kita dan memisahkanmu dengan wanita pilihanmu.

"Lalu bagaimana dengannya? Apa yang dia katakan?" Tanyaku yang juga penasaran. "Lebih baik kita keruanganku saja. Akan lebih leluasa bicara disana." Ajakku. Setelah itu Bumi mengikuti masuk keruanganku.

"Dian ingin bertemu denganmu." Ucap Bumi saat kami sudah ada di kantorku.

Jadi nama pacarnya Dian?

Untuk apa dia ingin bertemu denganku?

"Kenapa dia ingin bertemu denganku?" Tanyaku.

"Entahlah, tapi aku tak mengijinkannya." Jelas Bumi.

"Kenapa kamu tidak mengijinkan kami bertemu?" Tanyaku.

"Aku tak ingin ada konflik diantara kalian." Jelas Bumi. "Lagi pula aku dengannya mungkin tak berjodoh."

Aku hanya Diam. Terlihat jelas kesedihan itu diwajahnya. Dia menundukkan wajahnya.

"Kamu baik-baik aja, Bum? " Tanyaku. Sedih melihatnya seperti ini.

Bumi menganggukan kepalanya. "Aku baik-baik saja. Aku hanya harus menerima takdir." Bumi ternyata sangat bijak. Beruntungnya kamu Dian telah mendapatkan hatinya.

"Dia teman kuliahku di kedokteran, kami sama-sama seorang dokter dan bekerja dirumah sakit yang sama. Tahun lalu aku melamarnya, tapi saat itu dia bilang belum siap. Di tahun berikutnya dia akan siap aku lamar. Tapi ternyata kami tidak berjodoh."

Ya Tuhan, berdosakah aku yang akhirnya menjadi pemisah diantara mereka? Walaupun memang aku sangat ingin Bumi menjadi jodohku. Tapi aku pun tak ingin merusak kebahagiaannya. Melihat ekspresi wajahnya saat ini, akupun merasa sedih.

"Apakah akhirnya kita benar-benar akan menerima perjodohan ini?" Aku membuka suara setelah kami diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.

Bumi menatapku. "Iya, aku menerimanya dan aku akan belajar mencintaimu juga, Danisa. Begitupun kamu, belajarlah mencintaiku."

Aku sudah mencintaimu sejak dulu, Bumi Biru Pradipta. Batinku.

Setelah pembicaraan kami, Bumi pamit kembali kerumah sakit karna dia bilang ada pasien gawat darurat yang harus ditangani. Kebetulan rumah sakit Pelita Harapan tempatnya bekerja tidak terlalu jauh dari Butikku. Sekitar 30 menit perjalanan. Aku menawarinya makan siang bersamaku tapi dia bilang tak akan sempat. Dia akan makan siang di kantin rumah sakit setelah menangani pasiennnya. Akhirnya aku tidak jadi pergi untuk makan siang. Aku memesan makanan melalui aplikasi. Selang beberapa saat makan siangku pun tiba.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!