Ciiiiiiiiitttttt!
Suara decitan ban motor yang beradu dengan aspal jalan.
Amartha sudah pasrah apapun yang terjadi. Mereka sudah dikepung sekarang. Amartha dan Vira turun dari motornya.
"Serahkan kunci motor dan tas kalian!" teriak seorang pria yang berjalan ke arah mereka dengan menodongkan senjata tajam kepada Amartha dan juga Vira. Amartha yang tidak bergeming mengundang kemarahan pria itu.
Tiba- tiba saja pria itu dengan cepat menghujamkan senjatanya kepada Amartha. Amartha yang melihat itu sontak menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Aaaaaaaaaaaaaaa!" teriak gadis itu.
Amartha berteriak begitu juga dengan Vira yang spontan menutup matanya dengan kedua tangan yang bergetar. Tapi setelah beberapa saat, Amartha tidak merasakan sakit apapun akibat sayatan benda itu ditubuhnya.
Apakah aku sudah mati? Apakah mati semudah itu?
"Awwwh!" suara seorang pria menahan sakit.
Amartha lantas membuka matanya. Ada sosok lelaki yang memunggunginya. Lelaki itu menjadi tameng untuk Amartha. Lelaki itu memegang lengan kirinya yang berdarah. Lelaki itu sekilas menengok ke arah Amartha. Sebelum akhirnya dia kembali ditusuk di tangan yang sama.
"Mas Kenan!" pekik Amartha ketakutan.
Para preman itu menyerang Kenan. Beberapa kali Kenan berusaha menghindar dari serangan pria yang membawa belati. Geram karena usaha merampas motor gadis itu gagal, beberapa preman lantas menyerang Kenan dengan masing masing membawa senjata tajam. Salah seorang dari mereka memegangi tangan Kenan dari belakang dan yang lainnya menendang, meninju lelaki itu hingga tersungkur. Beberapa kali wajahnya terkena pukulan. Darah mengalir dari sudut bibirnya. Ketika salah satu diantara mereka akan menusukkan pisau ke perut Kenan, tiba- tiba suara sirine mobil polisi terdengar. Semakin lama suara sirine itu semakin jelas.
"Sial**! ayo pergi!" ucap seorang pria yang membawa parang. Mereka lantas kabur ketika mobil polisi yang mulai terlihat dari kejauhan.
"Mas? Mas Kenan? sadar, Mas!" Amartha langsung meraih tubuh Kenan yang sudah ambruk. Dia memangku kepala lelaki itu. Beberapa memar terlihat jelas di wajahnya. Air mata seakan tak mau berhenti mengalir dari manik gadis itu.
"Ma-maafin a-aku, Ta..." ucap Kenan terbata-bata menahan sakit.
Darah segar mengalir dari lengannya yang tersayat. Lukanya sepertinya cukup dalam. Entah bagaimana jadinya jika Kenan tak bergerak cepat. Mungkin Wajah Amartha yang akan rusak.
"Iya mas, iya iya aku maafin, Mas Kenan bertahan ya? sebentar lagi kita akan ke rumah sakit," kata Amartha dengan tangisan pilu memecah keheningan malam itu.
Sedangkan Vira mengambil syal yang ada di tasnya. Dia mengikatkan syal itu di lengan Kenan untuk menghentikan perdarahan.
"Arrrrgh!" Kenan memekik kesakitan saat Vira mengikat lengannya.
Pandangan mata Kenan mulai kabur dan ia tak kuasa untuk membuka matanya. Semuanya menjadi gelap.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kenan membuka matanya perlahan. Matanya mencoba beradaptasi dengan cahaya di ruangan itu.
"Awwwh!" pekik Kenan yang kini baru saja sadar.
Dia merasakan nyeri di sekujur tubuhnya. Bagaimana tidak, dia bagaikan samsak, pukulan demi pukulan mendarat di tubuhnya tanpa ampun.
Lelaki ini mengedarkan pandangannya. Dia berada di ruangan bernuansa krem dan bau khas obat. Dilihatnya Amartha tertidur di kursi di samping tempat tidurnya saat ini. Gadis itu
tertidur dengan menelungkupkan kepalanya di samping ranjang pasien.
Tangan Kanannya terpasang selang infus sedangkan tangan kirinya terdapat balutan. Kenan mendapat beberapa jahitan di lengan kirinya. Ingin rasanya mengelus lembut kepala gadis itu.
"Aww!" pekik Kenan saat dirinya mencoba untuk duduk.
Amartha kaget mendengar suara Kenan. Gadis cantik itu segera bangun. Matanya membulat sempurna ketika melihat Kenan sudah sadar. Terlihat mata yang sembab di wajah gadis itu. Ada noda darah di baju yang dia pakai.
"Mas? Mas Kenan ... Mas Kenan udah sadar?syukurlah ... jangan banyak bergerak, Mas..." ucap Amartha sambil membenarkan posiai berbaring Kenan. Lalu duduk kembali di kursi yang berada di samping kiri ranjang itu.
"Iya ... makasih ya kamu udah bawa aku kesini, Arghh!" Ucap Kenan menahan nyeri saat tangan kirinya bergerak sedikit.
"Sakit ya, Mas? aku panggilkan perawat, ya?" Amartha menatap lelaki itu khawatir.
"Nggak apa - apa,Ta ... cuma sakit sedikit, maaf, aku ganggu tidur kamu ya, Ta?" Kenan berusaha tersenyum kepada gadis cantik di depannya.
"Nggak sama sekali, Mas..." ucap Amartha sembari memandang wajah lelaki itu yang terdapat beberapa memar disana dengan sudut bibirnya yang terluka. Amartha tidak tega melihat Kenan yang babak belur akibat menolongnya.
"Ini jam berapa,Ta?" tanya Kenan memecah keheningan.
"Ehm, ini hampir jam 4 subuh, Mas..." Amartha terhenyak dari lamunannya.
"Aku haus,Ta..." ucapnya lembut kepada gadis itu.
"Sebentar, aku ambilkan minum," Amartha mengambil air mineral yang disediakan si ruangan itu. Amartha menaruh sebuah sedotan untuk memudahkan Kenan untuk meminumnya. Amartha mendekatkan sedotan itu ke bibir Kenan. Lelaki itu segera meminumnya mengusir rasa kering di tenggorokannya.
"Maafin Amartha ya, Mas ... karena nolongin aku, Mas Kenan malah jadi kayak gini..." kata Amartha sambil menaruh lagi, botol air mineral yang sudah diminum Kenan tadi di atas meja. Air mata meluncur deras dari manik gadis itu.
"Nggak apa- apa, aku lebih takut jika kamu yang terkena belati itu, udah ... jangan nangis, aku bakalan cepet sembuh kok," Ucap kenan lembut.
"Tapi, kenapa mas bisa ada disitu? kenapa mas bisa nolongin aku?" tanya Amartha sembari mengusap jejak air mata di pipinya.
"Oh, itu ... aku memang sengaja mengikuti kamu, Ta ... perasaanku udah nggak enak sejak kamu keluar dari parkiran mall itu." jelas Kenan.
"Tapi setelah mas pingsan ada polisi yang datang mas ... padahal aku nggak telfon polisi " ucap Amartha menatap Kenan dengan wajah bingung.
"Dan polisi juga yang membantu aku membawa kamu ke rumah sakit," lanjut gadis itu.
"Polisi? itu aku yang telfon waktu kamu mulai dikejar preman - preman itu, saat kamu dikepung oleh mereka aku langsung turun dari mobil, dan ya ... belati itu mendarat enak di lenganku, hahaha..." Kenan mencoba menjelaskan dengan diiringi tawa kecil.
"Ih apaan si ... mendarat enak!" Amartha menepuk pelan lengan kiri lelaki itu.
"Awwww!!" Kenan meringis kesakitan ketika lengannya di tepuk Amartha.
"Eh, sakit ya? sengaja! eh ... maksudku nggak sengaja..." kata Amartha sedikit bercanda.
"Ngomong- ngomong teman kamu dimana? kok nggak ada disini?" tanya Kenan sambil mencari sosok gadis dengan rambut sebahu yang beboncengan dengan Amartha malam itu.
"Dia pulang ke kosan, Mas ... dikawal tuh ama pak polisi, mana ganteng lagi..." ucap Amartha mencoba bercanda.
"Apa? ganteng?!" Kenan menatap tak suka kepada Amartha yang menyebut lelaki lain 'ganteng'.
Amartha hanya mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V. Gadis itu tersenyum tipis.
"Amartha..." Kenan memanggil nama gadis yang selama ini ada di hatinya. Dia menatap Amartha dengan tatapan yang lembut.
"Iya..." Sahut Amartha yang juga menatap
lelaki itu.
"Ehmm, aku ... aku minta maaf, Amartha..." icap Kenan dengan tatapan yang berubah menjadi sendu.
"Iya, Mas ... aku udah maafin, kita nggak usah bahas itu dulu, ya?"
"Nggak Amartha! aku akan jelasin semuanya sekarang, aku mau kesalah pahaman ini segera berakhir, sudah saatnya kamu tahu, dan aku pun sangat tersiksa dengan ini semua..." ucap Kenan.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 318 Episodes
Comments
Azalea Putri
semangat kakak'
2021-12-23
0
Vina Eerrrrr
Duh, kl keadaan genting jd ap yg g bs mndadak bs ya
2021-09-08
0
Andrea
Ternyata Mas Kenan yg nyelmetin Amarta y
2021-09-07
0