"Kenalkan namaku Satya Ganendra, panggil aja Satya, atau panggil sayang juga boleh, eh.." Lelaki itu mengulurkan tangannya sambil tertawa kecil. Sementara Amartha menatapnya datar.
Nggak lucu!
"Ini tangan nggak disambut? pegel nih lama-lama..." ucap Satya yang masih mengulurkan tangannya.
"Ada yang bilang banyak teman banyak rezeki loh..." sambung Satya. Amartha memutar malas bola matanya. lalu ia menyambut uluran tangan Satya.
"Amartha Dina," ucap gadis itu singkat.
Satya tersenyum manis saat si gadis cantik menyambut uluran tangannya, walaupun hanya sepersekian detik.
"Kenapa liat-liat?" tanya Amartha
"Nggak, aku cuma lagi liat jendela, tuh jendelanya bagus...." Satya menunjuk ke arah jendela.
"Jangan GR, Nona..." Satya terkekeh melihat tampang kesal Amartha.
" Rese!" gumam Amartha.
"Kebetulan telingaku masih tergolong normal, aku denger loh, kamu ngomong apa tadi," Satya memasang muka menyelidik.
"Ih nggak jelas!" Amartha memutar bola matanya jengah.
"Jadi, kamu kuliah atau kerja? kamu belum jawab pertanyaanku tadi," Satya mengulang pertanyaannya.
"Nggak perlu tahu!" sahut Amartha dingin.
"Hahahhahahaha..." Satya tertawa mendengar jawaban si gadis jutek.
"Ih malah ketawa, nggak ada yang lucu!" dengus Amartha kesal.
"Kamu yang lucu! hahahaha," Satya kembali tertawa.
"Sarap nih orang." Amartha bergumam nyaris tak terdengar.
Amartha terlalu malas meladeni pertanyaan dari lelaki yang disampingnya itu. Lebih baik Amartha memejamkan matanya. Awalnya untuk menghindari lelaki yang disampingnya itu. Tanpa disadari ia malah benar- benar tertidur.
Satya memandangi wajah Amartha yang cantik, walaupun tidurnya mangap dikit. Ehek!
Satya merogoh ponselnya dan cekrek. Dia berhasil mengabadikan moment si cantik tidur mangap. Satya menutup mulutnya dengan punggung tangannya menahan tawa.
Entah mengapa sikap dingin gadis itu malah membuat Satya tertarik. Selama ini belum ada perempuan yang berani mengabaikannya. Dengan struktur wajah yang sempurna itu, mudah baginya memikat kaum hawa.
Semakin dilihat wajahnya semakin cantik saja. Tapi, Satya merasakan ada yang lain pada gadis itu. Gadis itu seperti membangun benteng pertahanan yang sangat kokoh. Agar tak seorang pun bisa melewatinya.
Amartha masih tidur, bahkan sepertinya semakin lelap saja. Namun, sesekali dia nampak gelisah. Seperti menyiratkan sebuah kesedihan. Satya tak bosan memandangi wajah itu.
Tiba- tiba Amartha bergerak dan menyandarkan kepalanya di bahu Satya. Satya kaget tentunya. Dia mencoba mendorong kepala itu pelan- pelan ke posisi semula. Tapi lagi- lagi Amartha menyenderkan kepalanya di bahu Satya. Satya yang tidak tega mengusik tidur Amartha hanya membiarkan gadis itu tetap berada di posisinya sekarang ini.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Amartha merasakan laju kereta berhenti. Dan mulai terdengar hingar bingar orang yang mulai berjalan di dalam gerbong. Amartha mengerjapkan matanya mencoba beradaptasi dengan cahaya lampu. Amartha kaget mendapati dirinya tengah bersandar di bahu Satya. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Amartha merutuki dirinya. Bodoh!
Amartha memejamkan matanya dan mulai bergerak dengan gerakan sangat hati- hati. Akhirnya ia berhasil ke posisi duduk yang seharusnya. Dilihatnya mata Satya terpejam. Fiuh...!
"Untung saja..." gumam Amartha.
Amartha memastikan kembali apakah Satya benar- benar masih tidur atau tidak. Dia melambai- lambaikan tangannya di depan wajah lelaki tampan itu.
Amartha menghela nafas lega saat melihat tidak ada tanda- tanda pergerakan dari Satya. Dia mencoba bersikap biasa dan mulai merapikan rambutnya dan bersiap untuk berdiri.
Tinggal aja lah, palingan nanti dibangunin sama petugas kereta.
Kemudian, Amartha meraih tasnya dan berdiri. Ia melangkahkan kakinya melewati kaki Satya. Ketika Amartha akan berjalan, tiba-tiba tangannya di cekal oleh lelaki tampan itu.
"Belum bilang terima kasih udah main pergi ajah?!" ucap Satya tiba-tiba sedangkan matanya masih terpejam.
"Nglindur nih orang..." Amartha berusaha melepaskan tangan Satya.
"Siapa bilang?" Satya membuka matanya.
Amartha gugup bukan main. Dia tidak harus berbuat apa. Dia tidak berani menatap Satya. Sedangkan Satya malah menatap Amartha lekat- lekat.
"Mbak permisi! tolong jangan berdiri di jalan!" ucap salah seorang penumpang yang akan lewat.
"Mbak! mau jalan, nggak? kalau nggak minggir, dulu!" teriak penumpang lain dari arah belakang.
Amartha segera menarik tangannya dari cekalan tangan Satya. Amartha segera meninggalkan gerbong itu dengan terburu-buru . Sementara Satya tersenyum tipis melihat tingkah gadis itu.
Setelah turun dari kereta, Amartha merogoh sakunya mengecek ponselnya dan terlihat ada beberapa chat B*m di ponselnya. Ponsel yang keypadnya 'qwerty' yang kebetulan lagi nge tren banget jaman itu dan ada aplikasi chatnya juga untuk sesama pengguna ponsel merk B**ck B***y. Amartha membeli ponsel itu dari hasil tabungannya selama 2 tahun terakhir.
Amartha berhenti di depan pintu keluar dan membaca chat dari Vira. Vira sekarang sudah menunggunya di Parkiran motor sebelah timur. Amartha bergegas menuju tempat itu.
Tanpa ia sadari ada sepasang mata yang mengawasinya.
"Lama banget sih, Ta?" keluh Vira yang sudah melipat tangannya di depan dada.
"Sorry, tadi rame banget gerbongnya, jalannya jadi ngantri dah," jawab Amartha berbohong.
"Yuk, udah malem! helmku tolong, Vir!" Amartha menengadahkan tangannya.
"Amartha, badanku nggak enak banget ini, aku sakit lambung kayaknya..." ucap Vira sembari menyerahkan helm pada sahabatnya.
"Terus?" Amartha mengernyitkan dahinya.
"Terus, aku nggak bisa nyetir" Vira sambil memegangi perut yang sesekali terasa nyeri di bagian ulu hatinya.
"Terus...?" Tanya Amartha kembali.
"Ya kamu yang nyetir ya, Ta" Vira memohon.
"Allahu Akbar?! Ya Ampun Vira, kamu tau sendiri kan, aku nggak bisa nyetir motor!" Amartha memandang serius pada Vira.
"Ini matic, Ta ... gampang! tinggal gas rem ajah," kata Vira seraya menunjuk motornya.
"Ya ampun ngomongnya enak banget!" Amartha berdecak kesal.
"Ayolah,Ta ... aku ajarin deh 10 menit," Vira bernegosiasi, berharap Amartha mau menuruti keinginannya.
"Gila ya ngajarin 10 menit?!" Amartha berdecak kesal.
"Katanya dulu kamu pernah belajar nyetir motor, kan?" Vira mengingat-ingat dulu Amartha pernah bilang kalau dia pernah belajar mengendarai motor.
"Ya ampun itu dulu banget, Vira! waktu aku SMA, itu juga colong-colongan belajarnya! lagian bukan pake motor matic kayak gini," Amartha tak habis pikir dengan permintaan konyol Vira.
"Sama aja kok,Ta ... aku yakin kamu bisa! tinggal ngelancarin ajah, lagian jalannya kan lurusan ajah," Vira mencoba merayu Amartha.
"Lurusan? disana tuh banyak tanjakan, Vira!" Amartha kesal bukan main, ada saja yang diucapkan sahabatnya itu guna memaksa dirinya nyetir motor.
"Ya elah nanjak gitu doang,Ta..." Vira menimpali.
Amartha berpikir sejenak. Dia tidak cukup berani untuk melakukan itu. Apalagi sekarang hari sudah gelap. Tapi, makhluk yang dia sebut sahabat itu terus saja memaksanya.
Akhirnya, mau tak mau Amartha menuruti keinginan Vira yang ajaib itu. Kini mereka di sebuah tempat peribadatan yang mempunyai area parkir lumayan luas.
"Ayok, kamu pasti bisa, Ta..." Vira mengembangkan senyumnya.
"Diem cendol?! lagi nyobain dulu ini! Ya Allah selamatkanlah hambamu ini..." Amartha mulai menyalakan motor itu.
"Kamu pasti bisa! ini gas nya, terus ini remnya, kamu jalan lurus aja pelan-pelan ... nanti sampe pohon itu kamu muter, balik lagi kesini, " titah Vira.
Amartha tak menimpali perkataan Vira. Dia hanya fokus dengan motor itu saat ini. Tanpa mereka sadari, Satya memperhatikan tingkah keduanya dari mobil J**z putih miliknya.
Satya hanya terkekeh melihat Amartha yang sedang belajar naik motor. Dia bahkan tertawa saat melihat tampang kesal Amartha dengan mulut yang sesekali mengumpat kepada gadis yang bersamanya itu. Walaupun hanya menebak dari gerakan bibir dan ekspresi wajahnya, Satya yakin banyak kalimat makian yang keluar dari sana.
"Udah malam kayak gini malah ditempat sepi kayak gitu! nggak bisa dibiarin," gumam Satya.
Satya memakai masker dan melajukan mobilnya mendekati dua gadis itu. Dia menekan klakson yang spontan membuat kedua gadis itu kaget. Satya menurunkan kaca mobilnya setengah.
"Kalau mau belajar motor jangan disini, Mbak! bahaya!" Satya meninggikan suaranya berharap mereka berdua mendengar suaranya.
"Iya, Pak!" jawab Vira.
"Ayo kita pergi, Ta! Kamu yang nyetir" Lanjut Vira sambil bersiap memakai helmnya. Amartha hanya berdecak tak suka.
...----------------...
Jangan ragu buat klik tombol likenya ya.....
Kirim bunga dan hati juga boleh....Yuuuukkk Mariii.......❤❤❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 318 Episodes
Comments
🎯™ Zie ⍣⃝కꫝ 🎸
satya penasaran ya sana amartha
2022-03-29
1
🦈Bung𝖆ᵇᵃˢᵉ
up
2022-01-10
0
🎯𝐀𝐥𝐆𝐡𝐨𝐳𝐢
done
2021-12-23
1