Ruangan ini, seharusnya ruangan ini terasa sejuk dan mungkin mengalirkan hawa dingin yang menusuk. Hujan yang turun sejak semalam, tak jua ingin reda hingga sore ini menjemput.
"Di ...." sapaku memecah kesunyian yang hanya memperdengarkan hembusan nafas 2 manusia yang bergelut dengan perasaannya masing-masing.
Kami berdua berdiri menghadap rintik hujan di luar jendela. Dion meraih jemariku dan menggenggamnya. Dia menatapku dan kembali mengalihkan pandangan pada rinai hujan yang makin deras.
"Sa, seandainya aku bisa menghentikan waktu, aku mau waktu berhenti pada detik ini. Bisa menggenggam tanganmu seperti ini saja, sudah menutup lukaku karena menantimu selama ini." ucap Dion
Lama kami terdiam. Kucoba menata hati, memilah kata yang akan ku utarakan.
"Seandainya aku bisa, aku pasti akan menggenggam tanganmu detik ini dan setelah waktu berputar kembali Di. Tapi ...." menatap nanar wajahnya yang penuh harap.
Dan aku menunduk lagi. Mengumpulkan kepingan kata yang berserakan untuk dapat menjawab segala risau hatinya.
"Aku rasa ... aku tak bisa melebihkan perasaanku padamu," jawabku penuh kehati-hatian agar tak melukainya.
Keheningan terasa semakin hening. Akalku sudah tak sanggup berpikir bagaimana hatiku bisa setega itu. Dan aku tak tau bagaimana hati lelaki disampingku ini. Sudah pasti remuk dan tercecer membabi buta.
"Di ... jangan seperti ini," melihat Dion bersimpuh dengan tetap menggenggam jemariku.
"Sa, kasih aku kesempatan, aku akan membahagiakanmu dengan caraku," pinta Dion penuh harap.
"Maaf Di, aku terganggu dengan caramu membahagiakanku. Aku gak bisa melihatmu ada dimana pun aku ada. Aku ingin kamu bahagia. Aku yakin kamu akan menemukan wanita yang mengerti dengan caramu membahagiakannya, tapi maaf itu bukan aku.
Kamu harus bahagia Di, demi aku."
Ku lepaskan genggaman tangannya dan ku tinggalkan dia begitu saja. Begitu jahatnya aku, aku sadar itu. Aku sadar, karena aku justru merasa lega setelah menolaknya. Setelah memporak-porandakan hatinya. Meski tak ku pungkiri, aku masih mengingat ada airmata di sudut penglihatannya.
Maaf Di ....
*****
Langkahku menyusuri lorong kampus begitu enteng. Seolah beban hatiku tengah terburai. Kelegaan memenuhi ruang hatiku. Hujan kali ini, seakan mendendangkan nada-nada kebahagiaan dan aku dibuat menari karenanya.
"Jadian?" Tria dengan semangatnya mengintrogasiku.
"Apa sih," gerutuku.
"Kapan makan-makan?" berondongnya penuh senyum.
"Aku menolaknya," jawabku enteng sambil sibuk mainan HP meski sebenernya cuma geser-geser doang.
"Sadis amat kamu Sa, gak kasihan apa?" tukas Tria.
"Cinta mana bisa karena kasihan," aku beralasan.
"Setidaknya kasih waktu dia 3 bulan buat ngerasain jadi pacar kamulah. Habis itu kalau kamu putusin, setidaknya dia pernah bahagia meski akhirnya berstatus mantan. Daripada gini, kamu buat dia jadi penjaga cinta selama 10 tahun." ungkap Tria.
"Tau ah Tri, kamu bikin mood aku berantakan."
Tak kuhiraukan semua kata-kata Tria yang menyesakkan. Ku terabas hujan yang masih mengguyur. Tak ku hiraukan basah yang menyelimuti badanku. Dingin ini rasanya tak sehebat kekacauan hatiku.
Pernahkan mereka merasakan menjadi aku?
Seenaknya aja nyuruh terima-terima. Apakah aku tak berhak menentukan baiknya untuk hatiku. Mereka sibuk mengasihani Dion, tapi pernahkan mereka mengasihaniku yang selalu dibuntuti kemana-mana?
Aman sih aman, tapi aku gak nyaman.
Arrrrgggggg ... teriakku dalam balutan hujan.
Dan seperti deja vu ... selintas kutemukan makhluk tampan yang menatapku dengan senyum lembut itu.
Deg!
Waktu seolah berhenti. Aku terbius mengikuti arahnya melintas yang berlawanan arah denganku. Dan diapun menghilang di derai hujan yang makin menggila. Aku pun tersadar dan kembali mengayun langkah dalam kegalauan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 245 Episodes
Comments
Ririe Handay
Rosa ga nyaman dengan Dion yg selalu nempel dan posesif itu
2022-05-28
0
Dimpi
bener ini sobatnya... apa salahnya mencoba.. kalo ga bisa juga y udah.. g bisa dipaksa
2021-08-22
4
Lajiyatmi
mar ruddd
2021-01-19
1