Arya Bima.
Jarak antara gue sama tempat seminar semakin dekat. Saat ini juga pikiran gue semakin kacau karena deg-degan ketika Risma tahu penulis Malaikat Patah Hati itu adalah gue. Respon dia gimana? Apakah dia bakal ngejauh dari gue setelah tau identitas gue?
Saking sibuknya memikirkan Risma, tiba-tiba depan mobil gue ada truk besar. Gue banting setir menghindari truk itu. Sayangnya, justru malah menabrak pembatas jalan tol.
Bruk!
Kepala gue berdenyut kencang. Perlahan pandangan mulai mengabur. Sesaat kemudian semua gelap.
***
Ketika gue membuka mata, bau obat menyengat menusuk indera penciuman gue. Pasti gue lagi berada di rumah sakit. Siapa yangmembawa gue ke sini? Membuat gue semakin heran Risma ada di depan mata gue. Berkali-kali gue kucek, takut salah lihat. Secara Risma pasti di lokasi seminar. Namun, pandangan gue nggak berubah.
"Loh, Ris lo ngapain di sini? Bukannya lo harusnya ke seminar Penulis Misterius itu?"
"Gue memang penasaran siapa sosok penulis misterius. Namun, Mas Bima kakak sepupu gue. Lo yang selama ini bantuin mengerjakan PR, menghibur gue saat sedih, dan selalu ada saat gue butuh pertolongan. Masa iya gue lebih mementingkan orang lain dibanding Mas Bima?"
Gue tersenyum simpul. Dalam hati gue menjerit bahagia. Dia lebih mementingkan gue dibanding rasa penasarannya.
"Ris, kenapa sih lo penasaran banget sama sosok Penulis Misterius itu?"
"Nggak tau kenapa gue punya feeling yang kuat kalau Penulis Misterius itu jodoh gue."
"Seandainya nih kalau Penulis Misterius itu nggak sesuai ekspetasi lo, lo bakal menjauh dari dia nggak?"
"Tergantung. Kalau dia minta gue menjauh, ya gue menjauh. Kalau nggak ya nggak bakal."
Hati gue semakin bahagia. Pengen banget gue lompat-lompat, tapi sayang nggak bisa gegara di tangan gue ada infus. Rasa bahagia ini cukup lewat doa saja. Semoga ucapan Risma bisa dipegang bahwa dia takkan menjauh ketika memgetahui identitas Penulis Malaikat Patah Hati.
***
Mama gue tadi datang ke rumah sakit cuma menanyakan keadaan gue dan bawa laptop. Abis itu pergi lagi. Katanya ada merting penting. Sedih sih, saat gue sakit pun mereka masih sibuk kerja. Ya sudahlah. Untung ada laptop sebagai pengganti kesedihan gue.
Jadilah gue buka facebook dulu. Ada inbox dari Risma. Hah? Dia mengajak ketemu? Aduh, gimana ini? Balas nggak ya? Kalau dibalas emang hati gue siap menemui Risma sebagai Penulis Misterius?
"Astaga, saat lo sakit pun masih aja main laptop." Terdengar suara cowok di sebelah gue.
Gue menengok ke sumber suara. Gue heran. Pemilik suara tadi adalah Bastian. "Oi, ngapain lo ke sini? Besok kan lo nikah, harusnya malam ini lo jangan keluar dulu. Dipingit istilahnya."
"Bosen gue di rumah mulu."
Bastian mengintip ke arah laptop gue. "Lo lagi ngapain sih? Serius banget mandangin laptopnya."
"Lagi online FB aja sih. Bas, gue boleh minta saran ma lo gak?"
"Saran apa?"
"Risma ngajakin Penulis Misterius ketemuan. Menurut lo, gue terima nggak ya ajakannya? Satu sisi gue pengen banget Risma tau siapa gue, tapi satu sisi gue nggak mau dia kecewa begitu tahu identitas Penulis Misterius itu gue."
"Sampai kapan lo menyembunyikan identitas dan cinta lo dari Risma? Sampai Risma menikah sama orang lain? Nyesel seumur hidup kapok."
"Gue takut ditolak, Bas."
"Ya elah, hari gini masih takut ditolak? Udah nggak zaman kali. Perkara ditolak urusan belakangan. Yang penting lu udah gentel menyatakan isi hati."
Iya juga ya. Perkataan Bastian semakin meyakinkan hati gue untuk menerima ajakan Risma.
Jari-jari gue menari lincah di atas keybord laptop membalas pesan Risma.
Boleh. Kita ketemu di Taman Balekambang ya. Untuk jamnya nanti saya kabari lagi.
Alasan gue memilih tempat itu sebagai tempat pertemuan gue dan Risma karena di sana banyak kenangan kami waktu kecil dulu.
"Permisi." Seorang suster cantik berdiri di sebelah ranjang gue. "Mas Bima gimana rasanya? Udah baikan?"
"Sedikit pusing sih, Sus."
"Saya periksa dulu ya. Selain Mas Bima, mohon runggu di luar ya."
"Bim, gue sekalian mau pulang ya. Tadi gue pamitnya ke indomaret doang."
"Dasar naccal lo. Makasih banget ya lo udah nyempetin ke sini. Maaf gue nggak bisa datang ke nikahan lo. Gue tetep doain biar nikahan lo lancar dan rumah tangga lo sakinah, mawaddah dan warahmah."
Bastian menjabat tangan gue. "Aamiin. Gue juga doain biar lo lancar nembak Risma. Tolong bahagiain Risma buat gue ya."
"Pastilah."
Bastian pun berlalu dari kamar gue. Suster cantik memeriksa badan gue. "Kondisi Mas Bima semua baik. Paling besok sudah boleh pulang kalau dokter mengizinkan."
Gue bernapas lega. Ingin banget gue buru-buru keluar dari rumah sakit ini biar segera menyatakan cinta ke Risma.
***
Fyuh, selama dua hari gue menginap di rumah putih akhirnya gue malam ini bisa tidur nyenyak di kamar gue sendiri tanpa ada takut suster ngesot lah, orang matilah. Jujur gue paling males di rumah sakit. Bikin parno.
Gue melangkah menuju kamar. Tiba-tiba ...
"Assalamualaikum."
Gue membalikkan badan. Ternyata karyawan-karyawan gue yang datang. "Wah, kebetulan banget kalian datang."
"Kebetulan kenapa, Pak? Kebetulan kami datang karena Bapak mau bagi-bagi bonus ya?" tanya Luthfi, kepala karyawan di kafe gue.
"Mau bonus? Gampang. Tapi gue ada tugas tambahan dulu buat kalian."
"Tugas apa?"
"Kalian duduk dulu deh biar enak ngobrolnya."
Ketika mereka semua sudah duduk di sofa, gue baru buka suara. "Jadi gini, gue mau nembak cewek di Taman Balekambang. Nah, gue minta bantuan kalian buat ngurus perizinan dan nyulap tempat itu seromantis mungkin."
"Waduh, berat nih. Menurut kalian gimana gaes?" tanya Luthfi ke bawahannya.
"Kalau kami sih oke-oke aja asal bonusannya setimpal," jawab cowok rambut keriting.
"Kalau soal bonus gampang. Kalau gue diterima cewek ini, bonus kalian 2 kali lipat dibanding jam lembur biasanya. Gimana?"
"Asyik." Semua karyawan girang.
"Kalau yang lain sudah pada setuju, apa boleh buat. Emang Pak Bima mau nembak cewek itu kapan?"
Sial, gue lupa memperhitungkan tanggal nembaknya. Enaknya nembak tanggal berapa ya? Apa mesti menghitung weton dulu? Mendadak gue ingat tanggal ulang tahun Risma.
"Tanggal 29 Maret bisa?"
Luthfi melotot. "Widih, berarti besok lusa dong? Buru-buru banget nembaknya, Pak Bima udah kebelet nikah ya? Hahaha. Luthfi tertawa menggoda gue.
"Bukan kebelet nikah, tapi tanggal 29 Maret itu hari ulang tahun cewek yang gue tembak ini. Gue mau ngasih kejutan special di hari bahagianya."
"Waw. So sweet. Nggak nyangka Pak Bima ternyata romantis ya, saya kira Pak Bima seperti Bos di ******* pada umumnya. Galak, judes, dan dingin. Hahaha."
Gue jadi nggak sabar menati 29 Maret. Ingin melihat Risma terkejut bahagia di hari lahirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments