Gagal Bertemu

Risma Nabila.

Selain icecream, ada lagi makanan yang paling kusuka yaitu bakso. Kata mama, waktu beliau hamil aku, beliau selalu ngidam makan ice cream dan bakso setiap hari. Karena hari ini lagi pengen makan bakso makanya aku mendatangi café bakso Kadipolo. Di café ini baksonya gede-gede dan banyak pula sekitar 10 biji. Kelezatan baksonya pun tak bisa digambarkan oleh kata-kata. Pokoknya lezat bertubi-tubi.

“Mbak, baksonya seperti biasa ya?” ujarku memesan bakso ke pelayan kafe ini.

Satu lagi kelebihan kafe ini, pelayanannya cepat. Baru saja aku memesan, pelayan sudah menghampiriku dengan membawa bakso pesananku. Cacing-cacing di perut sudah tak sabar mencicipi kelezatan bakso ini. 

Tangan kananku menyendok mie dan suunnya sedangkan tangan kiriku menusuk pentol bakso menggunakan garpu. Aku menyuap secara bergantian. Hmmm … yummy. Di tengah asyiknya menikmati hidangan bakso, aku merasakan seseorang menyentuh pundakku.

“Apa sih colek-colek. Ganggu orang makan bakso saja.” Aku mulai mengomel. Tak ada jawaban darinya. Yang ada dia mencolekku lagi. Mau tak mau aku menoleh ke samping. 

Kini aku bersebelahan dengan cowok yang sepertinya sudah taka sing lagi di mataku. Cowok itu memiliki cirri-ciri berkulit putih, tinggi, berbadan tegap, alisnya tebal tapi sayang wajahnya bercahaya.

Ini kedua kalinya aku bertemu dengan cowok itu. Pertemuan pertama di mimpi semalam. Aku masih ingat di mimpi dia sempat mengucapkan, “Aku akan muncul lagi di depanmu di waktu yang tepat.”

“Eh, kemarin kan kamu bilang ma aku di mimpi bahwa jika kamu muncul lagi di depanku maka kamu akan mengatakan siapa dirimu sebenarnya.”

“Ya, aku muncul lagi karena ingin memberitahukan ke kamu bahwa inilah saat yang tepat kamu mengetahui siapa aku sebenarnya.”

“Kalau begitu cepat katakana. Aku sudah tak sabar mendengarnya.”

“Sebenarnya aku adalah…” kalimatnya terhenti. Aku semakin penasaran, ayo dong lanjutin kalimatnya. 

Tiba-tiba bumi yang aku pijaki saat ini bergoyang hebat. Satu persatu benda yang ada di depanku : botol saus, kecap, sambal berjatuhan dari meja. Astaga, ini gempa bumi. Jangan-jangan Gunung Slamet mau meletus. Jerit dan tangis terdengar di mana-mana. Orang-orang yang ada di kace ini berlarian ke sana kemari, tentunya mereka sibuk menyelamatkan diri. 

Seketika mataku terbuka lebar. Aku bengong ketika mendapati diri sendiri berebah di tempat tidur. Dan di depanku sudah ada Felis berdiri sambil berkacak pinggang. “Akhirnya lo bangun juga. Sudah setengah jam gue bangin lo, tapi lo nggak bangun-bangun.”

Barulah aku sadar, yang bergoyang hebat tadi bukan gempa bumi melain Felis yang menggoyang-goyangkan tubuh agar cepat bangun. “Eh? Yang tadi itu Cuma mimpi? Heran deh gue kenapa coba dia suka banget muncul di mimpi gue,” ucapku pelan.

Felis mempunyai kelebihan khusus yang terletak di indera pendengar. Sepelan apapun yang dikatakan orang terdekatnya pasti tetap terdengar di telinganya. “Lo mimpiin cowok? Cakep nggak cowoknya? Terus namanya siapa?”

“Wajahnya bercahaya. Saking bercahaya, wajahnya nggak keliatan jelas di mat ague.”

“Jangan-jangan cowok yang ada di mimpi lo itu jodoh lo. Kata nenek, jika kita memimpikan cowok yang tidak dikenal sampai dua kali berarti dia jodoh kita.”

Ya, semoga saja cowok di mimpiku itu adalah jodohku. Dia mampu mengobati luka hatiku, yang ditorehkan oleh Bastian.

“Eh, lo sendiri ngapain datang ke sini pagi-pagi? Bukannya sekarang giliran lo yang shift pagi.”

Aku mengalihkan pembicaraan, tak ingin membahas cowok di mimpi itu lagi. Semakin aku membahasnya, semakin aku penasaran terhadapnya. 

Aku dan Felis satu kantor, sama-sama bekerja di sebuah perusahaan pemasaran produk makanan. Shift aku bergantian dengan Felis. Jika aku masuk shift pagi berarti Felis masuk shift siang. 

Felis menepuk jidat sendiri. “Oh iya gue lupa bilang tujuan gue ke sini. Gue sengaja cuti dari kantor karena pengen ngajakin lo datang ke acara seminar.”

“Seminar apa coba?”

“Wait.” Felis terlihat sedang sibuk mengobok-obok isi tasnya. Sedetik kemudian dia mengeluar selembar kertas dari tas. Selembar kertas itu diberikannya padaku. 

Hadirilah!

Acara seminar kepenulisan di Gedung Walikota Solo dengan pembicara Pangeran Cinta, penulis novel Malaikat Patah Hati. 

Akan ada doorprise dan hadiah menarik juga lho! Acara berlangsung pada hari Jum’at, 27 Maret 2015 pukul 09.00-11.00 WIB.

Aku mengucek mata berkali-kali, tak percaya dengan apa yang tertulis di brosur ini. “Iya, Risma lo nggak salah liat. Penulis misterius itu mengadakan seminar hari ini. Lo pasti mau kan nemenin gue ke acara seminar itu?”

Cowok di mipiku tadi mengatakan bahwa sekarang waktu yang tepat aku mengetahui siapa dirinya. Apa jangan-jangan cowok yang ada di mimpiku itu sebenarnya adalah penulis novel Malaikat Patah Hati. 

Untuk menemukan jawabannya, aku harus datang ke acara seminar itu.

***

  “Woy, mandinya jangan lama-lama ya. Gue tungguin lo di luar!” teriak Felis.

Aku menyengir kuda, Felis tahu aja kalau aku mandinya lama sekitar dua jaman. Tapi demi penulis misterius itu, aku rela mempercepat mandi. Aku pastikan lima belas menit saja sudah selesai mandi.

***

Terjebak dalam keruhnya jalanan yang padat tanpa jeda. Merayap perlahan beranjak hanya sejengkal. Terdiam menatap nanar alam menangis dari balik jendela kaca yang tak utuh lagi. Dan hembusan gerimis mengintip lalu menamparkan dingin di wajah lelahku. Ah, sial. Mobilku sama sekali tak bisa bergerak.

Terjebak macet adalah hal paling membosankan dalam hidupku setelah menemani Felis creambath di salon. Kenapa makai macet segala sih? Tak tahukah kalau aku sedang diburu waktu? Tumben-tumbenan kota Solo macet, jangan-jangan di depan sana terjadi sesuatu.

Saat macet seperti ini justru menjadi lading rezeki bagi pengamen, pengemis, pedagang asongan dan tukang Koran. Melintaslah tukang Koran di samping kanan mobilku. Aku membuka kaca mobil. “Mas, di sana ada apa yak ok jadi macet?” tanyaku pada tukang Koran itu.

“Di depan sana ada kecelakaan, Mbak. Kepalanya sampai pecah.”

Terjawab sudah penyebab macet ini. Aku bergidik ngeri ketika mendengar kepala orang kecelakaan itu pecah. “Ya, Tuhan. Semoga mobil ambulance segera datang jadi korban kecelakaan bisa cepet dibawa ke rumah sakit dan nggak macet lagi.” Aku berdoa dalam hati.

“Mas, korannya satu ya? Berapa harganya?”

Sebagai rasa terima kasihku karena tukang Koran memberikan info tentang kecelakaan di depan sana, aku pun membeli Koran dagangannya. “Cuma lima ribu rupiah, Mbak.”

Maka terjadilah transaksi jual-beli Koran. “Makasih, Mbak.” 

Tukang Koran itu berlalu, aku menutup kaca mobil. Huft, membosankan. Enaknya ngapain ya? Felis, siapa tahu dia bisa menghilangkan rasa bosan ini. “Fel, temenin gue ngobrol dong. Gue bête nih,” ucapku. Namun, tak ada jawaban darinya.

Perasaan dari awal aku mengendarai mobil dia sama sekali tak bersuara? Ada apa dengannya? Biasanya jika di dalam mobil, mulutnya tak pernah berhenti berbicara.

Aku menoleh ke samping memastikan Felis masih hidup atau tidak. Dan ternyata dia lagi enak-enakan tidur. Hilanglah harapanku untuk mengajaknya mengobrol biar tak bosan. Ya, sudahlah aku tak tega membangunkannya. 

Aku mencari cara lain untuk mengusir rasa bosan ini. Musik, satu kata yang terlintas di pikiranku. Ya, memang musik memang mempunyai kekuatan magic yang bisa menghilangkan rasa lelah dan bosan.

Aku meraih smartphone, lalu mengotak-atik smartphonee itu untuk memilih lagu apa yang enak didengar saat ini. Setelah cukup lama mengutak-atik smartphone, akhirnya pilihanku tertuju sama lagu-lagu Malaysia. Sudah lama aku tak mendengarkan lagu-lagu Malaysia yang ngetren di era tahun sembilan puluhan. Aku menyentuh tulisan Play, di layarnya dan kemudian memasang headset. 

Lagu Lestari berjudul Air Mata di Hari Persandinganmu mengalun indah di telingaku. Ya, lagu itu lagu pertama yang aku dengarkan.  Musik lagu yang sangat mellow, mendayu-dayu, liriknya juga menyentuh hati. 

Aku sendiri tak tahu mengapa memilih lagu ini. Mungkin karena Lirik lagu sama persis dengan yang kurasakan, ditinggal nikah oleh orang yang kucintai. Ah, aku galau lagi. Selalu ada saja yang membuatku ingat dia lagi. 

Aku mengetuk-ngetuk stir mobil. Kemudian kulirik jam di pergelangan tangan kananku. Jarum jam telah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi. Itu artinya sudah setengah jam aku telat datang ke acara seminar penulis misterius itu.

“Ya, Tuhan restui aku bertemu dengan penulis misterius itu. Aku mohon buatlah jalanan ini agar tak macet lagi.” Lagi-lagi aku berdoa dalam hati.  

Tuhan memang maha pengasih lagi maha penyayang. Sebab Beliau mengabulkan doaku dalam sekejap. Mobil yang ada di depanku kini mulai jalan lagi. Aku pun tancap gas melajukan mobil. “Alhamdulillah, akhirnya sudah nggak macet lagi. Penulis misterius, tunggu aku. Aku akan segera datang.”

Baru lima menit mobilku jalan lagi, aku menambah kecepatan. Tentunya agar cepat sampai. Satu belokan lagi. Aku akan mengetahui siapa penulis misterius itu. Begitu bertemu dengannya aku akan minta tanda tangan dan foto bareng dengannya.

Tiba-tiba ponselku berdering. Agak ribet menerima panggilan sambil menyetir mobil. Terpaksa aku membangunkan Felis. "Fel, bangun!"

Dia mengerjap-ngerjap mata. "Kenapa? Udah nyampe ya?"

"HP gue bunyi tuh. Bisa nggak gue mintol angkatin telponnya. Agak ribet nih sambil nyetir."

"Oke, di mana HP lo?"

"Tuh, di tas.  Tasnya di atas dasbord."

"Ris, dari nyokap lo. Halo, Tante. Iya, kami lagi di jalan nih. Ada acara seminar soalnya. Hah? Mas Bima kecelakaan? Oke, kami segera ke sana."

Aku mendelik ke Felis. "Serius Mas Bima kecelakaan?"

"Iya, nyokap lo sendiri yang bilang. Ayo, kita ke sana."

"Tapi kan bentar lagi nyampe acaranya nih."

"Masa lo lebih mentingin penulis misterius dibanding kakak sepupu lo sendiri?"

Aku terdiam. Ucapannya benar menampar hatiku. Aku memang penasaran siapa sosok penulis misterius. Namun, Mas Bima kakak sepupuku. Dia yang selama ini bantuin mengerjakam PR, menghiburku saat sedih, dan selalu ada saat aku butuh pertolongan. Masa iya aku lebih mementingkan orang lain dibanding Mas Bima?

Ketika mobil sudah bisa bergerak. Aku balik arah. "Fel, tolong sms Mama gue, tanyain Mas Bima dirawat di rumah sakit mana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!