Mencari Tahu Identitas Penulis Misterius

Felis itu sangat suka membaca. Tak heran kalau koleksi novel di lemarinya banyak. Bahkan dia juga berteman dengan banyak penulis di twitternya. Hmmm … mungkin saja dia tahu siapa penulis novel itu.

Begitu besar rasa penasaranku, hingga detik berikutnya aku sudah mengetik satu pesan BBM kepada Felis.

Felis, bisa datang ke rumah gue sekarang? Ada yang mau gue tanyain ke lo.

Dua menit berselang balasan BBM dari Felis muncul.

Mau Tanya soal apa? Nggak bisa lewat telepon?

Mungkin Felis sibuk, tapi aku sedang membutuhkannya sekarang. Secepat kilat aku balas kembali pesannya. 

Kayaknya harus bicara langsung. Bisa kan, Fel?

Aku sudah merajuk padanya, jurus ampuh yang mebuat Felis tak mungkin bisa menolak permintaanku.

Oke, tunggu deh. Sebentar lagi gue akan sampai di sana.

Inilah salah satu sifat yang aku suka darinya. Dia selalu siap sedia bila aku meminta bantuannya. Dia selalu mengatakan, “Itulah gunanya teman.”

Kami memang saling membantu, senang memiliki sahabat seperti Felis. Jarak rumahnya tak terlalu, mungkin aku bisa menyiapkan teh hangat untuknya.

***

Felis tiba di rumahku tepat pada pukul delapan malam. Begitu duduk di sampingku dengan cepat aku menunjukkan novel novel itu padanya. Raut wajahnya menunjukan keheranan. Felis menaikan satu alisnya.

"Sejak kapan lo beli novel? Selama ini kan lo cuma tertarik beli ice cream," tukasnya sambil membolak balikkan halaman novel. Aku tersenyum masam sebelum menjawab.

"Bukan gue yang beli kok. Tadi pagi sebelum berangkat kerja, gue dapat bingkisan di depan rumah. Dan ternyata isinya novel itu," kataku menjelaskan kronologi kejadiannya. Lalu melanjutkan, "Gue penasaran banget sama penulis novel itu, Fel. Coba deh lihat isi ceritanya. Nama dan tokoh di novel ini persis dengan kehidupan gue, meski nggak semuanya. Tapi apa itu cuma kebetulan?"

"Iya. Gue udah lihat sekilas sinopsisnya dan sama penasarannya kayak lo. Karyanya keren. Gue sempat baca berita di media online, dia itu penulis best seller tahun lalu! Baru satu bulan bukunya terbit, udah terjual 3500 eks. Karena novelnya cepet banget habis ya gue belum sempat baca, nggak disangka isinya tentang lo." Felis menceritakan semua yang dia ketahui tentang penulis itu, lalu dengan sikap yang dibuat-buat dia kembali bertanya.

"Dan lo tau?" Felis menggantungkan pertanyaan, menatapku seolah-olah aku tidak tau apa-apa. Dan itu memang benar!

"Apa?" 

"Identitas penulis novel ini... belum ada yang tau dia siapa." 

“Hmmm … gue kira lo tau siapa penulisnya kan lo banyak punya kenalan penulis di twitter.” 

“Ratusan penulis ada di twitter gue dan sering mention-mentionan ma gue kecuali penulis novel ini. Dia kalau gue mention nggak pernah balas.”

Informasi yang diberikan Felis kurang memuaskan. Yang ada aku semakin penasaran dengan penuis itu. Ntah ada angin apa pikiranku lagi-lagi tertuju sama Bastian. Astaga, aku baru ingat ternyata tagline novel ini sama persis dengan isi sms terakhir dari Bastian. 

Satu hal yang harus kamu tahu, Saat hatimu terluka, percayalah akan ada malaikat yang siap mengobati luka hatimu.

Aku tersenyum simpul. Secercah harapan muncul, aku menduga Bastian memang penulis novel Malaikat Patah Hati. Jika memang benar dugaanku berarti Bastian masih sangat mencintaiku, tapi keadaan yang membuatnya menikah dengan wanita lain. Kala dua hati saling mencintai, aku yakin suatu saat pasti dipersatukan lagi. Dan aku akan menunggu hal itu tiba.

Felis bertepuk tangan di depan mataku. “Woy, kok lo senyum-senyum sendiri? Kesambet ya?”

“Fel, mungkin nggak sih kalau penulis novel Malaikat Patah Hati itu si Bastian?” tanyaku meminta pendapat Felis.

Felis menggeleng, “Kayaknya nggak mungkin deh. Tahun lalu kan Bastian masih di London. Lagian lo kan tahu Bastian jagonya di pelajaran matematika bukan bahasa Indonesia. Kenapa lo nyangka penulis misterius itu si Bastian?”

Aku mengotak-atik smartphone yang masih kupegang lalu aku menunjukkan sms terakhir Bastian ke Felis. “Coba deh lo baca, itu sms terakhir dari Bastian! Isinya sama persis kan dengan tagline di novel ini?” Tangan kiriku menyentuh novel Malaikat Patah Hati.

Mata Felis membulat, seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Oh iya benar kata lo. Isi sms terakhir dari Bastian sama persis dengan tagline novel ini.”

“Lo mau nggak bantuin gue lagi?”

“Bantuin apa? Lo minta gue menyelidiki Bastian, bener nggak sih Bastian itu penulis novel Malaikat Patah Hati?” tebak Felis. Tapi tebakannya benar 100%. Aku sendiri juga heran mengapa Felis selalu tahu apa yang ada di hatiku. Mungkin dia punya indera keenam yang bisa membaca pikiran orang. Ntahlah.

"Jangan!" Mas Bima tiba-tiba muncul dan mencegah kami menyelidiki Bastian.

Aku berdiri seraya melempar tatapan heran. "Kok jangan sih? Mas Bima mau aku mati penasaran?"

Mas Bima jadi salah tingkah. Menggaruk kepalanya yang emang ketombean. "Ya karena ..." Ucapannya menggantung. Membuatku penasaran dengannya. Pasti ada sesuatu yang ditutupi.

"Karena apa hayooo? Ayo, jujur sama gue pasti ada yang lo tutupi."

"Nggak ada sumpah." Mas Bima berusaha meyakinkanku. Namun, aku tetap curiga dengannya.

"Ya jangan, karena percuma. Cuma buang waktu lo aja. Orang yang sudah nyakitin lo, nggak mungkin manis-manisin lo lagi," lanjutnya lagi.

Kalau dipikir-pikir apa yang dibilang Mas Bima ada benarnya. Ngapain capai-capai kirim novel ke aku setelah kirim undangan?

Satu sisi lainnya, aku masih penasaran. Aku melirik ke Felis. “Lo mau kan? Pasti mau dong? Please…”

Kali ini aku yang mengeluarkan jurus andalan, memasang muka memelas ke Felis biar hatinya luluh membantuku. 

“Oke, deh gue bakal bantu lo menyelidiki si Bastian biar lo nggak penasaran lagi.”

“Serius?” Aku jingkrak-jingkrak bagai dapat kupon hadiah senilai satu milyar. Lalu kemudian aku memeluk Felis erat. “Thanks banget ya, Fel. Lo selalu siap membantu gue. Lo memang sahabat yang paling bisa diandalkan.”

“Yups, sama-sama. Apa sih yang nggak buat lo? Sekarang lepasin pelukan lo ke gue. Badan lo bau acem, lo pasti mandi lum mandi sore kan?”

Aku menyengir kuda dan melepaskan pelukanku ke Felis. Yang dikatakan Felis benar, aku memang belum mandi. Sepulang dari kantor sudah jam enam, apalagi tadi hujan deras bikin malas mandi karena air di kamar mandi dingin. 

“Udah nggak ada yang lo tanyain lagi kan? Gue pulang dulu ya, udah malam nih. Nggak enak bertamu lama-lama, gue jug alum pamit ma nyokap.”

“Ya, udah deh. Sekali lagi thanks ya.”

“Oke, sama-sama.”

Felis pulang ke rumahnya membawa rasa penasaran tentang penulis misterius itu. Sedangkan aku, rasa penasaran itu berkali-kali daripada yg dibawa Felis malam ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!