Pantai Parangtritis merupakan objek wisata yang cukup terkenal di Yogyakarta selain objek pantai lainnya seperti Samas, Baron, Kukup, Krakal dan Glagah. Pantai Parangtritis ini mempunyai keunikan pemandangan yang tidak terdapat pada objek wisata lainnya yaitu selain ombak yang besar juga adanya gunung-gunung pasir di sekitar pantai, yang biasa disebut gumuk. Objek wisata ini sudah dikelola oleh pihak Pemkab Bantul dengan cukup baik, mulai dari fasilitas penginapan maupun pasar yang menjajakan souvenir khas Parangtritis.
Bukan hanya itu saja di Parangtritis ada juga ATV, kereta kuda & kuda yang dapat disewa untuk menyusuri pantai dari timur ke barat. Selain itu Parangtritis juga merupakan tempat untuk olahraga udara/aeromodeling.
Sudah satu jam aku berada di pantai Parangtritis, namun belum juga aku menemukan keberadaan Bastian. Kemana dia? Bukannya dia tadi memintaku datang ke pantai ini secepatnya? Pas sudah sampai dia malah tak ada di sini. Huft, menyebalkan.
“Kata orang senyum seorang gadis itu seperti hujan di musim panas. Sepertinya memang benar ya?”
Aku menoleh ke belakang. Seketika wajahku memerah ketika melihat sosok Bastian menatapnya begitu lembut.
“Sejak kapan kamu di situ?” tanyaku dengan nada suara yang sedikit tercekat. Tak tahu kenapa diriku tiba-tiba merasa gugup.
Ada apa ini? Aku bertanya-tanya dalam hati.
Aku berdiri tepat di sampingnya. Aroma citrus yang khas seketika menyergap indera penciumanku. Detak jantungku juga semakin menggila. Mendadak aku menjadi salah tingkah.
“Ikut aku,” bisik Bastian pelan di telingaku.
Bastian mengedikkan kepalanya ke arah kanan. Lalu laki-laki itu pun mulai beranjak. Aku mengikutinya. Rasa penasaran di hatiku pun semakin kuat.
“Aoww....” Aku meringis. Langkah Bastian yang tiba-tiba berhenti membuatku menubruk punggung Bastian. “Kok berhenti?”
Bastian menoleh ke belakang. Dia tersenyum. Sangat misterius. Dan sebelum aku sempat bertanya lagi, cowok itu justru menggeser tubuhnya dua langkah ke kanan. Aku hanya memerhatikan tingkah cowok itu dengan bingung. Bastian memutar tubuhnya, hingga akhirnya dia berhadapan denganku.
Degh!
Aku terpaku sejenak, seolah terhipnotis dengan tatapan mata dan senyum Bastian. Ah, dia memang selalu bisa membuatku terhipnotis.
“Surprise!!”
Mataku membelalak. Kaget? Tentu saja. Siapa yang tidak akan kaget bila mendapatkan kejutan manis seperti dari laki-laki yang sangat spesial bagiku.
Tepat di bawah pohon kelapa yang besar di depanku, tampak kelopak-kelopak mawar putih membentuk logo hati. Lalu di atasnya tampak sebuah meja beserta dua buah kursi. Di atas meja tertata dengan rapi dua piring nasi goreng super pedas favoriteku, lengkap dengan dua gelas lemon tea dengan hiasan yang cantik. Sederhana tapi terlihat anggun. Mataku terlihat berkaca-kaca. Terharu, itulah yang kurasakan saat ini.
“Gimana? Kamu suka? Atau ada yang kurang?” Bastian menatapku dengan hangat.
Aku menggelengkan kepala pelan. Masih dengan mata yang berkaca-kaca, kutatap mata teduh Bastian. Senyum mulai merekah di bibir mungilku. “Ini udah lebih dari cukup. Makasih,” ucapku dengan nada suara yang sedikit bergetar karena begitu terharu.
Bastian tersenyum. Perlahan diraihnya tanganku. Digenggamnya dengan erat tangan itu. “Kamu tau? Kamu cantik kalau tersenyum, Ris. Jadi aku minta, jika aku sudah tak ada lagi di sisimu jangan sekali pun senyum itu hilang dari bibirmu. Ya?”
Aku bingung dengan ucapan Bastian barusan. “Maksudmu? Apakah kamu mau pergi ninggalin aku lagi?” Mataku berkaca-kaca, paling dalam hitungan detik air mataku tumpah.
“Ah, sudahlah. Nggak ush dibahas, anggap saja tadi aku salah ngomong. Aku nggak akan pernah ninggalin kamu kok, selamanya kamu tetap di hatiku.”
Aku terdiam. Lalu aku pun mengangguk pelan. Kubalasnya genggaman hangat Bastian.
“Jadi... kita makan sekarang?” Ucapan Bastian membuatku tertawa.
Aku mengangguk. Tak ada lagi kata yang mampu melukiskan kebahagiaanku hari ini. Penutup kebahagiaanku hari ini adalah makan romantic bersama orang yang paling kucintai di tepi pantai sambil melihat sunset.
***
Arya Bima.
Matahari Departement Store, tempat terakhir yang gue singgahi hari ini. Gue sendiri juga nggak tau kenapa bisa datang ke tempat ini. Mungkin karena gue bete, nggak ada yang dituju kali ya?
Biasanya gue kalau hari Minggu jalan-jalan sama Risma, tapi hari ini Risma sejak tadi pagi sudah pergi sama Bastian Yoel Permana. Risma kebangetan deh, udah nemuin yang baru gue dilupain.
Gue mengamati sekitar, ternyata di sekitar gue ada Texas Chicken, toko mainan, toko kaset, toko aksesoris cewek dan toko buku. Hmmm … toko mana ya yang asyik buat disinggahi biar sekiranya bete gue berkurang.
Toko buku, ya gue rasa tempat itu cocok buat gue singgahi. Udah lama gue nggak ke toko buku, gue mau sekalian update novel terbaru. Ya udah gue ke sana deh.
Baru saja gue berjalan, langkah gue terhenti ketika bola mata gue menangkap object yang bisa bikin hati gue panas. Object yang bisa bikin hati gue panas itu Bastian Yoel Permana. Ya, gue melihat dia bergandengan mesra dengan wanita tapi bukan Risma orangnya.
“Kurang ajar si Bastian. Beraninya dia selingkuh dari Risma! Gue kasih pelajaran biar kapok.”
Gue berjalan dengan terburu sambil mengepalkan tangan. Cukup makan waktu lima menit, gue sekarang sudah ada di belakangnya. Dia belum menyadari keberadaan gue. Karen ague geram melihat pemandangan di depan, langsung saja gue tarik bajunya. Ketika dia membalikkan badan…
Buk!
Satu tonjokan tangan gue berhasil mendarat di pipinya. Darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Cepat-cepat dia mengusap darah itu makai tangannya.
“Lo apa-apaan sih datang-datang langsung nonjok gue?” ujar Bastian dengan nada tinggi.
“Lo tuh yang apa-apaan? Lo kan pacarnya Risma, ngapain coba gandengan mesra sama cewek lain? Mau jadi playboy sok-sokan selingkuh? Hah?” Gue balik bertanya dengan nada tak kalah tinggi pula. “Gue nggak nyangka lo playboy juga, Bas.”
“Tenang, Bro. Gue bisa jelasin semuanya. Apa yang lo liat nggak seperti yang lo bayangin. Mending kita ke sana aja yuk biar ngobrolnya enak!” tangan Bastian menunjuk Texas chicken. Gue mengangguk pertanda menyetujui ajakannya. Gue pun mengikuti langkah Bastian menuju Texas Chicken.
Tanpa terasa akhirnya sampai juga di Texas Chicken. Bastian memilih duduk kursi nomor dua, letaknya di tengah-tengah. Gue ngikut aja, lalu duduk tepat di depan Bastian.
“Nah, sekarang kita dah ada di Texas Chicken. Langsung aja deh lo jelasin semuanya,” ujar gue memulai obrolan.
“Oke, sebelum gue jelasin semuanya gue mau memperkenalkan cewek yang di sebelah gue dulu. Dia calon istri gue, namanya Natasya Indah.”
Emosi gue yang tadinya sudah agak turun sekarang naik lagi. Bastian sudah punya calon istri? Terus ngapain coba hadir lagi di hidup Risma? Apa dia nggak sadar perbuatannya itu bisa menyakiti hati Risma? Tangan gue mengepal, bersiap nonjok dia untuk kedua kalinya.
“Sabar, Bro. Gue tahu lo sebenarnya lo cinta mati sama Risma sejak SMP, makanya gue memutuskan menerima perjodohan dari orang tua gue. Tujuannya nggak lain dan nggak bukan adalah biar lo bisa bersatu sama Risma.”
Mata gue melotot, kaget karena Bastian tahu tentang isi hati gue yang mencintai Risma dari SMP. “Lo tau darimana gue cinta sama Risma sejak SMP?”
“Nggak penting gue tau darimana. Kalau lo cinta sama Risma kenapa nggak bilang dari dulu? Kalau lo bilang dari dulu, gue nggak akan pedekate bahkan jadian sama Risma.”
“Karena gue sadar Risma bukan bersama gue, tapi bersama lo. Lo cowok yang paling dicintai Risma. Terbukti selama lo di London, tak pernah Risma berpaling ke cowok lain.”
“Kalau itu tujuan lo, kenapa lo balik lagi ke Indonesia?”
“Sebenarnya gue balik ke Indonesia karena ingin menikahi Risma, tapi ternyata bokap nggak merestui, gara-gara mitos. Terus bokap jodohin gue sama Natasya.” Bastian terdiam, sepertinya dia mengambil napas. “Gue janji mulai besok gue nggak akan muncul lagi di depan Risma!”
Perlahan-lahan emosi gue turun dengan sendiri. Kini emosi itu berganti dengan rasa senang. Karena kepergiannya akan memunculkan kesempatan buat gue buat dapetin cinta Risma.
Bastian berbisik ke ceweknya. Sesaat kemudian ceweknya mengeluarkan sesuatu dari tas. Sesuatu itu diberikan ke gue.
“Hah? Ini undangan lo sama Natasya?”
“Iya. Gue harap lo bisa datang ke pernikahan kami.”
“Insha Allah. Ntar gue ajakin Risma juga deh.”
Gue melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kiri. Ternyata jarum jamnya telah menunjukkan pukul setengah enam petang. Sepertinya gue harus pulang. Sebelum pergi gue mengucapkan beribu-ribu terima kasih ke Bastian. Biar gimana pun juga dia rela mengalah agar gue bisa dapetin cinta Risma.
“Risma, gue tau kepergian Bastian pasti akan menimbulkan luka di hati lo. Tapi gue akan selalu setia untuk menyembuhkan luka hati lo itu,” batin gue. Gue pun pergi meninggalkan Bastian dan ceweknya yang asyik makan di Texas Chicken.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments