Bastian berdiri tegak di depan sebuah warung yang bertulisan Warung Makan Sederhana Trisakti. Warung yang ada di depannya ini waktu SMA selalu menjadi tempat tongkrongan dirinya bersama empat orang sahabat.
Enam tahun telah berlalu, ada banyak perbuhanan yang terjadi pada warung ini. Perubahan yang paling menonjol adalah warung ini semakin besar, pengunjung dan karyawannya makin banyak. Bastian sangat menyukai perubahan itu karena warung makan sederhana Trisakti mengalami kemajuan pesat.
Ada tiga alasan mengapa Bastian suka sekali nongkrong di Warung Makan Sederhana Trisakti di antaranya:
Menu yang disediakan di sini itu hanya menjual masakan khas Jawa Tengah seperti Sego liwet, Sayur lodeh, Sayur Bayem, Soto Solo, Pecel Urat, Pecel lele dan sebagainya.
Tempatnya bersih dan pelayanannya ramah.
Pastinya harga makanan di sini lebih murah dibanding yang lain.
Bastian celingak-celinguk mencari empat orang sahabatnya. Mereka sudah datang belum ya? Tiba-tiba wanita paruh baya menghampiri Bastian. Bastian pun melempar senyum padanya. Bastian dulu memanggil wanita paruh baya itu dengan sebutan Si Mbok. Si mbok ini pemilik Warung Makan Sederhana Trisakti.
“Eh, ada mas Bastian. Apa kabar? Sudah enam tahun ndak ke sini, kemana ja sampean?” sapa si Mbok.
“Saya kemarin kuliah di London, baru sehari pulang di Indonesia.”
Si Mbok memandangi Bastian dari ujung kaki ke ujung kepala. Tatapan mata si Mbok memancarkan kekaguman yang luar biasa. “Wuih, mas Bastian sekarang penampilannya makin keren dan ganteng. Pasti sudah jadi orang sukses.”
Bastian tersipu malu mendengar pujian si Mbok. “Ah, si Mbok bisa saja. Makasih pujiannya. Oh ya empat orang sahbatku sudah dating ke sini belum, Mbok?”
“Sudah. Tuh, mereka duduk di kursi biasa yang kalian tempati dulu.”
Bastian mengangguk, mengerti maksud kursi biasa yang dikatakan si Mbok itu kursi paling paling pojok sebelah kiri. “Ya udah saya nyamperin mereka dulu ya? Makasih, Mbok.”
Bastian melangkahkan kakinya menghampiri empat sahabatnya. Tinggal selngkah lagi sampailah di depan mereka.
“Gue sebenarnya mencintai Risma sejak sepuluh tahun yang lalu,” ucap salah satu sahabatnya Bastian.
Langkah Bastian terhenti. Bastian memang tak tahu pasti siapa sahabatnya yang mengucapkan kalimat itu, sebab dia duduk membelakangi Bastian. Tapi yang pasti hatinya sudah bisa menebak siapa sahabat yang mencintai kekasihnya. Ucapan sahabatnya itu sukses membuat tubuh Bastian kaku. Mendadak rasa nyeri bersarang di hatinya. Siapa yang tak sakit hati jika salah satu sahabat kita mencintai kekasih kita?
Ada hikmah di balik semua kejadian. Begitupun dengan ucapan sahabatnya itu, walaupun yang dikatakannya melukai hati Bastian namun ucapannya mampu membuat Bastian tak bimbang lagi dalam mengambil keputusan tentang perjodohan yang ditawarkan papanya.
Hasrat buat mengobrol dan kangen-kangenan bersama empat orang sahabatnya lenyap seketika. Dia sudah tak mood lagi ngumpul bareng mereka. Dia pun membalikkan badan dan melangkahkan kaki menuju pintu keluar.
“Loh, mas Bastian mau ke mana? Sampean nggak jadi makan di sini bareng temn-temannya?”
“Nggak jadi, Mbok. Mendadak saya ada urusan penting. Saya pamit dulu ya. Kapan-kapan saya mampir ke sini lagi kok,” jawab Bastian berbohong pada si Mbok.
Kemudian Bastian melanjutkan langkahnya. Sambil melangkah, Bastian mengetik sebuah pesan untuk papanya.
Pa, tolong undang Nastasya beserta orang tuanya untuk makan malam di rumah kita jam tujuh mala mini. Aku akan mengatakan jawaban tentang perjodohan yang papa tawarkan tepat saat makan malam nanti.
Sent to Papa.
***
Segala jenis makanan favorit Bastian seperti ayam goreng, sayur bening, ikan bakar dan sambel terasi tersaji di meja makan. Tentu saja semua makan itu dimasak oleh mamanya sendiri.
Makan malam kali ini sangat special bagi Bastian namun menegangkan bagi Natasya beserta kedua orang tuanya. Special bagi Bastian karena dia bisa makan malam bersama seluruh keluarga besarnya. Sudah lama sekali dia merindukan suasana kebersamaan seperti saat ini. Menegangkan bagi Natasya beserta kedua orang tuanya karena mereka menanti jawaban yang keluar dari mulut Bastian.
“Bas, cepatlah kamu katakan jawabanmu itu. Kami sudah tak sabar ingin mendengarnya.” Papa mulai pembicaraan.
“Iya, nih mas Bastian lama banget ngomongnya. Aku udah nggak sabar, nggak sabar pengen cepet makan maksudnya. Hehehe …” celetuk Ben sambil cengengesan.
Bastian mendengus kesal. Di saat seperti adiknya satu itu masih saja bisa mengeluarkan candaan garing. “Baiklah jika kalian sudah tak sabar. Aku akan mengatakannya. Jawabanku sebenarnya simple, aku bersedia dijodohkan dengan Natasya.”
Jawaban dari Bastian sukses membuat seluruh orang di meja makan ini bengong. “Hah? Kamu serius mau menikah sama aku?” Tanya Natasya heran.
Pertanyaan Natasya dijawab oleh Bastian hanya dengan satu anggukan kecil. “Nah, gitu dong . Itu baru anak papa.” Papanya jika keinginan terwujud baru beliau memuji Bastian.
“Tapi ada satu syarat. Syaratnya hanya aku ajukan untuk Natasya.”
“Loh kok make syarat segala? Berarti kamu nggak ikhlas dong menerima perjodohan dengan Natasya?” Papanya Natasya mengeluarkan rasa keberatannya.
“Udah, nggak apa-apa, Pa. Aku siap kok melakukan syarat apapun dari Bastian, bagiku yang penting dia mau nikah sama aku.” Natasya membela Bastian. “Nah, sekarang kamu bilang apa syaratnya?”
“Syaratnya nggak susah, aku cuma minta sama kamu setelah kita menikah aku mohon kamu jangan pernah minta aku melupakan Risma. Dia akan selalu ada di hatiku. Tapi kamu tenang aja, aku akan berusaha mencintai kamu. Makanya tolong kamu buat aku jatuh cinta denganmu. Gimana sanggup melakukan syarat itu?”
“Oke, aku sanggup.”
“Jika kedua calon mempelai sudah setuju dengan perjodohan ini, tunggu apa lagi ayo tentukan tanggal pernikahan!” ujar papa Bastian, begitu antusias ingin Bastian segera menikah dengan Natasya.
Tante Riana melirik kea rah Bastian dan Natasya “Kalau soal tanggal pernikahan lebih baik mereka sendiri yang menetukannya.”
Mamanya Bastian tersenyum jahil. “Kamu sendiri kapan ingin naik pelaminan dengan Natasya? Jangan lama-lama ntar calonmu diembat si Ben loh.”
“Kalau aku sendiri soal tanggal pernikahan kalian saja yang mengaturnya. Kapanpun aku siap menikah dengan Natasya.”
“Kalau gitu gimana kalau 2 minggu lagi aja pernikahannya?”
“Boleh juga tuh. Semakin baik.”
Bastian bisa mendengar keluarganya dan keluarga Natasya saling merundingkan tanggal pernikahannya. Dia tak memedulikan hal itu. Malah Bastian tenggelam dalam lamunan. Tentunya lamunan masa-masa terindah bersama Risma.
“Risma, maafkan aku. Keputusanku ini membuatmu sakit hati. Perlu kamu ketahui keputusan ini karena aku tak ingin melukai hati sahabatku. Aku yakin sahabatku itu jauh lebih bisa membahagiakanmu. Cintanya ke kamu jauh lebih besar dibandingkan cintaku ke kamu. Kamu tenang saja, aku takkan meninggalkanmu begitu saja. Sebelum aku pergi untuk selamanya, aku akan memberikan kenangan terindah dulu kepadamu. Agar kenangan itu bisa melekat di sepanjang hidupmu,” batin Bastian pilu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments