Malam pukul delapan lewat lima belas menit, Ayla merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya sembari memainkan ponsel. Tadi sekitar delapan menit yang lalu ada chat masuk dari nomor baru dan setelah tahu isi dari chat itu ternyata dari Agam, Ayla memekik kegirangan.
Akhirnya salah satu doa yang selalu dia panjatkan ketika sedang beribadah telah di kabulkan oleh Tuhan, yaitu bertemu kembali dengan teman semasa kecilnya.
Kalimat pertama isi dari chat Agam hanya menanyakan Ayla sedang apa dan memberi tahu kalau nomor baru itu adalah nomor miliknya—Agam Mahendra.
Mereka saling membalas pesan, membahas masa lalu sewaktu kecil yang masih mereka ingat. Seperti Agam yang dijuluki bocah dekil ketika SD, Ayla yang selalu dimusuhi karena membuat teman-temannya menangis, mereka yang pernah menjaili abang Kevin dengan mencoret-coret mukanya ketika tidur, memasukkan adonan tepung terigu dengan batu, dan tentunya masih banyak lagi.
Mengingat tentang masa lalunya membuat Ayla menggeleng-gelengkan kepala lantaran kelakuannya dahulu tidak jauh dari kata 'onar' dan 'usil'. Bukan hanya kelakuan di masa lalunya yang bikin geleng-geleng kepala tapi kelakuan konyolnya bersama Agam membuatnya tertawa, kalau boleh jujur masa lalunya bersama Agam itu adalah masa-masa yang tidak akan pernah Ayla lupakan.
"Kak Ay, aku boleh pinjem penggarisnya?" Seorang bocah laki-laki berusia delapan tahun berdiri diambang pintu kamar Ayla.
Ayla sempat melirik sebentar kemudian kembali terfokus pada layar ponselnya. "Ambil sendiri ya."
Bocah itu melangkah maju mendekati meja belajar yang bertumpuk buku-buku dan bertempel sticky notes dibagian dinding yang berasalkan styrofoam berbentuk kotak.
"Di mana Kak?"
"Di laci meja belajar," jawabnya sembari mengetik beberapa kalimat di ponsel.
Adiknya Alya yang bernama Saga menjulurkan tangannya untuk membuka laci meja belajar yang di maksud, di dalam laci itu terdapat berbagai macam peralatan alat tulis seperti pensil, penghapus, pulpen, tipe-x, penggaris, spidol, rautan pensil, dan beberapa buku catatan.
Saga bocah berusia delapan tahun ini menggambil benda yang dia butuhkan. "Sekalian sama spidolnya ya, Kak."
"Iya, terserah."
Saga membalikkan badan kemudian melangkahkan kakinya untuk keluar dari kamar karena apa yang dia butuhkan sudah ada ditangannya, sekarang yang harus Saga lakukan adalah mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya.
Menit-menit berlalu, kegiatan bertukar pesan masih dilakukan oleh Ayla bahkan cewek itu mengubah posisinya dari yang sebelumnya terlentang sekarang mendudukkan diri dan menyenderkan badannya di headboard. Kalau dihitung dari menit saat Saga keluar dan digabungkan dari menit sebelumnya mungkin ini sudah hampir satu jam Ayla bertukar pesan dengan Agam.
"Kak Ay, dipanggil Mama," teriakan Saga dan kedatangan Saga yang tiba-tiba itu membuat Ayla terlonjak kaget untung saja dirinya tidak sampai latah.
"Ada apa?" tanya Ayla pada adiknya.
Saga mengangkat bahunya sedetik, "enggak tau."
Karena penasaran dan takut ada hal penting. Ayla beranjak dari kasur kemudian melangkahkan kaki mencari sang mama, di ruang tamu ada mamanya sedang menonton sinetron favoritnya di televisi.
"Kenapa, Ma?"
Mamanya menoleh lantas berkata," tolong beliin sabun mandi cair yang gede dua, sampo yang botol gede dua, pasta gigi yang gede dua, sama minyak goreng yang seliter satu."
Ayla manggut-manggut. "Sekarang, Ma?" tanyanya dengan tidak semangat.
Sebenarnya Ayla agak malas jika harus berbelanja pada malam hari terlebih sekarang dia memakai baju tidur, dan Ayla juga malas jika harus mengganti baju. Kalau Ayla bilang tidak mau bisa-bisa sang mama akan mengomel tanpa titik alias tanpa henti, jadi mau tidak mau Ayla harus pergi ke minimarket.
"Nanti tunggu bang Kevin nikah," celetuk Mamahnya membuat Ayla kembali manggut-manggut.
"Oh."
"Ya, sekarang atuh." Mamanya berdecak kesal melihat respon anak gadisnya kemudian mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna biru dari dompet.
"Ini uangnya," lanjutnya sambil menyodorkan uang dan diambil oleh Ayla.
"Kak Ay, ikutttttt! seru Saga yang dari tadi memperhatikan percakapan dua orang yang ada didekatnya.
"Nggak boleh, PRnya aja belum selesai besokkan dikumpulin." Larang sang mama membuat Saga cemberut.
"Ihh.. Mamaaa, aku mau ikutttttt," rengeknya supaya diizinkan untuk ikut, tujuan Saga ingin ikut apalagi kalau bukan membeli camilan kesukaannya.
Walaupun Saga merengek sampai menguling-gulingkan tubuhnya di lantai, mamanya tetap tidak memberi izin sebab nanti pekerjaan rumahnya jadi tertunda dan itu juga bisa membuat Saga tidur kemalaman yang mengakibatkan Saga terlambat datang ke sekolah.
"Emangnya kamu mau apa sih? Nitip aja sama kakak," ujar mama.
Saga menatap mamanya masih dengan ekspresi cemberut, padahal dia pengin ikut tapi yasudahlah, Saga memilih untuk menurut. "Yaudah deh." Bocah itu menoleh ke arah sang kakak.
"Kak Ay, aku pengin cokelat satu sama rotinya satu. Beliin ya, Kak. Jangan sampai lupa."
"Iya." Ayla menyahut malas.
Sebelum beranjak pergi ke minimarket perempuan itu menyempatkan diri untuk mengambil jaket bomber merah maroon-nya di kamar sekaligus mengambil ponsel yang sengaja dia tinggalkan di atas kasur. Perempuan itu menaruh uang yang diberikan sang Mamah ke dalam kantung jaket sebelah kiri.
Ayla pamit dan pergi dengan berjalan kaki lantaran jarak antara rumah dan minimarket tidak begitu jauh.
Selama dalam perjalanan pandangannya bukan terfokus pada jalanan melainkan ponsel yang dia pegang, akibat tidak fokus pada jalanan Ayla mengaduh kesakitan lantaran tersandung batu dan itu membuat jari-jari kakinya sakit.
Karena itu Ayla memasukkan ponselnya ke dalam kantung jaket bagian kanan kemudian memfokuskan mata dan langkah kakinya.
Tak lama dia tiba di tempat tujuan, mendorong pintu lalu mengambil keranjang biru yang ada di samping pintu berwujud kaca. Berjalan santai ke arah rak bagian sabun mandi dan beralih ketempat lain di mana barang-barang lain yang ingin Ayla beli.
Sekiranya sudah lengkap barang belanjaannya, Ayla bergegas menuju kasir namun di sana dia harus mengantre karena yang berbelanja dan melakukan pembayaran secara langsung bukan hanya dirinya saja.
Sembari menunggu antrian, Ayla mengeluarkan ponselnya lalu melanjutkan kembali kegiatan bertukar pesan dengan Agam yang sempat tertunda. Sampai gilirannya tiba Ayla masih saja asyik dengan ponselnya.
"Semuanya jadi Rp167.000,00. Kak." Ayla mendongak, dia menaruh ponselnya di atas meja kasir kemudian mengambil uang di kantung jaket sebelah kiri.
"Terima kasih," ujar sang pengawai wanita dengan ramah.
Ayla menanggapi dengan seulas senyum, perempuan itu mengambil barang belanjaannya yang tersimpan di kantung plastik lantas bergegas pergi.
Selama perjalanan pulang, Ayla merasa ada yang janggal seperti ada sesuatu yang tertinggal. Tapi apa, ya? Tidak mungkinkan barang belanjaannya? Toh, semuanya sudah ada di dalam kantung plastik yang dia bawa, uang kembalian? Tidak juga, tadi sebelum pergi uang kembalian sudah dia masukkan ke dalam kantung jaket.
Lalu apa, ya?
Ayla berpikir sebentar detik berikutnya matanya membola dan mulutnya terbuka lebar. Ayla baru ingat, ponselnya tertinggal di minimarket.
Oh tidak, ini adalah bencana.
Ayla yang baru menyadari ponselnya tertinggal di meja kasir, berbalik arah buru-buru kembali ke minimarket tersebut, semoga saja ponselnya tidak diambil oleh orang lain.
Ketika sampai napasnya terengah-engah, semaksimal mungkin Ayla mencoba menenangkan diri supaya tidak panik.
Ayla menghampiri meja kasir itu, saat di lihat ponselnya sudah tidak ada kepanikan Ayla yang dia coba untuk hilangkan malah semakin bertambah banyak.
Sebab Ini adalah bencana besar.
"Mbak, maaf lihat hp saya nggak yang tadi ada di sini?" ucap Ayla sembari menunjuk tempat di mana dia menaruh ponselnya tadi.
Sang pegawai yang bertugas dibagian kasir sempat terdiam sebentar dan sampai akhirnya mengerti apa yang di maksud oleh Ayla. "Oh, hape yang warna biru itu, ya?"
Ayla mengangguk. "Iya." Semoga saja ponselnya tidak hilang.
"Ini hpnya," tutur orang itu saat mengeluarkan ponsel Ayla dari bawah meja.
Ayla mengembuskan napas panjang lantas tersenyum. "Makasih ya, Mbak."
Perempuan itu mengamankan ponselnya dengan menaruh di dalam kantung jaket, untuk kegiatan membalas pesan Agam biar nanti saja. Ayla bisa melanjutkannya lagi saat tiba di rumah.
"Iya, sama-sama." Balasnya dengan senyum kecil.
Detik ini Ayla dapat bernapas lega, hampir saja dirinya kehilangan benda persegi panjang berwarna biru itu, kalau sampai hilang Ayla tidak bisa membayangkan bagaimana murkanya sang mama.
Ayla langsung bergidik ngeri. Ih, hanya membayangkan saja sudah membuatnya takut.
"Aduh berat banget sih." Ayla bergumam ketika barang belanjaan itu semakin dipegang semakin terasa berat, seharusnya dia sudah sampai rumah tapi karena tadi ada insiden jadinya Ayla sedikit lama untuk pulang.
Sekarang ini Ayla membuat repot dirinya sendiri.
Ketika Ayla berjalan untuk segera sampai ke rumah. Tiba-tiba suara klakson motor yang berisik hingga menganggu indra penderangannya membuat Ayla terlonjak kaget, hampir saja dirinya mengumpat mengeluarkan kata-kata kasar.
"Astaghfirullah." Ayla menoleh hendak menegur sang pelaku, ketika tahu siapa pelakunya Ayla serasa ingin memakinya.
"Ihhh.. Bang Kevinnnn!"
"Hehehe." Kevin, kakak laki-lakinya Ayla malah menyengir lebar.
Ayla menatapnya jengkel lalu mendekati sang kakak, menaruh barang belanjaan di atas aspal dan tanpa banyak basa-basi langsung mencubit perut kakaknya sambil berkata. "Reseeeeeeeek."
"Aww.. aww.. sakit, Ay." Kevin mengaduh kesakitan sembari berusaha melepaskan cubitan Ayla.
Cubitan itu terlepas. "Sukurin, lagian usil banget sih jadi orang!" omelnya membuat sang kakak lagi-lagi menyengir lebar.
Ayla mendesis, lantas mengangkat barang belanjaan yang dia taruh tadi dan menyerahkannya kepada sang kakak. "Nih, bawain barang belanjaannya tangan aku pegel."
Tanpa mengeluarkan kata-kata Kevin menerima lalu menaruhnya di stang motor. Detik berikutnya Kevin mengernyitkan dahi menatap sang adik yang masih berdiri diam di tempat.
"Kamu nggak naik?"
Ayla menggeleng pelan. "Engga ah, males. Dikit lagi juga sampe kok," jawabannya membuat Kevin manggut-manggut.
Memang benar sih, Ayla hanya perlu berjalan beberapa meter saja untuk tiba di rumah.
"Oh yaudah. Abang duluan ya."
"Hm."
Kemudian Kevin pergi bersama motornya meninggalkan Ayla yang berdiri sendiri di bawah tiang listrik, sebelum kembali berjalan Ayla merengangkan tangannya yang pegal dan setelah itu berjalan santai melewati beberapa rumah untuk sampai rumah.
***
Hwang Hyunjin as Agam
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Indayani Amien
Agam face cewek 😊
2020-07-11
1
Alsaeida
Feedback ya kak. Baca, vote, dan comment juga karyaku berjudul PRIYA.
2020-03-06
1
Alsaeida
Bagus kak 😄
2020-03-06
1