Nara baru saja menginjakkan kaki di kamar Milan tepat saat larut malam. Kesibukan yang begitu padat merias serta membantu Chelsea sebagai WO. Membuatnya sejenak melupakan rasa sakit yang mendera pundak belakangnya.
Manik mata hitam Nara menatap pemuda yang telah bergelung nyaman di bawah selimut.
Ya si galak Milan telah terlelap jatuh ke alam mimpi indah.
Gadis berkacamata ini pun melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan.
Nara mulai membuka pakaiannya, seketika ia meringis saat melihat luka lebam dan membengkak di pundak belakangnya dari pantulan cermin kamar mandi, akibat insiden tertimpa lampu gantung.
“Pantas saja sakit sekali, ternyata bengkak dan lebam, ini pasti terkilir,” keluh Nara tangannya bergetar, merasakan sakit yang sangat mulai menjalar. Bagaimana tidak lampu besar itu menimpanya dengan keras.
“Aku harus pergi ke tukang urut untuk mengobatinya. Biar tidak semakin parah,” putusnya kemudian melanjutkan membersihkan diri.
Setelah beberapa saat Nara telah berada di sofa, tempat yang menjadi alas tidur setiap malam.
Dengan pelan Nara membaringkan tubuhnya. Mencari posisi nyaman agar bisa tertidur dan mengurangi sedikit rasa sakit.
“Semoga saja tidak parah dan aku masih bisa merias anak pak lurah nanti. Tinggal beberapa hari lagi,” gumam Nara memasang wajah sendu, merias anak pak lurah adalah moment penting bagi karier meriasnya. Dia tidak boleh gagal lagi kali. Namun dengan kondisi tangan yang cidera, ia hanya bisa berharap cepat pulih, tidak kembali merasakan sama seperti Zeline, gagal lagi.
“Ahh sakit sekali! Besok aku harus ke rumah tukang urut mak Eros,” keluh Nara merasa nyeri mendera menjalar di pundak belakangnya.
****
Mentari pagi telah menyinari, bias hangatnya masuk melalui celah jendela membuat pemuda yang terlelap, mulai membuka mata pelan, menggeliat mengumpulkan separuh nyawa yang hilang.
“Culun!” gumam Milan.
Manik mata Milan menyorot sofa tempat Nara tertidur dan ternyata gadis itu tidak berada di sana.
“Dia masih bekerja itu berarti dia baik-baik saja.” Milan menarik napas lega.
Sejujurnya, semalam dia memikirkan bagaimana keadaan Nara. Insiden lampu gantung terus berputar di kepalanya. Bagaimana keadaan si culun?
Pemuda ini pun kemudian beranjak turun dari ranjang. Seperti biasa saat dia tak mendapati Nara di dalam kamar, Milan akan menarik laci nakas tempat di mana surat perjanjian mereka tersimpan.
Sudah merupakan kegiatan rutin Milan membuka kertas itu mencari tanda tangan Nara.
Ya ... hingga saat ini dia masih berharap Nara tertarik dengan tawarannya dan menandatangani surat perpisahan mereka. Namun seperti biasa hanya secarik kertas kecil yang ia dapatkan.
Petuah move on
Kata orang jika cinta dia akan kembali.
Tapi bagiku, sebenarnya jika cinta dia tidak akan pergi.
Milan memicing tajam menatap kertas kecil di tangan. Lagi dan lagi selalu petuah move on yang ia dapatkan.
“Culun!” desis Milan pelan merotasi bola mata malas, tangannya telah menggantung untuk melempar kertas itu namun terhenti, dia mengurungkan, kali ini dia tidak membuang kertas Nara, sama seperti yang sering dia lakukan. Dengan senyum miring tersungging Milan meletakkan kembali kertas itu di saku Nakas.
Ini pertama kalinya dia tidak marah. Entah mengapa kata-kata itu meresap dalam lubuk hatinya.
Milan pun kembali menutup laci nakas. Bersiap ke kantor.
****
Milan sedang berada di ruang makan bersama mama Erika dan adiknya Chelsea. Menyantap menu sarapan pagi.
“Nara ada pekerjaan merias lagi ya? Dia sangat sibuk,” keluh mama Erika saat menantu kesayangannya tidak bergabung bersama mereka.
“Nara memang pekerja keras Ma. Apalagi lagi dia semangat banget dapat orderan merias anak pak lurah, tinggal beberapa hari lagi,” timpal Chelsea.
Milan hanya diam menyantap makanannya. Mendengar dua perempuan ini selalu mengoceh membahas di culun.
“Mama takut dia sakit, karena kelelahan.” Raut cemas membingkai wajah perempuan paruh bayah ini.
“Mama tenang aja! Nih Nara lagi ke tukang urut, katanya badannya terasa remuk semua. Kemarin Sea tepuk bahunya dia teriak kencang,” jelas Chelsea.
Mendengar itu Milan yang sedang menikmati sarapannya seketika tersentak.
Uhuk ... uhuk ...
Milan tersedak makanannya hingga terbatuk mendengar Nara yang mengunjungi tukang urut itu berarti si culun tidak baik-baik saja, Nara terluka.
“Kak Milan pelan-pelan makannya,” Sea menyodorkan segelas air untuk kakaknya.
“Udah ngak apa-apa?” timpal mama Erika mengelus punggung Milan yang duduk di sampingnya.
Milan mengangguk kembali meletakkan gelas di meja.
“Dia terluka, ternyata benar bahunya terkilir,” gumam Milan dalam hati.
Pembicaraan membahas Nara pun kembali berlanjut. Milan memasang telinga mencuri dengar.
“Tapi, Sea kenapa ke tukang urut sih, kaya orang patah tulang saja, kalau lelah seharusnya kamu bawa di ke spa, trus beri dia vitamin terbaik agar daya tahan tubuhnya kuat,” saran mama Erika.
“Nara mana mau mah. Minum obat aja susah apalagi Ke dokter, dia takut.” Terang gadis cantik ini.
“Nara takut dokter,” ulang mama Erika.
“Iya, Ma. Bahkan minum obat pun dia ngak mau.”
“Pantas saja kemarin dia menghindar dan mengatakan baik-baik saja, ternyata dia takut dokter. Jadi bagaimana dia sembuh kalau tidak ke dokter,” batin Milan.
Rasa tenang yang dirasakan Milan seketika meluap menjadi cemas. Saat mendengar obrolan mama dan adiknya tentang si culun.
“Ah si culun. Membuat aku khawatir saja, bagaimana keadaannya sekarang?” batinnya seketika selera makan Milan hilang, pikirannya sekarang tertuju pada si culun perempuan yang telah menolongnya. Tidak mungkin dia mengabaikannya.
“Ah kenapa juga bukan aku saja yang tertimpa lampu gantung itu, jadi aku tidak perlu di hantui rasa bersalah pada si culun,” rutuk Milan di dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
yuni arti
Smoga kebaikan Nara ,bisa menyadarkan milan
2024-04-21
2
Yani
Semoga Nara lekas sembuh
2023-11-03
0
Ambar
anjayyyy
2023-10-30
0