“Istriku,” pekik Milan tanpa sadar, memanggil Nara dengan sebutan istri, tersentak kaget saat melihat di depan matanya, lampu gantung itu menimpa Nara.
Suara riuh terdengar, orang yang berada dalam ruangan menjadi panik menyaksikan apa yang terjadi pada Nara.
Secepat kilat Milan mendekat ke arah si culun yang duduk tersungkur.
Memasang wajah cemas, Milan memegang bahu Nara, hendak melihat keadaan gadis ini namun justru membuatnya mengeluh kesakitan.
“Aww,” keluh Nara kesakitan saat Milan memegang bahunya.
Melihat Nara meringis, dengan cepat tangan Milan terulur di bawah lutut Nara.
Si culun pun tersentak dengan perlakukan Milan, sejenak rasa sakit itu menguap, berganti rasa heran saat pemuda galak ini menggendongnya.
Ini gila ... dia telah membuat suami galaknya ini menggendongnya.
"Lan,” tegur Kay menghampiri mereka.
“Ayo pergi,” ucapnya dengan nada dingin, terlihat menahan amarah. Melangkah keluar ruangan.
“Kak Milan, aku sudah ngak apa-apa, turun kan aku,” tutur Nara. Merasa tak enak berada dalam gendongan pemuda galak ini. Akan tetapi Milan hanya diam terus menggendong Nara.
Mereka telah berada di dalam mobil, Kay memegang stir kemudi fokus menatap jalan.
“Lan, ini ...” Kay mulai membuka suara.
“Ini pasti bukan kecelakaan,” sambar Milan dengan amarah. merangkai semua yang terjadi di dalam studio, mulai Nara yang di sudutkan hingga insiden lampu gantung yang jatuh tiba-tiba terjatuh menimpa dirinya.
“Aku pikir juga begitu Lan,” timpal Kay sembari fokus menatap jalan.
“Kau urus semua! Selidiki, tuntut stasiun televisi itu dan aku tidak mau rekaman ini tayang,” titah Milan dengan wajah mengeras.
“Kau harus berhati-hati sepertinya ada orang yang ingin mencelakaimu, tapi naas malah Nara yang kena,” terang Kay.
Milan menghela napas berat, pandangannya lalu tertuju pada perempuan yang duduk di sampingnya.
“Bodoh! Kenapa kau mendorongku!” sungut Milan. Karena menolongnya, Nara menjadi terluka. Seharusnya dia yang merasakan tertimpa lampu gantung.
“Lampu itu akan jatuh di atas kakak,” terang Nara dengan ringisan.
“Kita harus ke rumah sakit untuk memeriksakan keadaanmu,” ucap Milan.
Apa rumah sakit ....
Mendengar ucapan itu, Nara seketika panik, wajahnya memucat kata rumah sakit sungguh membuatnya ketakutan.
“A ... pa rumah sakit!” ulang Nara gelagapan.
“Kau harus memeriksakan dirimu.”
Nara menelan salivanya dengan susah payah. Dia sangat takut jika menyangkut rumah sakit, dokter, pemeriksaan dan sebagainya.
"Tidak perlu Kak. Aku sudah tidak apa-apa,” sosor Nara dengan cepat.
“Anda terluka. Bahu Anda mungkin terkilir,” sela Kay.
“Tidak! Aku baik-baik saja,” sangkal Nara melambaikan kedua tangannya di seling wajah yang memaksakan senyuman.
"Aku tidak mau ke rumah sakit, dokter sangat mengerikan," batin Nara.
“Kak Kay, tolong hentikan mobilnya! Aku turun di sini saja,” pinta Nara terdengar memelas. Sungguh dia tidak ingin ke rumah sakit.
“Hei kenapa mau turun!” sungut Milan.
Menuruti permintaan istri atasannya, Kay pun menepikan mobil dan menginjak rem.
Setelah mobil berhenti, tangan gadis ini dengan cepat terulur membuka pintu mobil.
“Hei! Kau harus ke rumah sakit! Apa kau terluka,” Milan mencegah Nara.
“Tidak perlu kak. Aku harus pergi merias lagi,” alibinya.
“Kau masih mau bekerja, dalam keadaan seperti ini,” decak Milan.
“Pengantin wanitanya pasti sudah menungguku,” ucap Nara, setelahnya keluar dari mobil.
“Hei culun! Kau harus memeriksakan keadaanmu,” panggil Milan.
“Aku tidak apa-apa kak. Tanganku baik-baik saja. Tidak ada yang luka!” balas Nara tersenyum pelik meregangkan tangannya agar terlihat baik-baik saja. Padahal saat ini dia sedang menahan sakit. Demi tak menginjakkan kaki ke rumah sakit dia harus berbohong.
Setelanya gadis ini berbalik, semakin mempercepat langkahnya, tak berbalik sedikit pun.
“Kalau ada apa-apa aku tidak akan peduli, aku sudah berbaik hati ingin memeriksakan keadaannya, dia yang tidak mau Dasar culun! Dia masih ingin merias,” gerutu Pemuda ini berdecak kesal.
“Dia perempuan pekerja keras Lan,” sahut Kay.
“Dia itu hanya MUA biasa, tapi kenapa dia lebih sibuk dari presdir Maxkal,” gerutu Milan telah tahu kesibukan si culun.
“Ya dan seperti itulah istrimu!” tekan Kay.
Mata Milan seketika memicing menatap Kay tak suka.
“Kau tidak ingat kau tadi memanggilnya istriku dan sangat cemas,” goda Kay tersenyum miring dengan menaik-naikan alisnya yang tampak dari kaca mobil, teringat Milan menyebut Nara istriku.
Mendengar itu Milan pun menjadi gelagapan, mengutuki kebodohannya, mengingat jika tadi dia tanpa sadar memanggil si culun dengan sebutan istriku saat insiden lampu gantung terjadi.
“Ya masa aku harus memanggilnya si culun di depan semua orang, mereka akan curiga!” Alibi pemuda ini, padahal dia juga tak mengerti mengapa tanpa sadar kata itu keluar dari bibirnya.
“Melihat bagaimana lampu itu menimpanya, dia pasti terluka. Mungkin saja lengannya terkilir,” lontar Kay terdengar khawatir.
“Kau tidak lihat, dia bilang baik-baik saja. Bahkan dia sudah pergi merias," ketus Milan menatap malas pada Kay. Perasaannya masih Kesal karena si culun menolak dengan keras ke rumah sakit.
“Lan dia itu sudah menyelamatkanmu, seharusnya kau berterima kasih padanya.”
“Sudahlah, jangan bahas si culun lagi!” ucapnya dengan ketus sembari membuang pandangannya.
Seakan tak terima mengapa juga si culun harus menolongnya.
Kay menyeringai, melihat tingkah sahabat galaknya. Kay tahu Milan pasti mengumpat dalam hati mengapa orang yang ia benci malah menolongnya dan sekarang Milan pasti merasa bersalah pada Nara namun gengsi yang setinggi gunung membuatnya lidahnya keluh untuk mengakui atau pun mengucapkan terima kasih pada si culun istrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Febby Fadila
Awas aja lo bucin ✊✊✊
2024-07-05
0
Totoy Suhaya
dqsar kulkas dua pintu ego aja d gedein...
2024-02-03
1
Yani
Milan egois
2023-11-03
0