Selamat membaca!
...****************...
...****************...
Yu Wen membalikkan badannya.
Pemilik tangan itu terlihat tidak asing baginya.
Ia memakai hanfu(1) serba putih berpola yang terlihat cukup mewah, serta rambutnya berwarna putih sempurna.
Wajahnya yang sedikit brewokan hanya memiliki sedikit kerutan.
Seperti orang pada usia 40-an dengan jejak ketampanan yang masih tergambar jelas.
Ia memiliki garis rahang tegas dan kedua bola matanya yang berwarna putih abu-abu, seperti butir kristal es yang bersinar.
Ia memancarkan aura dingin dan angkuh dan terkesan sedikit misterius.
Penampilannya yang mencolok itu tentunya akan membuat siapapun dapat mengingatnya dengan jelas.
“...Kakek?" seru Yu Wen.
^^^Hanfu(1): pakaian tradisional Tiongkok.^^^
"Apa yang kau lakukan disini? Aku sedang sibuk mencari ta-....hmph! hmph!"
Si kakek tua itu langsung menutup mulutnya dengan tangan dan menariknya ke suatu tempat.
Tak lupa membawa tas berisi barang pemberian Bibi Tong yang digantung melingkari lehernya.
Walaupun dipanggil si kakek tua, namun penampilan dan kekuatannya tidak seperti orang tua.
Ia masih sangat kuat dan cepat.
Sambil berjalan, si kakek tua berkata, "Nak, aku lupa memberitahumu suatu hal penting saat meramalmu sebelumnya. Aku jauh-jauh kemari mencarimu untuk itu."
Setelah mendengar penjelasan singkat dengan nada menyakinkan dari si kakek tua, Yu Wen pun berhenti memberontak dan mengikutinya dengan tenang.
Setelah mereka berada cukup jauh dari tempat kebakaran, kakek itu pun melepaskan tangannya.
Yu Wen berkata, "Lalu, hal penting apakah itu?"
"Panggil aku Penatua Yong Heng(2) atau Dashi(3).”
^^^Yong Heng(2): abadi.^^^
^^^Dashi(3): panggilan master untuk seorang ahli yang telah memiliki banyak pengalaman, namun bukan guru resmi.^^^
“Hormat Penatua Yong Heng, hal penting apakah itu?" tanya Yu Wen dengan nada yang terpaksa dihaluskan.
"Aku melihat kau memungut sesuatu di dekat tempat kebakaran itu."
"Ya, aku menemukan sebuah gela-....."
Yu Wen segera menghentikan kalimatnya, dan mengipaskan tangannya di depan mata Penatua Yong Heng dengan cepat.
"Ia tidak berkedip, apa ia benar-benar buta? Bola matanya memang seperti tertutupi kabut putih, tapi bagaimana ia bisa melihatku memungut sesuatu?" gumamnya dalam hati.
"Penatua abadi ini memiliki insting kuat untuk meramalkan masa depan. Karena aku buta, jadi aku menggunakan kekuatan spiritual untuk mengetahui apa yang ada dan terjadi di sekitarku."
"Aku sudah hapal semua rute jalan saat aku masih muda," jawab Penatua Yong Heng, seolah-olah menjawab semua pertanyaan dalam hati Yu Wen.
"Jadi, ada apa dengan benda itu?" tanya Yu Wen lagi.
"Itu adalah benda keramat. Siapapun yang memungutnya akan bernasib sial berturut-turut selama tujuh hari."
"Dan jika kau terus menyimpannya, maka suatu saat hanya akan tinggal namamu di dunia ini," tegas Penatua Yong Heng.
"Huh? Kau pikir aku akan percaya padamu? Aku ini tidak sebodoh yang kau pikirkan."
"Tapi, setelah dipikir-pikir, ramalan pertama kakek ini memang benar. Aku benar- benar kalah dalam kompetisi itu."
"Tetapi, bagaimanpun hal itu dan yang ini berbeda. Kompetisi itu adalah masalahku, sedangkan kebakaran ini tidak ada hubungannya denganku. Jadi, kenapa aku akan dikutuk?"
"Baiklah, aku tidak akan berani menyimpannya. Tidak akan," jawab Yu Wen sambil menggelengkan kepala dengan pelan.
Namun setelah berpikir lagi, ia melanjutkan.
"Aku hanya akan menitipkannya pada diriku sendiri," ucap Yu Wen sambil memukul dadanya.
Ia sedang menunjukkan bahwa ia adalah orang yang tidak takut menghadapi bahaya apapun dan dapat diandalkan.
"Anak muda, kau akan menyesal," desak Penatua Yong Heng dengan nada mengejek.
"Jangan khawatir kek," balas Yu Wen dengan nada santai.
"Sebagai tetua, sudah kewajibanku untuk mencegah bencana terjadi sebelum terlambat," balas Penatua Yong Heng lagi.
Beberapa murid sekte yang melihat mereka sedang bersembunyi pun datang menghampiri.
"Tuan, apa yang sedang kalian lakukan malam-malam begini dalam semak-semak?"
Pertanyaan ini terdengar sedikit aneh.
Seolah-olah seorang Tuan muda dengan seorang kakek tua sedang berbuat mesum di tengah malam di antara semak belukar.
Yu Wen pun tersadar akan beberapa pasang mata yang sedang mengawasi mereka saat ini.
"Ah.. tidak. Aku mendengar telah terjadi kebakaran yang... yang hebat! Jadi, aku segera berlari keluar dan bertemu dengan kakek ini di tengah jalan."
"Ia sangat ketakutan, sehingga memintaku untuk menggendongnya kembali haha," bohong Yu Wen dengan abstrak.
"Begitu ya," jawab kedua pengawal itu.
Lalu keduanya saling melempar pandangan dan diam-diam menganggukan kepala.
Mungkin mereka sedang mencocokkan pikiran dan memutuskan untuk percaya atau tidak.
Yu Wen melirik Penatua Yong Heng yang sedang bengong, dan menarik tangannya agar mendekat dan membantu menyakinkan mereka.
"Hacih...!"
Yu Wen melancarkan aksinya dengan mengirim kode untuk Penatua Yong Heng
“Aha! Kalian, para anak muda sangat bising."
"Kakek tua ini memiliki jantung yang lemah. Ketika mendengar ada kebakaran, aku terbangun dan segera berlari keluar. Tapi karena panik, aku lupa jalan pulang."
"Untungnya, Tuan muda ini menemukanku disini. Jika tidak, Uhuk! Uhuk!” suara Penatua Yong Heng semakin melemah dan terbatuk beberapa kali.
“Jika tidak, kakek ini sudah pasti dimakan oleh serigala haha," timpal Yu Wen.
Murid-murid itu terlihat antara percaya dan tidak percaya.
Namun, mereka memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah ini.
"Baiklah. Kami akan mengantar kalian ke kamar lain, maaf atas ketidaknyamanan ini," ujar salah satu murid tersebut.
Sampai di tengah perjalanan, tiba-tiba muncul tiga orang berpakaian hitam dengan membawa pedang di tangannya.
Mereka mengerluarkan asap 'Pembiasan Wajah' yang membuat siapapun tidak dapat melihat wajah mereka dengan jelas.
Di balik asap putih, ketiga orang misterius itu langsung terbang dengan pedang menghunus ke depan.
Kedua murid itu kehilangan kendali dan mati di tempat, menyisakan garis merah di lehernya.
Leher mereka telah disayat hanya dalam hitungan detik.
Yu Wen masih sempat-sempatnya melihat ke arah lain.
Kakek tua itu langsung mengeluarkan pedang untuk menahan serangan pedang selanjutnya yang ujungnya hanya kurang satu sentimeter dari leher Yu Wen.
Jika Penatua Yong Heng terlambat hanya sedetik saja, Yu Wen sudah bergabung dengan kedua murid tadi ke dunia lain.
"Terima kasih, kek," ujarnya.
Ia segera mengeluarkan belatinya dan menyayat leher, siku, punggung, perut, atau bagian apapun itu.
Ketiga orang itu pun mati terhempas ke tanah dengan darah bercucuran.
Yu Wen mendengar teriakan lain dan segera terbang menuju sumber suara sambil merangkul si kakek tua.
"Sial!” pekik Yu Wen sembari terjatuh kembali ke tanah.
Ia merasa ada yang salah dengan kekuatan spiritual dalam dirinya.
Lalu, dadanya terasa seperti ditusuk dari dalam, kepalanya memanas dan ia muntah darah.
"Bian Ruo Shui!" seru Penatua Yong Heng.
^^^Bian Ruo Shui\=ramuan keabadian/air peremajaan.^^^
...****************...
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Tiurma Sibarani
Lucky five
2021-10-21
2
Lilis Kurniawati
hmm🤔👣
2021-07-17
0
Pororo reader🐧🐧
datang membawa like sebanyak banyaknya
2021-07-12
0