"Pak, aku mau bakso itu," ucap gadis mungil berdiri di hadapan ayahnya dengan tatapan penuh permohonan.
"Mana baksonya? Lihat!! Ga ada, kan!! Sudah sana makan seadanya!" bentak sang ayah.
Gadis mungil itu akhirnya pergi dan pulang ke rumahnya. Mencari ibunya yang tengah menggoreng lauk di dapur. Tanpa mengucapkan apapun lagi gadis itu mengambil nasi dan meminta lauk yang sudah matang pada ibunya.
Belum habis ia makan nasinya, tante atau adik dari ayahnya mencari ibunya dan keduanya berbicara serius hingga akhirnya tante gadis itu membentak dan mencaci maki ibu dari gadis itu. Meskipun tidak terlibat langsung, tapi kedua netra gadis mungil itu menyaksikan ibunya di intimidasi oleh tantenya setiap hari dengan kata-kata yang menusuk.
Dan sayangnya tidak ada satu patah katapun keluar dari mulut si ibu, ia hanya melihat ibunya diam dan melanjutkan pekerjaannya setelah tantenya pergi dari rumah. Pemandangan seperti ini terjadi menemani tumbuh kembang si gadis mungil hingga dewasa, sampai membuat dirinya juga ikut di atur untuk tidak melawan dan diam saat mendapat perlakuan sama seperti ibunya.
Belum lagi aturan dari ketiga kakak laki-laki gadis mungil itu. Jadilah gadis itu pendiam dan terkesan aneh. Hingga tumbuh dewasa gadis itu terbiasa mengunci rapat mulutnya dan tidak berani mengutarakan argumennya. Ia hanya menuruti setiap perintah dan aturan yang sudah ada sejak ia kecil.
Semuanya berlanjut hingga gadis itu sudah dewasa, dimana sudah waktunya menikah dan tak kunjung mendapatkan pria yang cocok untuk menikah dengannya. Bukannya tidak ada yang mau, tapi gadis itu terlalu takut saat mengenal pria karena sudah terdoktrin aturan-aturan dari keluarganya kalau mencari pasangan hidup harus sempurna.
Karena jika tidak sempurna akan menjadi bahan gibah tantenya dan para tetangga. Alhasil, gadis itupun tidak menerima satupun cinta yang datang padanya dari sekolah hingga waktu kerja. Usia tidak selalu muda dan gadis itu sudah hampir menyentuh usia tiga puluh tahun, dimana usia segitu di kategorikan sebagai perawan tua di kampungnya.
Ibu dari gadis itu berupaya mencarikan jodoh untuk gadis itu dan akhirnya bertemu dengan saudara sang ibu. Dan mereka sepakat menjodohkan gadis itu dengan kenalan saudara sang ibu. Tiba waktunya pertemuan, gadis itu sebenarnya merasa kurang cocok. Namun karena sejak kecil tidak terbiasa mengutarakan pendapatnya, gadis itu hanya menuruti perjodohan itu.
Perkenalan dimulai, gadis itu mulai berkenalan dengan pria yang di jodohkan dengannya. Sebut saja namanya Angga. Gadis dan Angga berkenalan dan keduanya sering keluar berdua untuk saling mengenal. Hingga akhirnya Gadis dan Angga sepakat untuk menikah.
Pernikahan di gelar, meskipun penuh keraguan namun Gadis tetap menjalaninya dan berharap pernikahannya baik-baik saja. Tetapi semua perkiraannya salah, satu demi satu kebohongan Angga terkuak dan menyakiti hatinya. Semakin hari ucapan Angga pun jauh seperti saat mereka belum menikah. Perubahan Angga sangat besar, Gadis tetap berusaha bertahan dan mencoba untuk mempertahankan pernikahannya.
"Kenapa rasanya semakin berat ya Allah, apa yang harus hamba lakukan," gumam Gadis di atas sajadahnya.
Angga semakin menunjukkan perangainya yang berbeda. Ia bahkan terang-terangan mengajak Gadis untuk lebih mempercayai dukun di banding bertakwa pada Allah. Bahkan Angga menghina ustadz dan para Kyai. Pertengkaran kecil yang terus-menerus dan intens dari masalah sepele hingga masalah besar membuat Gadis semakin tidak tahan dengan perubahan Angga hingga memutuskan pergi dari rumah Angga. Ia sudah tidak peduli dengan apapun kata-kata yang akan diterimanya dari keluarganya sendiri.
Gadis berhasil kabur dan pergi keluar kota. Di dalam pelariannya Gadis masih tetap membuka koneksi dengan suaminya.
"Pulang Gadis, apa pantes seorang istri melakukan ini? Pulang sekarnag, kalau tidak aku akan menghajarmu dengan selingkuhanmu," tulis Angga dalam pesannya.
Hati Gadis terasa sakit membaca pesan itu, ia pikir Angga akan bicara baik-baik. Namun yang ia terima justru tuduhan selingkuh.
"Aku ga selingkuh, aku cuma kecewa sama kamu mas, coba kamu berubah dulu dan aku masih ingin menenangkan pikiranku disini," balas Gadis.
"Pulang, kalau tidak! aku pasti bisa menemukanmu dan aku akan menyeretmu sampai rumah," gertak Angga.
Tangan Gadis bergetar dan ia mematikan ponselnya. Gadis segera keluar mencari konter dan memasukkan nomer baru. Ia masih saja mendapat teror, kali ini Angga mendatangi ibunya dan terus berkata buruk padanya hingga akhirnya Gadis memutuskan pulang dan menghadapi Angga.
"Apa yang kamu inginkan?" bentak Angga begitu mereka bertemu di ruang tamu rumah Gadis.
"Aku mau bicara baik-baik mas," jawab Gadis.
"Cepat katakan!"
"Aku hamil dan aku mau kita mengulang kembali lembaran baru, dan aku ingin Maslaah kemarin tidak di bahas lagi," ucap Gadis.
Rona wajah Angga mendadak memerah dan ia tampak sangat bahagia. Berjingkrak dan seolah memenangkan pertarungan. Angga dan Gadis memulai kembali lembaran baru dan berjanji menghapus kesalahan yang lama.
Namun waktu itu tidak digunakan Angga dengan baik, justru ia semakin seenaknya. Angga memaksa Gadis ke rumahnya dan meminta maaf pada keluarga besarnya. Selain itu Angga juga masih saja perhitungan dengan Gadis.
Selain perhitungan Angga juga selalu saja mensugesti Gadis kalau wanita melahirkan itu banyak yang meninggal dan berakibat buruk lainnya. Gadis semakin stres mendengar ucapan Angga yang tidak menguatkan dirinya tapi justru membuat mentalnya Down. Gadis akhirnya mengambil keputusan untuk bercerai dari Angga meski berbadan dua.
Gadis pergi ke pengadilan agama dan mendaftar. Proses cerai berlangsung. Angga masih saja membual dan selalu berkata manis di hadapan hakim, namun berbanding terbalik di luar pengadilan. Masih sama saja, hingga akhirnya Angga menyewa LBH dan berhasil menekan Gadis.
Namun Gadis di tolong oleh temannya dan berhasil mendapat pertolongan beberapa pengacara yang berbaik hati dan akhirnya mereka resmi bercerai. Di saat ketuk palu, putra dari Gadis telah lahir. Dan mulai detik itu pula, Gadis seperti terlahir kembali. Gadis yang lama telah mati.
Gadis yang telah di ajari bicara dan berjalan oleh putranya. Kini Gadis mungil yang tumbuh seorang diri tanpa kehadiran sosok ayah dalam hidupnya mampu berdiri di atas kakinya sendiri, begitu juga dengan keputusan-keputusan penting dalam hidupnya.
NOTE : Teguh berprinsip dan berani mengutarakan keinginan kalian itu sangat penting. Apalagi kalau kalian seorang wanita, jangan mau di doktrin kalau wanita itu harus banyak mengalah dan diam. Kalau kalian merasa benar dan punya cukup bukti berteriaklah!!
Terimakasih sudah membaca cerpen pertamaku!! Untuk kisah selengkapnya bisa baca di novelku berjudul "Suami Pelit Mertua Julit"
Salam hangat dari Author CumaHalu 🤗