Tahun 1990.
Sekolah menengah atas di Bandung itu penuh cerita. Di sinilah kisah Dolan dan Melia dimulai.
Dolan bukan cowok biasa. Badannya kurus, rambutnya awut-awutan, tapi sikapnya aneh dan nyeleneh. Semua guru sudah hafal: kalau ada keributan kecil di kelas, biasanya Dolan dalangnya.
Sedangkan Melia? Gadis manis, rambut panjang, senyumnya bikin satu sekolah betah antre di kantin hanya untuk sekadar menyapanya.
Pertemuan pertama mereka terjadi di koridor sekolah. Melia sedang jalan, tiba-tiba Dolan nyeletuk:
> Dolan :Eh Melia, tau ga bedanya kamu sama papan tulis?
> Melia: Apa?
> Dolan: Kalau papan tulis ditulis kapur, kalau kamu ditulis di hatiku.
Melia langsung berhenti, menatap Dolan dengan tatapan “ini anak siapa sih”. Tapi entah kenapa, senyumnya pecah juga.
Sejak hari itu, Dolan mulai sering nongkrong di sekitar Melia. Kadang tiba-tiba nongol di depan gerbang sambil bawa sepeda bututnya.
> Dolan: Naiklah, Lia. Ini sepeda anti maling. Maling aja ogah nyolong.
> Melia: Aku malu, Dol. Sepeeedanya bunyinya ‘kriyet-kriyet’ gitu.
> Dolan: Biarin. Yang penting kalo kita jalan bareng, dunia ikut iri.
Meski suka gengsi, Melia diam-diam seneng diperhatiin Dolan. Apalagi waktu Dolan ngasih hadiah aneh di hari ulang tahunnya.
Kotak kecil dengan pita lusuh. Saat dibuka, isinya cuma batu kerikil.
> Melia: Dolan! Masa ulang tahun ngasih batu?!
> Dolan: Itu bukan sembarang batu. Itu saksi sejarah. Aku pungut waktu pertama kali liat kamu jatohin buku di koridor. Jadi tiap kali liat batu itu, aku inget momen pertama kita.
Melia terdiam. Antara pengen ketawa atau pengen nangis. Tapi ia tahu, Dolan selalu punya cara sendiri buat bikin hatinya bergetar.
Hari-hari mereka dipenuhi hal kocak. Dolan suka nulis surat cinta pakai gaya militer:
> "Untuk Melia. Lokasi: Hatiku. Situasi: Rindu berat. Kondisi: Butuh senyummu secepatnya.”
Dan Melia, meski suka bete, selalu menyimpan surat-surat itu diam-diam di laci mejanya.
Suatu sore, saat hujan deras, Dolan dan Melia berteduh di emperan toko. Dolan menatap Melia lama-lama.
> Dolan: Lia, kamu tau ga kenapa aku ga pernah capek ngejar kamu?
> Melia: Kenapa?
> Dolan: Karena kalau berhenti, aku pasti nyesel seumur hidup.
Melia tersipu. Hatinya yang keras perlahan luluh.
Mereka bukan pasangan sempurna. Dolan sering bikin ulah, Melia sering ngambek. Tapi di balik semua itu, ada rasa yang tulus. Rasa sederhana ala anak SMA tahun 90-an.
Dan di kemudian hari, ketika Melia ditanya, ia hanya menjawab singkat:
> “Dia bukan siapa-siapa. Hanya Dolan, yang dengan caranya sendiri, berhasil menulis namanya di hatiku.”
✨ Pesan Moral:
Cinta masa SMA seringkali sederhana, penuh tawa, kadang konyol. Tapi justru di situlah kenangan paling indah tercipta.
INI HANYAAA HIBURAN SEMATA MOHONN JANGAN DIBAWA HATI, KALO BAWA AKU GAPAPA