Timeline : Awal Petualangan Catrina
____
Senja perlahan turun di Kekaisaran Atria, mewarnai langit dengan kilauan oranye dan merah keemasan. Kota megah kekaisaran masih bersinar terang, tetapi di ujung perbatasannya, tersembunyi dalam bayangan sejarah, berdiri sebuah istana sunyi—Istana Terbuang.
Bangunan ini dulunya bagian dari kompleks kerajaan, tetapi sejak Putri Mahkota Naina menghilang dan Permaisuri meninggal dunia, istana ini tidak lagi dihuni.
Sebagian besar pelayannya telah dipindahkan, meninggalkan hanya segelintir orang untuk menjaga tempat itu tetap layak ditinggali. Namun, semua orang tahu bahwa istana ini kini menjadi penjara tak resmi bagi Putri Kedua Kekaisaran, Niana.
Banyak rumor beredar di kalangan rakyat. Ada yang mengatakan bahwa Niana dikutuk karena kehilangan ibunya. Ada pula yang percaya bahwa ia diasingkan karena terlalu lemah untuk menjadi bagian dari keluarga kerajaan.
Dan itulah tempat yang Catrina masuki—tanpa sengaja.
Catrina awalnya hanya ingin menjelajahi ibukota kekaisaran Atria setelah perjalanannya yang panjang dari desanya. Namun, tanpa disadari, ia mengambil jalan yang salah dan malah tiba di gerbang istana tua yang tampak terlantar.
"Kenapa tempat sebesar ini kosong?" pikirnya.
Bangunan itu tampak megah tetapi kesepian. Jendela-jendela tinggi berdebu, patung-patung marmer mulai tertutup lumut, dan keheningan yang menekan menyelimuti udara.
Rasa ingin tahunya mengalahkan naluri waspada.
"Mungkin ini rumah hantu atau tempat menyimpan harta karun!"
Dengan semangat petualangan, Catrina mendorong pintu kayu besar yang berderit keras. Begitu ia masuk, suasana gelap menyambutnya. Angin malam menyelinap melalui celah jendela yang pecah, membuat suara gemerisik yang menyeramkan.
Namun, saat ia melangkah lebih dalam, ia melihat sesuatu yang tidak disangka—seorang gadis berambut perak duduk diam di atas sofa tua, menatap kosong ke luar jendela besar.
Catrina menahan napas.
Gadis itu tampak seperti bagian dari tempat ini—tenang, dingin, dan kesepian. Pakaiannya sederhana tetapi masih membawa jejak kemewahan, meskipun terlihat sedikit lusuh. Wajahnya pucat, dengan mata Biru yang tampak kosong dan lelah.
Namun, begitu Catrina bergerak lebih dekat, gadis itu menyadari kehadirannya dan tersentak.
"Siapa kau?!"
Suaranya terdengar panik, seolah tak percaya ada seseorang di sini.
Catrina mengangkat tangan, mencoba menunjukkan bahwa ia tidak berbahaya.
"Aku tersesat! Aku pikir tempat ini kosong… Eh, tunggu, kau tinggal di sini?"
Gadis itu menatapnya tajam sebelum akhirnya mengangguk ragu.
"Ya… Aku tinggal disini, namaku Niana Farlanda Atria."
Catrina menatapnya lebih saksama. Nama itu terdengar familiar. Lalu, tiba-tiba ia teringat—Putri Kedua Kekaisaran Atria.
"Kau keluarga kerajaan!" serunya tanpa berpikir.
Niana tersenyum pahit. "Dulu. Tapi sekarang aku bukan siapa-siapa."
Malam semakin larut, tetapi Catrina tidak segera pergi. Rasa penasarannya terlalu besar.
Setelah beberapa usaha membujuk, akhirnya Niana setuju untuk berbincang dengannya di sebuah ruang kecil di dekat dapur, di mana mereka duduk berhadapan sambil menikmati teh hangat.
Dengan suara pelan, Niana mulai bercerita.
"Dulu, aku tinggal di istana utama bersama ibu dan kakakku, Naina. Ibu adalah segalanya bagiku. Dia lembut, penuh kasih sayang, dan selalu melindungiku dari ayahku yang terlalu sibuk dengan politik."
"Tapi… semuanya berubah ketika kakakku hilang."
Catrina menahan napas.
"Saat itu, aku masih kecil, dan aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku hanya tahu bahwa suatu hari, Naina pergi dan tidak pernah kembali. Semua orang mencarinya, tetapi hasilnya nihil. Kekaisaran berduka. Ibuku... dia tidak pernah pulih dari kepergiannya. Beberapa bulan kemudian, dia meninggal karena sakit."
Niana menggigit bibirnya, berusaha menahan emosinya.
"Setelah ibu tiada, aku menjadi beban bagi semua orang. Tanpa Naina, takhta kehilangan pewarisnya, dan aku yang terlalu lemah dianggap tak layak. Ayahku… dia tidak ingin melihatku. Aku dipindahkan ke sini, jauh dari istana utama. Sejak itu, aku sendirian."
Catrina terdiam.
Ia tidak pernah merasakan kehilangan seorang ibu atau saudara, tetapi ia tahu betul bagaimana rasanya sendirian di dunia ini.
"Itu mengerikan," kata Catrina pelan. "Tidak seharusnya kau diperlakukan seperti itu."
Niana tersenyum kecil. "Mungkin memang sudah seharusnya. Lagipula, aku tidak berguna di istana."
Mendengar itu, Catrina merasa marah entah kenapa.
"Jangan katakan itu!" katanya tegas. "Kau mungkin tidak diperlakukan dengan baik di istana, tapi itu bukan berarti kau tidak berharga!"
Niana menatapnya, terkejut dengan nada suara Catrina.
"Kalau mereka tidak melihat nilaimu, itu kesalahan mereka. Tapi aku bisa melihatnya. Aku tidak tahu banyak tentangmu, tapi aku bisa merasakan kalau kau bukan orang yang tidak berguna."
Kata-kata Catrina terdengar bodoh dan impulsif, tetapi bagi Niana, itu adalah pertama kalinya seseorang mengakui keberadaannya tanpa melihatnya sebagai beban atau bayangan.
Untuk pertama kalinya, ia merasa dihargai.
Beberapa hari kemudian, Catrina masih terus kembali ke Istana Terbuang, membawa cerita-cerita dari luar dan membuat Niana tertawa dengan petualangannya.
Hingga suatu hari, Catrina datang dengan sebuah tawaran.
"Niana, ikutlah denganku!"
Niana terkejut. "Apa?"
Catrina tersenyum. "Aku hanya seorang pengembara. Aku tidak punya tempat tetap, tapi aku ingin melihat dunia. Dan kau… kau juga pantas melihatnya! Kau tidak harus terjebak di sini selamanya."
Niana menunduk, hatinya berdebar.
Seumur hidupnya, ia hanya mengenal istana dan dinding-dinding yang mengurungnya. Dunia luar terasa begitu luas dan menakutkan.
Tetapi saat ia melihat mata Catrina yang penuh semangat, untuk pertama kalinya, ia merasa ada seseorang yang benar-benar ingin membawanya keluar dari kegelapan.
Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia berani mengambil keputusan sendiri.
"Baiklah," katanya pelan. "Aku akan ikut denganmu."
Catrina tertawa dan menepuk pundaknya. "Bagus! Aku janji, kau tidak akan menyesal!"
Malam itu, Niana menatap bintang-bintang di langit dari jendela istana untuk terakhir kalinya sebagai gadis yang terkunci dalam bayangan.
Esok paginya, ia melangkah keluar bersama Catrina, meninggalkan kesepian di belakangnya.
Ia mungkin masih takut, tetapi kali ini, ia tidak sendirian.
---
Akhir Chapter Spesial 02