Aku tidak tahu harus berbuat apa?. Sekarang aku terjebak di pulau yang tidak berpenghuni. Tenggelamnya kapal pesiar yang ku naiki bersama kedua orangtuaku membuatku jatuh ke laut lepas nan arusnya membawaku ke pulau ini.
Aku melihat di sekitarku hanya ada lautan, pasir putih dan pohon nyiur yang melam inibai-lambai diterpa oleh hembusan angin. Kakiku mulai merasakan dingin akibat basahnya sepatu yang ku kenakan.
Aku terdampar di sini entah sudah berapa jam?, aku tidak tahu. Karena, ponsel pintar yang ku punya tentunya turut tenggelam bersama barang-barang di kapal itu. Seandainya ada seorang saja yang ikut terdampar bersamaku, tentu aku tidak akan terlalu merasa sepi seperti ini. Karena tentu, aku akan ada teman ngobrol.
"Siapa di sana?!", tanyaku lantang.
Aku mendengar suara tapak kaki dari semak-semak di dekat hutan sebelah kananku. Aku berlari mendekati perlahan semak-semak itu dan aku tidak menemukan siapapun atau apapun.
"Mungkin aku salah dengar", Aku mencoba berpositif thinking.
Ku luruskan kakiku, ku lepaskan sepatu dan kaos kakiku yang telah bengkak dengan air laut.Aku merasa capek dan ngantuk. Ku lepaskan jaketku dan ku jadikan pengganti bantal untukku beristirahat petang ini.
Suara berisik ku dengar kembali tapi, kini dari arah dalam hutan."Apa sebenarnya yang pernah terjadi di pulau ini?". Bulu kudukku tiba-tiba merinding.
"Hwa!", Aku berteriak seketika sesosok pria dengan wajah hangus ikut tiduran di sampingku. Aku berlari meninggalkan jaket dan sepatuku.
Aku ketakutan hingga telapak kakiku serasa melayang di udara."Halo!apakah ada orang lain selainku di sini?!". Aku ketakutan sekali. Aku terus berlari dan tidak berani menoleh ke belakang. Bruukk!Aku terjatuh karena menyambar seseorang, itu yang ku rasa. Namun, Aku juga tidak begitu yakin dengan apa yang ku tabrak.
Aku terjatuh dengan posisi p*nt*t duluan. "Au! sakitnya!",ngeramku kesakitan.Aku merangkak mundur menghindari sosok yang ku tabrak tadi uang kini ikut merangkak mendekatiku."Aku menemukan manusia, hore!", soraknya kegirangan sambil melompat-lompat bak balita yang baru dibelikan mainan baru.Dia menunduk di depanku dan menyentuh hidung dan pipiku."Memang manusia.Siapa namamu?", tanyanya padaku. "A..Adrian",jawabku tergagap."Namaku Ibra, apakah kamu juga korban dari kecelakaan kapal pesiar?", tanyanya lagi dan aku mengangguk."Kamu pasti penakut ",tunjuknya padaku dan aku tidak terima.
Aku bangkit dan membersihkan celanaku yang kotor terbalut
butiran-butiran pasir. "Apakah kamu juga korban dari kapal itu?", tanyaku padanya."Iya", jawabnya singkat.Aku tidak berani memberitahukan kepadanya kalau tadi Aku bertemu dengan sesosok hantu, bisa-bisa Aku ditertawainya dan Aku akan dicapnya penakut."Langit sudah mulai gelap,ayo bantu aku mencari ranting-ranting kering dan kita buat api unggun", ajaknya."Kenapa kakimu nyeker begitu?", lanjutnya membuatku kesal."Memangnya aku ayam!. Sepatuku basah jadi, ku tinggalkan di sana! Kalau sudah kering, aku akan kembali lagi untuk mengambilnya", Aku memberi alasan.
Kami memasuki hutan yang sangat lebat. Udaranya lembab dan membuatku merinding. Pulau ini bisa dibilang pulau mati seperti kalau di luar negeri ada laut mati. Walau, Aku lupa terletak di negara mana laut mati itu?. "Hay!.jangan hanya diam!. Bantu aku memungut
ranting-ranting ini", teriaknya padaku."Iya, sabar. Galak amat", omelku. "Kamu pasti anak orang kaya?", tebaknya."Tahu darimana?"."Sikap dan tingkahmu sudah mencerminkannya. "Tentunya, namanya juga penumpang kapal pesiar, tentunya penumpangnya orang kaya semua!. Kamu sendiri memangnya bukan?!", jawabku menyombongkan diri. "Aku bukan penumpang resmi kapal itu. Aku menyelinap masuk karena ingin merasakan bagaimana rasanya menaiki kapal pesiar yang kemegahannya dan fasilitasnya sudah terkenal di media sosial dan di dunia real ini". Perkataannya telah menunjukkan status sosialnya. "Maksudmu viral?", tanyaku memastikan penjelasannya dan dia mengangguk."Bawa ini tuan muda dan aku membawa ini", dia meletakkan potongan-potongan ranting di kedua tanganku membuatku membungkuk sangking banyaknya. Sedang, dia hanya membawa dua biji batu doang,sungguh tidak adil.
Kami melangkah ke luar hutan dan terdengar olehku suara orang berbisik dengan suara samar-samar. Aku melihat Ibra berjalan dengan santainya di depanku. Aku curiga padanya dan ku lihat telapak kakinya, ternyata masih menginjak bumi. Lalu, siapa yang berbisik tadi?.Iihh! Aku bergidik ngeri. "Ibra, tunggu!".Aku menyusulnya dan mencoba berjalan sejajar dengannya."Kamu sepertinya penakut", ucapnya santai padaku."Siapapun yang di luar sana pemberani, kalau berada di tempat seperti ini pastilah berubah jadi penakut!", jawabku kesal.
Kami sudah keluar dari dalam hutan. Aku meletakkan potongan-potongan ranting ke bawah dan menyusunnya rapi. Ibra menggosok-gosokkan antara dua batu hingga keluar percikan api. Kami buat api unggun sebagai penghangat dan penerangan di malam ini.
"Adrian, kamu masih sekolah ?", tanya Ibra padaku. "Aku kuliah semester 3. Kenapa?. "Kamu kuliah di kampus yangmana?, beri tahu aku jika ada pemberian beasiswa, aku ingin mengusulkan diri". Aku tidak menyangka dia meminta bantuanku. "Aku tidak janji tapi, akan ku tanyakan". Ibra melangkah menjauhi api unggun dan diriku. "Kamu mahu kemana?", "Tidur", jawabnya singkat. Aku menjadi takut hingga tidak merasakan ngantuk. Aku duduk melipat lutut sambil bersiul mencoba menghilangkan rasa takutku.
"Adrian! Adrian!", suara seseorang wanita memanggil-manggil namaku. Aku mengarahkan pandanganku ke sekitar. "Adrian!", seorang wanita berpakaian rapi dan cantik berdiri tidak jauh dari tempat kami. Memanggilku dengan nada suara yang lembut. Aku bangkit dan melangkah menghampirinya. Adrian kemarilah!", panggilnya padaku dan Aku tanpa ragu menghampirinya.
"Tolong!Tolong!", teriakku dari tengah laut nan luas lagi dingin.Aku tidak bisa berenang, kepalaku timbul tenggelam di permukaan laut. Kakiku kram dan Aku tidak sanggup lagi dan kelopak mataku akhirnya Ku tutup.
Aku melihat tubuhku diselamatkan oleh Ibra. Ibra mencoba melakukan pertolongan pertama padaku. "Sepertinya dia sudah mati", kata Ibra pada tubuhku yang tergeletak."Coba sekali lagi, ku mohon", desakku. Ibra seakan mendengar suaraku dan mencoba sekali lagi. "Uhuk! Uhuk!", Akupun tersadar kembali."Terima kasih telah menyelamatkanku", ucapku. "Kamu tidak waras, hah?!. Malam malam begini suhu laut sedang dingin-dinginnya!. Kamu cari mati?!", ngomel Ibra. Baru kali ini Aku mendapatkan perhatian dari orang di luar Anggota keluargaku. Kalau dia perempuan, sudah Ku pinang dia setelah lolos dari pulau ini nanti ". "Eh, melamun. Cepat ganti bajumu", Ibra mengeluarkan sepasang pakaian dari dalam ranselnya. "Besok pagi, kita masuk ke hutan dan kita cari anak sungai", lanjutnya sembari mencari posisi tidur yang nyaman. "Kita tunggu saja kapal lewat di sini", usulku. "Sampai kita mati, tidak akan ada kapal yang melintas di sini. Karena, pulau ini bukan tujuan berlabuhnya kapal-kapal besar. Tidurlah, aku sudah ngantuk".
Keesokkan harinya.
Aku terbangun dari tidur lelapku. Aku harap kemarin hanyalah sebuah mimpi. Namun, sayang seribu kali sayang, ternyata Aku masih di pulau tak berpenghuni ini. Itu tandanya Aku tidak bermimpi. "Dimana Ibra?",tanyaku pada diriku sendiri sambil mengamati di sekitarku.
Seseorang terlihat sedang berenang. Wajahnya tidak jelas terlihat dari sini. "Mungkinkah itu hantu?, ah!, tidak mungkin. Ini kan, masih pagi. "Kemarilah!. Bersihkan tubuhmu dan kita pergi dari sini!", panggil sosok yang Ku kira hantu dan ternyata dia adalah Ibra yang sedang berenang. Akupun turut berenang bersamanya cukup lama. Lalu, mengeringkan badan sebelum kami masuk menelusuri isi hutan.
"Kamu masih SMA atau kuliah?", tanyaku pada Ibra yang duduk tidak jauh dariku. "Aku sudah lulus SMA tahun lalu dan tidak bisa melanjutkan pendidikan", jawabnya santai. "Kenapa?", tanyaku ingin tahu. "Biaya kuliah mahal, orangtuaku tidak mampu". "Sudah coba mendaftar untuk mendapatkan beasiswa?", Ibra menggelengkan kepalanya. "Kalau kita berhasil keluar dari pulau ini, datanglah ke kantor perusahaan Adrian Company dan carilah nama Marwan, beliau adalah papaku. Beliau donatur di kampus tempat kuliahku. Banyak pelajar yang telah direkomendasikannya untuk mendapatkan beasiswa". "Kenapa kamu mahu merekomendasikanku?". "Anggap saja sebagai ucapan terima kasih karena kamu telah menyelamatkanku semalam". "Ok, kalau itu alasannya, aku terima. Ayo kita cari jalan pulang. Aku tidak sabar ingin menjadi mahasiswa".
Ibra bangkit dan melangkah terlebih dahulu memasuki hutan. "Astaga, tunggu!", panggilku menahannya. "Ada apa?!", tanyanya geram. "Jaket dan sepatuku ku jemur kemarin di sana", tunjukku. "Astaga!. Cepat ambil, aku tunggu di sini ". Aku berlari secepat mungkin dan memakai jaket dan sepatu secepat kilat dan kembali. "Tidak ada lagi yang ketinggalan?", tanya Ibra memastikan yang balas dengan gelengan kepala.
Kami menelusuri hutan dan nampak tidak terlalu menyeramkan. Sesekali kami memetik buah-buahan yang layak dimakan. Matahari telah meninggi tapi, suara gemericik air dari hulu sungai belum kunjung terdengar. "Sepertinya masih jauh?", tanyaku. "Entahlah. Aku sendiri haus", baru kali ini Aku mendengar Ibra mengeluh. "Coba dengarkan!", ucapku sambil tersenyum dan menempelkan telapak tanganku ke telinga . "Suara air?, suara air!", ucap Ibra kegirangan. Ibra langsung berlari ke arah suara aliran sungai. Akupun mengejarnya.
Aku dan Ibra berlarian mengikuti jalan aliran sungai hingga kami berhenti di depan pemukiman warga.
Selesai.