Hidup terlalu singkat untuk cerita. Kisah kita yang berhenti di masa remaja ini membuat hati ini tertutup dan tak ingin membuka lagi.
Hai, aku Aurum Sanjaya. Gadis remaja yang memiliki memori indah di masa SMA dulu dan kini menjadi seorang ibu beranak satu.
Aku adalah murid dari SMA Gateral. Kisah ku dan dia di mulai saat kami menginjak bangku kelas 3.
Bermula dari surat cinta ku yang berada di tangan orang yang salah. Pertemuan ku dengan dia bisa dikatakan kurang baik.
"Aurum Sanjaya dicari sama kak Carlos katanya datang ke kantin sepulang sekolah."
"Kenapa?"
Cowo blasteran amerika itu menghendikkan bahu nya seraya berkata, "I really don't know. You can ask him later."
Aurum terdiam sambil melihat cowo itu menjauh dari kelasnya. Masih berusaha berpikir hal apa yang membuat Carlos ingin menemuinya. Walaupun dia akhirnya masih tetap tak mengetahui maksud dari lelaki itu. Selama pelajaran berlangsung dia menjadi tak fokus dan beberapa kali di tegur oleh guru.
"Apa kau mencariku?" Tanpa basa-basi Aurum melayangkan pertanyaannya di depan lelaki yang ingin menemuinya itu. Carlos langsung berhenti memainkan gitarnya.
"Benar sekali." Carlos melempar surat yang membuat Aurum tak dapat berkutik. "Ini milikmu kan?"
Aurum mundur beberapa langkah. Tak ada niatan Aurum untuk mengambil suratnya yang kini berada tepat di kakinya.
Berusaha untuk menutupi keterkejutan nya dia mulai bertanya, "Benar, tapi bagaimana bisa ada di kamu?"
Carlos mengernyit bingung, "Bukannya itu memang untukku?"
"T-tunggu sebentar. Sepertinya kau salah paham–"
Penjelasan Aurum seketika di potong oleh Carlos. "Salah paham? Itu jelas tertulis bahwa surat itu atas nama Aurum untuk Carlos."
Aurum segera mengambil surat itu. Mencari dimana nama Carlos berada. Tak butuh waktu yang lama untuk menemukannya. Tulisan kecil yang berada di pojok kanan atas.
'Surat cinta dari Aurum untuk Carlos."
Carlos berjalan mendekati Aurum sambil mengejek nya. "Mau mengelak lagi kah?"
Aurum terdiam seribu bahasa dan membiarkan Carlos mendekatinya. Mata Carlos tak henti-henti nya untuk menatap Aurum. Entah apa yang sekarang dia pikirkan, apakah dia berpikir bahwa Aurum adalah gadis gila, aneh, random?
"Mari berpacaran."
Sialan. Salah dugaan. Ternyata lebih parah.
"Apa kau gila?"
"Sedikit, kau mau tidak? Harus mau."
"Bagaimana bisa begitu."
"Sudahlah." Carlos segera menggandeng Aurum. "Ayo kita ke pasar," lanjutnya.
"Buat apa?" tanya Aurum merasa heran. Lelaki yang kini sedang menggandengnya sangat di luar nalar.
Carlos menyentil dahi Aurum. Gadis itu mengerang kesakitan. "Bagaimana bisa kau sebodoh ini, hm? " Aurum mendelik kesal dan di balas balik Carlos.
"Beli bahan-bahan masakan lalu ke rumahku."
"Kau bisa masak?" tanya Aurum dengan penasaran. Carlos mengiyakan. Sesaat di parkiran, tangan Carlos mulai meraih sebuah helm pink lalu memakaikan nya ke gadis itu.
"Bagaimana bisa seorang Carlos memiliki helm seimut ini," ejek Aurum di selingi kekehan nya.
"Aku baru membelinya tadi. Sekarang ini milikmu."
"Milik ku?"
"Iya, sayang."
Lucu sekali. Carlos mampu membuatnya salah tingkah. Dasar penggombal handal
Setelah membeli berbagai kebutuhan masak maka disinilah mereka sekarang, rumah Carlos. Bisa datang ke rumah lelaki ini adalah hal yang tak bisa Aurum duga sama sekali. Seorang gadis biasa bernama Aurum sekarang berada di rumah Carlos. Entah apa yang Aurum perbuat sampai menjadi seperti ini ia pun tak tahu.
"CARLOS IKAN NYA TERBANG. AKU TAKUT."
"Calm down, babe. Seharusnya kau menutup nya saat menggoreng.
"Bagaimana bisa memasak sesulit itu." Aurum menggerutu kesal.
"Kau harus belajar. Nanti bagaimana jika kau lapar terus tidak ada siapapun yang bisa memasakkanmu."
"Aku akan memesan online."
"Jangan keseringan, tidak sehat."
"Kalau begitu aku akan memintamu."
"Benar, datanglah kepadaku saat lapar. Aku akan memasak sebanyak kau inginkan."
Aurum memilih duduk di meja makan sambil memakan cemilan yang Carlos beli tadi. Tak lama kemudian handphone Carlos berdering. Aurum segera meraih dan memberikan nya kepada lelaki itu.
"Angkat saja," suruh Carlos.
Aurum menurutinya.
"Halo, Carlos. Bunda minta tolong bukakan gerbang depan ya Pak Adi lagi ga ada."
"Carlos?"
"Carlos, bunda mu!"
"Iya, bun. Kenapa?"
"Ck, siapa yang kau bawa ke rumah, sayang? Nanti saja, sekarang bukakan gerbang."
"Baik."
Carlos memberhentikkan aktivitas nya dari mencuci ikan. "Aku akan segera kembali."
Aurum mengangguk. Ia kembali memakan cemilan nya. Beberapa saat kemudian Carlos kembali datang di ikuti wanita paru baya yang merupakan bunda Carlos.
Aurum sontak berdiri lalu buru-buru menyalimi nya. "Anak gadis, siapa nama mu sayang?"
"Aurum Sanjaya, tante." Seperti perempuan pada umumnya, mereka saling berpelukan lalu cipika cipiki.
"Sanjaya? Apakah ibumu memiliki toko bunga?" tanya bunda Carlos. Aurum mengangguk setuju dan merasa heran. Bagaimana bisa bunda Carlos tau?
"Cantik sekali sama seperti ibunya," ucap bunda Carlos seraya menatap anaknya. "Pacar mu?"
Carlos hanya bisa tersenyum malu sambil mengiyakan. Dia sendiri juga tidak tau bagaimana bisa akhirnya menjadi seperti ini. Satu hal yang Carlos tau, melihat Aurum untuk pertama kalinya mampu membuat pertahanan Carlos selama ini runtuh.
"Ya ampun, baru pertama bunda lihat kamu bawa cewek." Bunda Carlos mendekati putranya lalu berbisik, "Bunda minjam pacarmu dulu ya, sayang."
Tanpa aba-aba tangan Aurum ditarik oleh Bunda Carlos. Tak selesai sampai disitu, Carlos menarik tangan nya yang lain sehingga badan Aurum terombang-ambing.
"Bunda jangan ambil Aurum dulu dong. Carlos sama Aurum mau masak bareng," rengek Carlos persis seperti anak kecil sedang meminta mainan.
"Ya ampun, ngalah bentar aja. Bunda mau sama Aurum dulu, sayang," pinta Bunda Carlos.
Di tengah perselisihan yang hebat ini, Aurum hanya bisa pasrah. Entah siapa yang akan menang dalam perselisihan ini gadis itu tidak tahu.
"Nah, ini foto Carlos saat dia baru bisa gosok gigi. Lucu, bukan? Kepala nya masih botak," kata Bunda diakhiri dengan tertawa.
"Iya, bunda. Ini Carlos masih umur berapa, bun?"
"Umurnya 4 tahun."
Setelah perselisihan yang panas demi mendapatkan Aurum. Disinilah ia sekarang, ruang keluarga. Awalnya Carlos merengek kepada bundanya namun setelah mendengar ancaman keluar dari mulut bunda nya ia memilih mengalah dan membiarkan mereka berdua pergi ke ruang keluarga sedangkan ia di tinggalkan di dapur.
Tak terasa waktu menjadi sangat cepat. Perubahan waktu dimulai dari tampaknya bulan menjadi akhir dari hari yang melelahkan ini. Setelah berbincang-bincang dengan bunda Carlos dan dilanjutkan dinner bersama Carlos dan bunda. Kini ia sudah kembali ke rumahnya. Tentu saja di antar oleh Carlos namun bukan menggunakan motor melainkan mobil. Hal ini dikarenakan bunda yang menyuruh Carlos, katanya, "Anak gadis ga boleh naik motor malam-malam. Nanti masuk angin."
Aurum sepulang dari sana entah kenapa menjadi agak gila. Senyum-senyum sendiri dan terkadang dia seperti ingin berteriak gembira namun tertahan. Sebenarnya gadis itu juga tak tahu ada apa pada dirinya. Apakah ini efek dari cinta pertama?
Sayang sekali kejadian kemarin membuat Aurum tak bisa tidur nyenyak. Alhasil dia memilih untuk memejamkan matanya sejenak dibandingkan pergi ke kantin seperti biasa.
Tiba-tiba saja sesuatu yang dingin terasa di pipinya. Hal itu membuat Aurum seketika tersentak dan bangun dari posisi. Sosok lelaki yang mengajaknya pacaran itu kini telah berada dihadapan nya. Pandangan Aurum terfokus dengan sesuatu dingin yang mengenai pipi nya tadi. "Susu?" tanya Aurum memastikan.
"Benar, susu hilo biar kamu bisa tinggi," ucapnya lalu mengambil kursi didekatnya untuk duduk. "Nih, ambil," lanjutnya.
"Terimakasih ya." Aurum segera membukanya dan meminum dengan rakus. Ia sangat kehausan selama pelajaran. Cuaca siang ini memang lebih panas dari biasanya.
Sesudah puas meminumnya Aurum mulai membuka pembicaraan. "Semua teman sekelasku sudah tahu tentang hubungan kita."
"Kau pikir hanya teman sekelasmu? Satu sekolah sudah tahu tentang kita, Aurum ku," ucap Carlos dengan gemas melihat pacarnya ini.
Mendengar hal itu Aurum hanya mengangguk mengerti. Namun dalam hatinya dia berteriak kesal. Ia sungguh malu ketika seisi sekolah mengetahui hubungan mereka.
Selama ini tak pernah sekalipun terpikirkan untuknya. Bisa menjadi salah satu wanita yang berada di sisi Carlos adalah hal yang sama sekali tak pernah ia bayangkan.
Carlos yang berada di hadapan nya kini bagaikan sebuah ilusi. Anak yang nakal namun juga pintar. Berandal namun sangat patuh kepada bundanya. Anak yang pintar memasak bahkan sangat ahli.
Entah apa yang dia perbuat sampai memiliki Carlos Arnanta.
Aku sangat beruntung karena di cintai olehmu walaupun mungkin tak selamanya. Aku harap kau tetap disini, menemaniku, dan menjadi tempat persinggahanku.
Seiring dengan berjalannya waktu murid kelas 3 sudah mulai sibuk menghadapi UTBK. Begitu juga dengan Aurum dan Carlos. Disatu sisi Carlos masih saja bimbang dengan pilihan universitas nya. Berbeda dengan Aurum, dia lebih memilih mengejar sekolah kedinasan.
Selain waktu yang terus berjalan. Hubungan mereka kini sudah berlanjut selama 6 bulan lamanya. Mengenai Bunda Carlos kini dia sudah pindah ke Jakarta semenjak bulan lalu dikarenakan pekerjaan. Semenjak itu Carlos akhirnya membeli apartemen dekat dari SMA Gateral.
Walaupun sekarang mereka sudah mulai sibuk satu sama lain. Aurum dan Carlos tak lupa untuk membagi waktu. Seperti saat ini mereka sedang berada di warung nasi goreng langganan Aurum.
"Neng sama aa' sesudah ini mau kemana?" tanya mang Udin.
"Kuliahnya mang? Aurum kepikiran buat nyoba sekolah kedinasan sih. Tapi ga tau dengan Carlos. Plin plan mulu, mang."
Carlos menggerutu kesal. "Bukan plin plan cuma takut nanti ga bisa ketemu kamu sebenarnya."
Aurum mengelus kepala Carlos. Rambutnya sangat lembut ditambah dengan aroma dari shampoo yang dia gunakan membuat gadis itu candu. Carlos pun menikmati setiap belaian Aurum.
"Walaupun kita berjarak jauh, kamu harus ingat di hati mu selalu ada aku begitupun sebaliknya. Kamu bisa menganggap bahwa perpisahan sementara ini akan menemukan kita kembali dengan kesuksesan kita masing-masing."
"Aurum..." Carlos seketika mengalihkan pandangannya. Namun Aurum tahu, lelaki itu sedang menahan tangis. Aurum merasa tak tega dengan nya. Ia kemudian memeluk Carlos dari samping seraya mengelus pundaknya agar ia bisa tenang.
"Aku tahu ini berat. Jika memang jodoh kita pasti akan ketemu bagaimanapun caranya."
Carlos berusaha menetralkan deru napas nya. Setelah cukup tenang ia mulai membuka mulutnya. "Benar, Sebenarnya aku sudah memikirkan ini jauh hari. Cuman aku masih cukup ragu sampai beberapa menit sebelum ini. Namun akhirnya aku menjadi yakin."
Aurum merasa penasaran sekaligus takut. Perkataan Aurum hanyalah sekadar penenang untuk Carlos namun tidak untuk gadis itu. Ia masih berharap banyak agar mereka tak berpisah dengan jarak yang sangat jauh.
"Aku...akan...kuliah di Australia."
Seketika Aurum merasa seperti tersambar petir. Hal yang ia takutkan ternyata terjadi. Bukan beda kota ataupun provinsi melainkan beda negara. Bagaimana agar mereka bisa tetap menjaga hubungan ini?
Mengetahui Aurum yang terlihat gusat Carlos lalu berkata kembali. "Aku tahu ini berat untukmu, untuk ku juga. Tapi seperti yang kamu katakan jika kita memang jodoh kita pasti akan ketemu Aurum ku."
"Iya..."
Hanya itu yang dapat dia balas. Aurum benar-benar bimbang sekarang. Mereka kembali menikmati nasi goreng yang entah mengapa kali ini terasa hambar.
Setelah kejadian itu mereka tampak seperti biasa bahkan makin serasi. Aurum dan Carlos masing-masing mengetahui bahwa ini adalah waktu yang harus di habiskan saat ini. Sebelum akhirnya beberapa bulan lagi mereka akan lulus.
Seperti sekarang Carlos sudah menunggu Aurum di parkiran. Rencananya mereka ingin mengunjungi pameran seni. Namun sudah satu jam Carlos menunggu dan gadis yang dia cari tetap tak menampakkan wajahnya. Carlos mulai panik. Sesaat setelah itu teman dekatnya baru saja pulang habis rapat OSIS. Carlos segera meminta tolong untuk membantunya mencari Aurum. Sayang nya hampir setiap tempat di sekolah ini sudah mereka kunjungi tak ada petunjuk mengenai keberadaan Aurum. Carlos berulang kali menelpon Aurum namun tetap saja tak di jawab. Sampai akhirnya Gibran mulai menyadari.
"Carlos, ada satu tempat yang belum kau datangi. Kantin."
"Sialan." Carlos segera menuju kantin di ikuti dengan temannya, Gibran.
Disisi lain, Aurum mulai was-was ketika lelaki itu mendekati meja makan nya. Raut wajah lelaki itu tampak mengangguminya. Aurum benci lelaki itu, terutama matanya yang tak sopan. Ingin sekali dia tinju.
Di kantin, Aurum benar-benar sudah tak tahan lagi. Ia tak sanggup lagi agar tetap tenang di hadapan lelaki brengsek ini sedangkan lelaki ini menanyakan berbagai hal tentang dia. Hal yang membuat Aurum benci adalah dia memaksa untuk memberi tahu semuanya tanpa ada yang ditutupi. Seperti sekarang ini.
"Alamat kamu dimana, dek? Mau abang antarin ga."
Aurum berusaha mengotak atik ponselnya yang padahal sudah mati dengan berharap lelaki brengsek itu akan diam.
"Masa anak SMA Gateral gini sih. Abang kan nanya sama kamu," ucapnya seraya ingin menyenggol tangan Aurum namun seketika ditepis. Membuat lelaki itu kesakitan.
Bagaimana tidak Carlos menepisnya dengan sangat keras bahkan Aurum bergidik ngeri melihatnya. Tak lama setelah itu ia menendang kursi yang di duduki oleh lelaki itu. "Siapa nama mu?"
"A–alan bang."
"Alan ya, kau sering menggoda siswi SMA Gateral bukan?" tanya temannya yang maju lalu berdiri di samping Carlos. "Kau sudah menggoda pacarku sialan!"
"Ma-maaf, saya tidak tahu bahwa dia sudah punya pacar."
"Halah basi."
"Saya tandain muka kamu. Lihat saja nanti. Paling lambat nanti malam."
Setelah itu Carlos merangkul pacarnya dan pergi menjauh dari sana. Kini hanya tersisa Alan dan Gibran. "Berani ya kamu. Padahal aku sudah berusaha memberikanmu kesempatan kemarin. Ternyata tak berubah juga."
Gibran mencekal leher Alan lalu berjalan. Sehingga badan Alan terpaksa terseret-seret. Tentu saja dia tak akan bisa lepas dari badan kekar milik Gibran.
Entah kemana akan di bawa Gibran, namun pastinya sesuai tempat yang disuruh oleh Carlos.
Selama perjalanan pulang Carlos dan Aurum tampak hanya diam saja. Melewati jalan raya yang gemerlap cahaya. Tak lupa dengan bintang yang selalu mendampingi bulan. Dibawah sini mereka hanya terdiam tanpa ada niat untuk berbicara.
Sesaat kemudian terdengar isakan kecil yang membuat Carlos terkejut lalu meminggirkan motornya. "Are u okay right now?" tanya Carlos dengan nada risau.
Aurum menggeleng pelan. Carlos dapat melihat dari kaca spion nya.
"Aku takut sama dia hiks. Dia maksa aku buat jawab pertanyaan nya. Aku ga bisa di paksa, Carlos."
Tangisan Aurum memecah. Berdampingan dengan suara kendaraan di jalan raya. Kericuhan di jalan raya ini menyela setiap tangisan Aurum. Tangis yang gadis itu tahan, ia tumpahkan semuanya pada Carlos.
Carlos tak bisa berkutik. Hati nya remuk saat mendengar setiap tangisan dari gadis nya ini. Maaf saja bahkan tidak cukup untuk melupakan trauma dari sang gadis. Tanpa sadar Carlos mulai mengenggam jemari Aurum dengan lembut.
"Aku ga pantas berada disisi mu, Aurum."
"Hiks jangan gitu Carlos," rengek Aurum. Berusaha agar Carlos tidak menyalahkan dirinya sendiri.
Carlos menunduk seraya terus berkata, "Maaf maaf maaf."
"Aku antar kamu pulang yah." Aurum mengangguk, ia mulai memeluk erat Carlos dari belakang.
Sesaat setelah gadis itu ia antar ke rumah, Carlos segera bergegas ke suatu tempat yang ia suruh Gibran untuk membawa lelaki brengsek itu.
Di suatu rumah terbengkalai tepat di pinggiran kota. Kini Alan sudah terikat di bangku usang dengan mata tertutup. Carlos mencekal leher lelaki itu lalu berkata, "berani sekali ya deketin pacar ku. Sebesar itu nyali mu hah? Jawab?!"
"M-maaf aku tak bermaksud seperti itu–"
"Halah bangsat." Carlos mendorong kursi itu hingga mengenai dinding. Darah segar mulai berceceran mengenai dinding hingga kursi.
Gibran yang berada disana langsung mengecek keberadaan Alan. Nampak Alan tak berdaya di kursi tersebut. "Dia pingsan, napas nya tak teratur. Ayo panggilkan ambulance," ucap Gibran dengan nada takut.
"Biarkan saja."
"Maksudmu? KAU MEMBIARKAN DIA SEPERTI INI?!!"
"Bukan aku, tapi kita. Kita biarkan dia disini."
"Bodoh! Apa kau tau konsekuensi nya, sialan."
"Kau saja yang bawa dia." Carlos mengusap jemarinya dengan gusar. "Aku tak bisa."
Alan menghela napas kasar lalu mulai menelpon ambulance untuk datang.
Tepat setelah kejadian malam itu, disinilah Carlos dan Alan berada. Di ruang kepala sekolah bersama orang tua mereka masing-masing.
"Laki-laki itu saat ini sedang koma di rumah sakit." Menghela napas sebentar lalu mulai melanjutkan. "Gibran masih bisa di selamatkan dari hukuman namun tidak dengan Carlos."
Raut muka Gibran seketika berseri-seri mendengar dirinya masih di perbolehkan untuk tetap bersekolah disini. Namun ia kembali sedih saat mendengar bahwa Carlos tidak bisa di selamatkan.
Carlos menghela napas gusar. Namun berbeda dengan bunda nya, ia tampak tenang. Memang di saat seperti hanya bunda nya lah yang berkepala dingin.
"Pak, apakah boleh Carlos pindah sekolah ke Australia? Saya memang ingin membawanya kesana. Setidaknya mohon beri keringanan agar Carlos bisa masuk ke sekolah tanpa kendala. Dengan prestasi Carlos yang ia berikan untuk sekolah ini selama tiga tahun terakhir, saya sangat memohon kepada pak kepala sekolah."
Kepala sekolah tampak berpikir beberapa kali, lalu mengiyakan permintaan bunda Carlos. Disaat seperti ini hanya itu yang bisa dia lakukan untuk membalas prestasi Carlos selama ini.
"Minggu depan kami akan pindah."
Aurum yang mendengar perkataan Carlos menunduk. Tak dapat berkata apa-apa.
"Ingat, jika jodoh kita pasti akan bertemu lagi."
"Iya, pasti bertemu lagi."
Begitu lah akhir dari semuanya. Dengan obrolan yang singkat di akhiri oleh pelukan yang sangat lama. Menikmati sebelum nanti mereka akan berbeda negara. Mereka masing-masing tak percaya sebenarnya bahwa hubungan ini akan bertahan lama. Tapi hanya itu yang bisa mereka lakukan.
Sampai setelah Aurum menemani kepergian mereka di bandara. Melihat di saat terakhir. Carlos janji akan kembali suatu saat ke Indonesia dan menemuinya tapi entah kapan itu terjadi.
Aurum menatap keatas. Langit biru cerah menyilaukan matanya.
"Aku lapar sekarang," ucap Aurum sesaat lalu melanjutkan nya lagi. "Tidak ada siapapun sekarang. Katamu jika aku lapar aku harus datang kepadamu, bukan?"
Kisah mereka kini hanya tinggal kenangan. Aurum sekarang telah disibukkan dengan pekerjaan dan mengasuh anak kesayangannya. Entah bagaimana kabar Carlos sekarang, sudah beberapa tahun mereka tak berkomunikasi lagi.