Di atas sebuah atap, seorang wanita berdiri mengambil ancang-ancang untuk melompat. Hatinya bergetar penuh keraguan atas konsekuensi dari tindakannya. Sementara orang-orang di bawah sibuk sendiri-sendiri. Beberapa mengambil ponsel, mengarahkan kameranya ke arah wanita itu. Beberapa juga berteriak, ”Lompat saja, tak ada yang menghalangimu, jika memang berniat melompat, lompat saja. Jangan mencari perhatian, jangan mencari sensasi.” Kata mereka yang moralnya sakit menganggap semua ini hanya candaan atau sekadar mencari perhatian. Beberapa yang memiliki empati berpendapat pasti ia sudah melewati saat-saat yang sangat berat bagi dirinya lantas bersuara jangan melompat!!, pikirkanlah kehidupanmu orang-orang yang menyayangimu atau hal yang lain dan kalimat-kalimat yang lain yang biasa dikatakan saat membujuk seorang yang ingin mengakhiri hidupnya, tapi Wanita itu tak peduli, ia tetap berdiri di atas sana. Semakin lama suasana orang-orang di bawah semakin riuh. Semakin banyak orang yang berkumpul, sekadar melihat atau mencoba mencegahnya agar tidak lompat.
Setelah sekian waktu, entah dari mana, entah bagaimana, seorang pemuda berkulit sawo matang yang entah siapa, membuka pintu atap itu. Pemuda itu sedikit kebingungan, siapa wanita ini? Wanita itu menoleh, dengan terkejut ia kembali mengambil ancang-ancang mantap untuk turun ke bawah.
“tunggu, jangan melompat dulu” katanya, seketika menghentikan wanita itu. “maukah kau makan pizza ini sebentar. Aku tak akan mencegahmu aku berjanji, tapi menikmati beberapa potong pizza tak ada ruginya, iya kan?” “apa yang kau mau” tanya Wanita itu. “tak ada, hanya ingin menikmati pizza ini di atas atap. Sekaligus menikmati pemandangan dari atas sini. Cuaca sedang bagus” kata pemuda itu.
Wanita itu menghentikan ancang-ancangnya. Sedikit mendekat pada sang pemuda, tapi masih menatapnya dengan curiga. Sang pemuda lalu meletakkan 3 kotak pizza dan bebebrapa kaleng soft drink dingin. Ia membuka 3 loyang pizza itu menyodorkannya pada sang wanita, “kau suka hawaiian pizza?” tanya si pemuda pada wanita di depannya. “Tidak, nanas pada pizza itu adalah kekejaman kau tahu? Itu merusak semuanya” “baiklah, kau yang pepperoni pizza kalau begitu, mau soft drink” Wanita itu balas mengangguk. Lalu duduk dan mengambil satu potongan pepperoni pizza lalu memakannya. Matanya masih penuh dengan pilu, entah cobaan macam apa yang ia lalui.
“siapa namamu?” Tanya pemuda setelah 5 menit sedari tadi mereka menikmati pizza dalam keheningan dan sayup-sayup suara orang di bawah. “namaku Triste, kalau namamu?” wanita itu balik menanya “kau bisa memanggilku Jo”
“apa yang menyebabkanmu mau melompat dari sana?” tanya si pemuda setelah suasana tidak terlalu canggung. “Masalah hidup.” Jawabnya singkat. “ya, sama aku juga. Biasanya aku ke atas sini. Menikmati pemandangan sekadar mencari angin” kata Jo sambil melihat lurus ke hamparan jalanan dan bangunan tinggi menjulang di depannya.
“Boleh kutahu masalah apa?” Jo bertanya kembali setelah suasana lenggang beberapa saat tadi. “menurutmu apa aku akan memberitahu?” tanya Triste. “Apa ruginya? Lagipula sesaat tadi kau mau melompat dari atas sini. Tak ada ruginya jika seorang wanita yang ingin bunuh diri menceritakan sedikit latar belakangnya pada seorang pemuda yang tak dikenal”
“Baiklah, mungkin sebentar lagi aku akan tiada jadi, tak ada ruginya bila aku bercerita sedikit padamu. ku bukan merupakan seorang ibu yang baik. Aku orang yang sering pergi ke luar rumah hangout bersama teman-temanku karena itu, anakku kapiran tak terurus. Semakin lama hubunganku dengan suamiku juga mulai renggang karena berbagai masalah, salah satunya karena hal tadi, aku kurang memberi perhatian pada anak dan suamiku dan ternyata, suamiku… dia selingkuh. Sekilas masalah ini terdengar klise memang, seperti cerita tak jelas yang dibuat anak kemarin sore.”
Singkat cerita kami bercerai, aku menyetujui perceraian itu. Kami lalu berebut hak asuh dan suamiku mendapatkan hak asuh terhadap anakku. Hal yang wajar kalau dipikir-pikir. Dibandingkan denganku, tentu dia lebih layak menjaga anak. Aku memiliki usaha yang cukup besar. Sebenarnya punya orangtuaku, tapi mereka wariskan kepadaku. Aku yang sudah tidak terikat dengan urusan rumah tangga mengurus suami dan anak ditambah hal tadi, aku menjadi semakin boros dan suka berfoya-foya. Pergi ke mana saja tidak ataupun bersama teman-temanku. Hidup semauku dibalut dengan gemerlap berpesta ria setiap malam, setiap hari, setiap waktu kuhabiskan dengan berfoya-foya. Aku sudah lepas tangan terhadap anakku.”
“Akhirnya, setelah itu semua. Segala foya-foyaku, segala pemborosanku mungkin kau bisa menyimpulkan sendiri, aku menerima ganjaran dari itu semua. Aku kehilangan semuanya. Perusahaanku bangkrut, aku dikhianati orang yang kupercayai menangani semuanya. Aku kehilangan perusahaan, harta, rumahku, teman-temanku juga hanya memalingkan muka dariku. Pada akhirnya mereka meninggalkanku saat aku terpuruk. Aku kebingungan. Dengan perlahan-lahan aku mencoba membangun semuanya lagi, menata segalanya lagi. Aku tak tahu apa diriku sudah terlambat, pada saat itu aku hanya fokus dengan masalah yang di depanku saat itu.”
“Aku akhirnya diterima bekerja pada sebuah perusahaan yang lumayan cukup besar Aku akhirnya bisa kembali membangun semuanya. Tak segemerlap kehidupanku yang sebelumnya, tapi bisa dikatakan aku tenang dan bahagia. Aku mencoba kembali untuk bertemu anakku, tetapi mantan suamiku melarangnya. Ia memisahkan kami berdua. Anakku sudah pergi” mata Triste yang sejak tadi dipenuhi pilu mulai berkaca-kaca, mengeluarkan air mata, mengakhiri cerita.
“tapi mengapa? Kau bisa berusaha lagi bukan? Kau bisa mencari anakkumu itu, aku yakin ia juga merindukan ibunya” “tidak.. aku tak bisa” kali ini Triste benar-benar menangis.
Dengan suara serak dan setengah menangis ia melanjutkan ceritanya, “waktu itu hari senin, aku sedang bekerja. Suamiku entah mengapa menelepon mengabari bahwa anakku sakit. Ia sakit demam berdarah, aku lalu menuju rumah sakit yang diberitahu suamiku tadi. Aku sangat panik aku secepat kilat menghampiri meja resepsionis dan menghampiri ruangan anakku. Di depannya ada mantan suamiku dan istrinya. Ia segera berlutut meminta maaf kepadaku. Aku yang tak mengerti apa maksudnya lalu bertanya, dimana Belle? Suamiku menunjuk sebuah ranjang. Diatasnya ada tubuh anakku yang sudah terbujur kaku. Hatiku hancur, duniaku rasanya runtuh. Aku menangis sejadi-jadinya menghampiri anakku yang sudah tiada itu.”
“Suamiku lalu bercerita sejak semalam ia menanyakan diriku, saat mantan suamiku mengantarkannya tidur anakku mengatakan ‘Aku rindu kecupan selamat malam dari ibu’. Hingga tadi, saat sebelum ia tiada anakku terus menanyakan diriku. Suamiku meninta maaf untuk segalanya. Ia seharusnya tak memisahkan diriku dengan anakku, tapi baik permintaan maafnya dan rasa bersalah di hatiku atas waktu-waktu yang kusia-siakan tak akan merubah apapun. Semua itu sia-sia, benar-benar sia-sia. Lantas aku ke sini, dengan putus asa berusaha mengantarkan kecupan selamat malamku pada anakku yang tak pernah lagi ia dapatkan.” Triste mengakhiri ceritanya. Menyapu air mata yang mengalir dari kedua matanya dengan tangannya. Jo yang sedari tadi hikmat mendengarkan hanya bisa diam. Bahkan rasanya ingin ikut menangis.
“lalu, kau mengapa bisa berada di sini?. Kau juga punya masalah bukan? Aku tak tahu apa aku benar ingin melompat juga seperti diriku atau hanya ingin menenangkan pikiran, tapi kau jelas punya masalah yang cukup berat” tanya Triste sedikit terbata-bata, ia masih tersedu-sedu.
“ya, kau benar, sangat benar. Aku tak tahu apa kita berjodoh bertemu disini. Masalahku berkaitan dengan orangtuaku. Orangtuaku bercerai. Aku lalu ikut ibuku. Ia selaku menuntut nilaiku. Aku sangat tertekan. Bahkan terkadang merasa tersisihkan, anak-anak lain bisa mendapat kasih sayang dari kedua orangtuanya sementara aku hanya mendapat tuntutan dari ibuku. Aku merasa kosong tak tahu mau bagaimana lagi. Mengapa hanya aku yang berbeda? Hanya aku yang menderita. Hal itu yang selalu aku pikirkan di atas sini”.
“Kembalilah nak, jangan kau pernah berpikir untuk melompat dari atap ini. Mereka orangtuamu, apapun yang terjadi mereka masih sayang padamu. Cobalah utarakan perasanmu pada mereka. Mereka pasti akan mengerti. Sekalipun mereka tak bersama kau masihlah berhak atas kasih sayang mereka. Percayalah, aku tahu hal itu. Jauh, sangat jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka menyesal dengan penceraian mereka. Bagaimanapun mereka sadar, tak ada anak yang akan senang melihat kedua orangtuanya bertengkar apalagi hingga bercerai” kata Triste ia sudah tak tersedu-sedu lagi “iya, kau benar”
“sudah, kembalilah pada kedua orangtuamu sana” kata Triste, seraya menutup kotak pizza dan menumpuknya menjadi satu. Lalu bangkit dari duduknya. “Terima kasih atas pizza itu dan terima kasih sudah mendengarkan diriku” katanya sambil memberikan kotak pizza kepada Jo.
Jo lantas beranjak mengambil beberapa kaleng soft drink yang masih tersisa dan menerima kotak pizza itu. “Terima kasih juga, pertemuan ini sangat berkesan bagiku” Jo lantas melangkah pergi ke pintu, meninggalkan atap bangunan ini. Dengan langkah sedikit berat. “sama-sama nak, sampai jumpa dibawah” kata Triste.
Jo menoleh, menatap sendu dirinya yang sudah berdiri di pinggir atap, bersiap untuk melompat ke bawah. “apa kau tak berniat mengurungkan tindakanmu itu” katanya mencoba mencegah dirinya melompat. Tadinya, Jo masa bodoh dengan dirinya yang ingin melompat, tapi setelah perbincangan tadi pandangannya sudah berubah. Ia menggeleng halus dan tersenyum penuh pilu, “tidak, tekadku sudah bulat ada kecupan yang harus aku antarkan pada anakku” katanya.
Jo lalu melangkah menuruni tangga. Seketika dia melihat siluet bayang-bayang yang jatuh sangat cepat dan tak lama bunyi “BRAKK”.
Jo melangkahkan kakinya di luar gedung, di sana tergeletak seorang yang sudah tak asing baginya sejak ia dan dirinya menghabiskan waktu di atap sejak tadi. Orang-orang berdiri melingkar mengerubungi dirinya yang sudah terbujur kaku. Sedangkan, Jo hanya bisa menatap penuh pilu. Ia tak bisa mengubah keinginan wanita itu. Bagaimanapun dunia ini memang kejam, sangat kejam, teramat kejam, tapi tentu semua akan lebih cerah jika kamu punya rumah yang nyaman dan keluarga yang lengkap.
Cerpen Karangan: Kian Blog / Facebook: Moonqwerty
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 26 Desember 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com