Alkisah di pinggir pesisir Sumatera Barat, hidup seorang janda bersama dengan anak kesayangannya yang bernama Malin.
Malin Kundang dan ibu
Sejak ia menjadi janda karena ditinggal meninggal oleh suaminya, ia berjuang mati – matian menghidupi Malin. Hingga ketika Malin sudah mulai beranjak dewasa, ia mengutarakan keinginannya kepada sang ibu.
“Mak, Malin ingin merantau ke kota seberang. Malin ingin menghasilkan banyak uang untuk Emak di sana agar Emak tidak perlu bekerja banting tulang sekeras ini lagi nanti”. Sedih, bercampur terharu, ibu Malin tidak kuasa menahan tangis.
Ia sebenarnya berat untuk mengizinkan anaknya merantau ke kota seberang, namun ia juga tak punya daya upaya untuk mencegah keinginan anaknya tersebut. Malin pun pergi merantau.
Cerita rakyat Malin Kundang
Ia melambaikan tangannya dengan wajah tersenyum. Ibu Malin pun berusaha ikhlas melepas kepergian anaknya ke kota seberang.
Berjanji akan sering pulang mengunjungi emaknya di kampung, nyatanya Malin tak kunjung pulang. Sudah berbulan – bulan dan bahkan bertahun – tahun Malin tak kunjung pulang. Sementara emaknya terus menerus menanti kedatangan anaknya di pesisir.
Setiap kali ada kapal layar lewat, ibu Malin selalu menanyakan tentang kabar anaknya tapi tak ada satu orang pun yang mengetahuinya.
Hingga suatu hari, ibu Malin dipanggil seorang nelayan yang mencari ikan. Ia berkata bahwa Malin sudah pulang dan membawa istrinya. Ibu Malin tentunya sangat senang bukan kepalang. Ia berlari ke pesisir dan melihat bahwa memang benar, sosok pria yang berpenampilan seperti bangsawan itu puteranya.
Malin Kundang 无法无天
“Malin, apa kabar kau nak? Ini emak” ucap ibu Malin sembari memeluk putera kesayangannya itu.
Namun tak disangka, respon Malin Kundang sangat tidak diharapkan. Ia bukannya berbalik memeluk ibunya, melainkan ia mendorong ibunya.
“Lepaskan aku! Siapa kau, aku tidak mengenalimu. Aku juga tidak punya ibu sepertimu”.
Seperti disambar petir. Ibunya tentu tak menyangka bahwa anaknya kini sudah sangat berubah. Ia sudah bukan Malin anaknya yang dulu.
Malin Kundang durhaka
Mendapat perlakuan seperti itu, ibu Malin terus menerus menangis. Ia memang sedih dan marah, tapi ia juga tak bisa berbuat apapun. Ia pun pulang ke rumah dan mulai berdoa kepada Tuhan. Sumpah serapah pun diucapkan.
Ibunya menyumpahi si Malin Kundang, “Jika memang ia bukan anakku, aku ikhlas karena memang aku yang salah sudah memeluknya tadi. Tapi jika memang dia adalah Malin, anakku semoga dia mendapat balasan atas perbuatannya itu”
Tiba – tiba, langit yang awalnya cerah berubah menjadi hitam pekat. Gemuruh pun terdengar menggelegar. Ombak pun pasang. Di laut, keadaannya sudah tidak karuan. Kapal layar yang ditumpangi oleh Malin Kundang terombang – ambing karena badai besar datang.
Kapal layar Malin pun segera terdampar. Malin pun tersadar bahwa mungkin ini adalah karma yang Tuhan beri setelah apa yang ia lakukan tadi kepada ibunya.
“Ibu, maafkan aku!” teriak Malin sia – sia karena tidak lama setelahnya, ombak menghantam kapal hingga tercecer dan badan Malin terhempas ke tepian dan akhirnya berubah menjadi batu.
Malin Kundang jadi batu
Warga desa pun melihat hal tersebut. Ibu Malin yang mendengar kabar tersebut, menangis sekaligus tersadar bahwa kutukannya kemarin menjadi kenyataannya. Ibu Malin pun tahu bahwa memang benar pria berpakaian bangsawan itu adalah anaknya.