Pandanganku tak pernah terlepas dari objek yang sedari tadi menjadi pusat perhatianku. Sejak 5 menit yang lalu, saat lelaki itu datang dan mengambil tempat duduk tak jauh dariku. Kucoba memperbaiki posisi dudukku dan berpura-pura memainkan ponsel sambil sesekali melirik ke arahnya. Ah, rasanya aku seperti pengintai yang sedang memata-matai penjahat saja. Tapi percayalah aku hanya seorang mahasiswa yang baru saja menginjakkan kaki di dunia perkuliahan. kenalkan Namaku Afrin, dan aku sedang duduk di dalam sebuah cafe tepatnya di meja paling pojok sebelah kiri ditemani secangkir cappucino.
Lagi dan lagi kulirik lelaki yang terlihat sedang serius menatap layar laptopnya. Oh ya, soal lelaki itu, dialah yang menjadi alasan kehadiranku di sini. Seriap sore, lelaki yang ku tak tau namanya itu pasti akan kemari, baik bersama temannya ataupun sendirian seperti sekarang ini. Awalnya aku hanyalah iseng ke cafe ini seminggu yang lalu, itu pun dipaksa teman-temanku. Dan tak sengaja netraku menangkap sosok ciptahan Tuhan yang memiliki paras bak pangeran kerajaan itu. Mungkinkah ini cinta pada pandangan pertama? Entah apa namanya, yang jelas sejak saat itu aku jadi selalu ke sini dan memperhatikannya diam-diam, kusebut diriku pengagum rahasia yang hanya bisa melihat dari jauh tanpa berani mendekati apalagi mengajaknya bicara. Sepertinya dia satu kampus denganku, mengingat aku kadang melihatnya menggunakan almamater yang sama seperti yang biasa kukenakan. Dan satu lagi, dia tampan, hanya itu yang kutahu tentangnya. Katakanlah aku berlebihan karena aku akan duduk di cafe ini dan memperhatikannya sepanjang waktu sampai ia beranjak dan meninggalkan tempat ini. Kadang juga aku menjadi seorang paparazi yang memotretnya dari kejauhan tanpa ia tahu tentunya.
Tak terasa sudah dua jam aku duduk di sini, suasana cafe sudah tak seramai tadi, mengingat hari sudah semakin sore. Lelaki itu tampak membereskan barang-barangnya dan mulai beranjak sambil menggendong ransel hitam miliknya di pundak sebelah kanan. Tanpa terduga pandangan kami tiba-tiba bertemu, jangan ditanya betapa terkejutnya aku. Dan kejadian tanpa terduga lainnya kembali terjadi disaat kedua ujung bibir lelaki itu tertarik ke atas membentuk lengkungan senyuman ke arahku. Refleks aku membalas senyumnya walau dengan kaku. Tolonglah, ini terlalu tiba-tiba. Debaran di dadaku masih saja memberontak walau yang menjadi penyebabnya sudah berlalu keluar dari cafe. Kucoba menetralkan perasaanku dan ikut beranjak hendak pulang. Baru saja aku ingin berdiri, seorang gadis berseragam putih-biru khas anak SMP datang menghampiriku sambil tersenyum ceria “Hai kak Afrin!!” sapanya.
“Hai Nis” balasku tak lupa melemparkan senyum kepada gadis berjilbab putih dan ransel pink di pundaknya itu. Namanya Nisa, yang kutahu gadis ini adalah salah satu adik dari karyawan di sini. Sepulang sekolah gadis itu sering kemari dan menemui kakaknya. kami saling kenal walau tak terlalu akrab, kami hanya pernah berbincang sekali. Selebihnya hanya sering saling menyapa dan melempar senyum setiap aku datang kemari. Tapi aku tahu, Nisa ini gadis yang ceria dan ramah pada semua orang.
“Kak Afrin udah mau pulang?” tanyanya masih dengan senyum di wajahnya “iya, kenapa?” tanyaku balik. “Yah.. nanti ajalah kak, temenin aku di sini dulu yah, bosen sendirian… terus kak Reza masih Kerja” ucapnya memelas menyebut nama kakaknya yang bekerja di cafe ini. Akupun tersenyum melihat ekspresi gadis itu “iya deh, kakak temenin” “Yey!“ serunya kegirangan dan tampak bersemangat, gadis manis itupun langsung mengambil tempat duduk berhadapan denganku, tak lupa senyum ceria yang masih setia bertahta di wajahnya.
“Kak Afrin suka yah sama kakak yang tadi?” ucap Nisa menatapku usil sambil menaik-turunkan alisnya, hal itu membuatku gelagapan seketika. “Apasih? kakak yang mana?” sahutku mencoba menyembunyikan keterkejutan. “Ih, gak usah ngeles deh, aku liat loh dari tadi kak Afrin merhatiin kakak yang baju item tadi” katanya masih terus berusaha menggodaku. “Hah, enggak kok “ sungguh, aku benar-benar salah tingkah. Ternyata Nisa memperhatikan kelakuanku sejak tadi. “cie… cinta dalam diam ehem…“ goda gadis itu semakin menjadi-jadi. Seketika aku mendelik mendengar gadis SMP itu berbicara soal cinta “ih, tau apa kamu soal cinta-cinta?” “Loh, tau dong! kan udah gede” jawabnya penuh percaya diri. Aku hanya mampu geleng-geleng mendengar ucapannya. Tak habis pikir dengan jalan pikiran si Nisa ini. “jangan bilang kamu udah mulai pacar-pacaran ya?” Gadis periang itu malah senyum-senyum tak jelas mendengar pertanyaanku “Eum… pacar sih gak ada, tapi…” “Tapi apa?” “Kak Afrin tau? ada yang sangat Nisa cintai, dia tuh baik banget. Bahkan kadang Nisa menjauh dan lupa sama dia, tapi dia akan tetap nungguin Nisa buat pulang dan siap mendengarkan curhatan Nisa, kalo Nisa lagi sedih, atau kalau Nisa kangen papa, Nisa selalu curhat sama dia.”
Tak mampu berkata lagi, aku hanya ternganga mendengar penuturan gadis itu. Aku tak mengerti bagaimana bisa anak SMP berpikiran sangat jauh tentang cinta-cintaan “kamu masih kecil Nis, belum saatnya cinta-cintaan sampai kayak gini” “Gabisa kak, apalagi dia juga cinta banget sama Nisa, sayang sama Nisa, mana bisa Nisa berpaling” sahutnya masih keukuh. “Ya.. ya.. ya. terserah kamulah” balasku pasrah. Aku tau aku memang bucin, tapi kupikir Nisa itu berlebihan suka sama orang. Aku hanya bisa berdoa jangan sampai anak ini terjerumus pada cinta yang salah.
Tak lama kemudian kumandang adzan Maghrib terdengar, membuatku tersadar bahwa malam akan segera datang. Ya ampun, aku sudah terlalu lama disini. “Nis, kakak pulang dulu yah udah maghrib nih” Nisa tersenyum meng-iya-kan, namun tak lama kemudian ia seperti teringat sesuatu dan memanggilku “eh, kak Rin!” “Iya?” “Mau nggak, ketemu sama dia yang kumaksud?” Sontak aku terbelalak “Ha? seriusan?” Gadis itu mengangguk mendengar pertanyaanku. Akupun berpikir sejenak, bagaimana ya? Ah, tapi apa salahnya? Lagi pula aku sangat penasaran dengan dia yang membuat si Nisa sampai klepek-klepek seperti itu.
Nisa pun membawaku ke sebuah mesjid yang tak jauh dari Cafe, sudah ada beberapa orang di sana yang hendak menunaikan shalat Maghrib. Kalau diingat-ingat, sudah lama aku tak ke mesjid untuk shalat berjamaah. Shalat pun bolong-bolong, sebenarnya ayah sama ibu sudah sering mengingatkan agar tidak meninggalkan shalat, tapi ya entah kenapa rasa malas selalu menguasaiku, hingga aku sering lalai dengan shalatku. Okey, kembali pada tujuan kami ke sini, awalnya aku bingung kenapa Nisa membawaku ke mesjid, namun mungkin saja orang yang disuka Nisa ini orangnya soleh dan rajin shalat berjamaah. Ya, mungkin saja begitu.
“Shalat Maghrib yuk kak!” ucapan Nisa membuyarkan segala dugaan-dugaan di kepalaku. “Iya” sahutku mengiyakan saja.
Usai shalat, aku dan Nisa berjalan keluar dan duduk di tangga mesjid sembari mengenakan sepatu. “Nis, mana sih orang yang kamu maksud? Kakak penasaran tau” ucapku clingak-clinguk ke segala arah. “Lah? Kan tadi udah ketemu” sahut gadis itu santai. “hah? Kapan? Kok kakak gak liat?” tanyaku terheran-heran, perasaan kami tak pernah bertemu seorang pun sejak tadi.
Nisa, gadis manis itu tersenyum hangat menatapku penuh arti sembari meletakkan tangannya di pundakku “Cinta itu… saat kening menyentuh sajadah” Sederet kata yang keluar dari mulut Nisa sontak membuatku tercengang, pikiranku berusaha kembali ke waktu beberapa menit lalu, dimana Nisa mulai berbicara soal cinta di cafe sore tadi.
“j-j-jadi, Dia yang kamu maksud itu….” ucapku terbata tak sanggup lagi meneruskan kalimatku, desiran aneh perlahan menyebar keseluruh sukmaku. “Allah kak” ucap gadis itu. “Allah sang pemilik cinta, pemilik hati-hati manusia. Dia, Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Meski kita sering melanggar aturannya, meski kita sering mengecewakannya, Allah tetap bermurah hati, ia masih membuka tangannya siang dan malam. Ia masih menanti-nanti kita untuk kembali menjadi hamba-Nya yang baik.” Jeda sejenak, gadis itu menatap kedepan sambil menghirup udara dan menghembuskannya pelan.
“Dulu mama pernah bilang gini, Allah itu romantis banget sama hambanya, rasa cintanya gak terbatas. Dia gak hanya kasih kita coklat, tapi kasih kita berkat. Allah juga gak cuma kasih rayuan-rayuan, melainkan ayat-ayat indah penenang jiwa. Karena itu Nisa cinta banget sama Allah” lanjutnya lagi, masih dengan senyum tulusnya.
Aku tak mampu berucap lagi, ini seperti ditampar tanpa disentuh. Segala perspektifku tentang Nisa adalah salah besar, dia tidak akan pernah terjerumus pada cinta yang salah. Dan bukan Nisa yang salah langkah. tapi aku. Ya, aku yang terlalu sibuk mengurusi kehidupan dunia sampai lupa pada penciptaku. Aku yang terlalu sibuk mengejar cinta manusia sampai lupa pada sang maha cinta. Nisa juga tidak bucin, melainkan bentuk kecintaannya pada Allah sebagai seorang hamba beriman. Ya Allah, kemana saja aku selama ini? aku benar-benar malu pada Allah.
Pada akhirnya ini bukanlah cerita tentang lelaki yang tergambar di awal kisah ini dimulai. Ini juga bukan cerita tentang kisah cintaku dengan seorang laki-laki yang diam-diam aku sukai. Tapi ini adalah kisah tentang bagaimana cinta sejati yang sesungguhnya. Cinta yang benar-benar abadi tanpa efek samping kekecewaan. Karena cinta yang paling pertama dan utama adalah cinta seorang hamba kepada penciptanya.
Cerpen Karangan: Nurul Hikma Saharani Blog / Facebook: Nurul Hikma Saharani