Hai
Ini aku, manusia yang berusaha tetap berdiri di atas jalan berduri dan tidak tahu dimana ujungnya.-It's_Me
POV Author sarap
Tidak ada yang bisa dibanggakan tentangnya, hidupnya biasa saja, bahkan sangat amat biasa. Tidak ada yang istimewa, hanya sosok perempuan yang terlahir dengan sejuta tanya di benaknya.
Lahir sebagai perempuan dengan penilaian rendah, dan ditatap sebelah mata membuatnya kerap bertanya pada Tuhan. Kenapa Tuhan percayakan dirinya menjalankan peran sebagai perempuan biasa itu.
Hampir seperempat abad hidupnya, ketakukannya masih perihal yang sama. Dan ini cukup mengejutkan, ketika beberapa perempuan lain takut akan hal mistis ataupun sebagainya, dia justru takut pada anak-anak.
Bukan tak suka, namun anak di atas usia 8 tahun adalah ketakutan paling besar baginya.
Rasa takut itu tercipta dengan sendirinya, dan setelah dia pahami kembali, ketakutan itu ada akibat bully yang ketika dia kecil belum terlalu diperhatikan.
Lingkungan dia yang salah, orangtua yang salah, atau memang secara nyata dirinya yang terlahir saja sudah salah.
Pindah sekolah, nyatanya hal itu masih dia dapatkan. Tak peduli seberapa banyak guru yang membanggakan otaknya, perlakuan semacam itu masih ia rasa. Seberapa buruk dirinya hingga tak punya tempat untuk tenang sejenak saja.
Hidup akan selalu berjalan, dan kala itu dia harus kembali menyesuaikan dengan keadaan. Tahun ajaran baru, dan dia mulai beranjak remaja.
Jika sebelumnya yang ia terima hanya tatapan sebelah mata perihal kecerdasan, kini yang ia terima justru perihal fisiknya. Pendek!! Entah mengapa, dimana saja tempatnya, lingkungannya selalu membahas tinggi badan. Menyebalkan bukan? Padahal, syarat masuk sekolah tidak mencantumkan minimal tinggi badan.
Usai di masa itu, nyatanya apa yang ia pikir sudah sangat sakit, justru belum seberapa. Bangku SMA, kala dia berpikir Teman-temannya akan berpikir dewasa dan tak menggunakan mulut untuk menghina, ternyata dia salah.
Hancur, dia juga tidak ingin berada di posisi itu. Andai bisa memilih, mungkin dia akan meminta terlahir layaknya bidadari. Kalimat candaan, yang membuatnya bahkan tak berani berucap dan malu untuk menatap selama bertahun-tahun, hingga lulus SMA.
Betapa jahatnya imbas mulut kalian, bahkan dalam mimpinya dia menangis dan membayangkan kalimat itu. Semudah itu terucap, tapi sesulit itu baginya untuk melupakan.
Dia tidak pendendam, untuk membalas dia tak berniat. Akan tetapi, sakitnya hingga detik ini masih ada. Bahkan, dia akan selalu menolak ajakan reuni teman-temannya karena takut luka itu akan kembali terbuka.
2022, dia masih sama. Hanya saja, batinnya lebih menerima diri tanpa membutuhkan validasi kanan kiri. Kerap dianggap aneh, dan hidup dengan dunia sendiri memang kerap membuatnya lebih memilih diam.
Dianggap remeh dengan langkah apapun yang ia jalani, bahkan keluh kesahnya dianggap canda. Tak apa, karena setidaknya ... dia mulai paham, bahwa tak selamanya bisa melibatkan orang lain dalam hidup.
10 April 2022
-Bumi