17+
____
"Aku ingin meminta cerai."
Setelah mengumpulkan banyak keberanian dan tekad, akhirnya keluar juga kalimat itu dari bibir Oline.
"Heh, apa katamu?"
Di luar dugaan Oline, ia kira suaminya akan senang, namun ia malah di suguhi tatapan muram. Oline menarik nafas dalam-dalam. Ia berteriak. "Aku ingin cerai. Aku sudah muak dengan semua ini!"
"Muak?" Dirga memiringkan kepala. Ia bangun dari duduknya dan mendekati istri kecilnya yang berwajah marah.
Oline mundur dengan waspada. "Bukankah kamu mempunyai wanita yang di cintai? Mengapa kamu harus mempertahankanku?"
Oline tidak bisa mundur lagi saat punggungnya membentur pintu yang tertutup. Dirga semakin mempersempit jarak. Oline yang hanya sebatas dadanya seolah kelinci kecil yang terperangkap. "Kapan aku bilang bahwa aku mencintai wanita itu?"
Suara rendah dan megnestisnya terdengar di atas Oline. Bahkan, ia bisa merasakan nafas hormonal suaminya itu.
Wajah Oline kemerahan entah malu atau marah. "A-ku .. aku memergoki kalian berciuman!"
"Oh, ya?" Dirga mengangkat alis. Ia menatap lekat wajah istrinya yang lucu dan imut. Tangan besarnya melingkari pinggang ramping Oline membuat wanita itu terperanjat. "Dia yang datang sendiri. Aku tidak pernah menginginkan dia untuk menciumku."
Oline melotot marah. Ia mencoba keluar dari kungkungannya yang mendominasi, tetapi sia-sia. "Kamu berengsek! Kalian tidak akan berciuman jika kamu menolaknya! Sepertinya, jika orang gila menciummu juga, kamu akan menerimanya dengan inisiatif orang itu!"
Dirga terdiam dengan mata menyipit berbahaya. Nafas hangatnya mengembus ke wajah Oline hingga menyusut. "Apakah kamu cemburu?"
Wajah Oline semakin memerah. "A-ku tidak! Tetapi, walaupun begitu, istri manapun akan marah jika suaminya berciuman dengan wanita lain!"
Dirga terkekeh rendah. Ia menundukkan kepalanya dan mengendus aroma rambut istrinya. Dirga mendekatkan bibirnya ke telinga Oline. "Apakah kamu ingin merasakan ciumanku?"
Mata Oline terbelalak dengan wajah semerah apel matang. "Ap-apa?! Tida--"
Sebelum ia menolak, bibirnya sudah di sumbat dengan sesuatu yang dingin, kenyal dan lembut. Oline yang terkejut langsung lemas seketika. Untungnya, Dirga menopang pinggangnya dan memeluknya.
Ciuman yang panas dan menuntut. Oline yang baru pertama kali merasakan ciuman tidak tahu harus berbuat apa. Ia mencengkeram bahu kokoh pria itu. Saat sebuah lidah menelusup ke mulutnya, dengan enggan Oline membukanya.
Dirga mendorong tubuhnya hingga terjepit di antara pintu dan tubuh kekar suaminya. Saat kehabisan nafas, Oline menepuk-nepuk pundaknya.
Ciuman yang cukup bergairah itu berakhir. Keduanya terengah-engah dengan nafas panas saling menyembur. Melihat bibirnya yang berkilau bengkak karena ulahnya, lalu wajah yang memerah, mata yang berair, mata Dirga menyala. Ia mencengkeram pinggang Oline dan memeluknya posesif sembari menahan keinginannya.
Dirga membenamkan wajahnya di ceruk leher Oline dan berkata lugas. "Aku tidak akan pernah menceraikanmu sampai kapan pun. Kamu harus tetap menjadi istriku apapun yang terjadi. Jangan pernah mengatakan tentang ini lagi nanti, atau mulutmu akan ku bungkam dengan bibirku. Jika kamu pergi, maka aku akan menarikmu kembali. Jika kamu menghilang, maka akan ku cari sampai ke ujung dunia, dan jika kamu mati, maka aku akan ikut bersamamu."
Oline terkejut hingga jantungnya semakin berdegup kencang. Sejak kapan suaminya ...
Oline dan Dirga menikah karena di jodohkan sejak tiga bulan yang lalu. Tidak ada cinta. Dan sejak menikah juga, keduanya tidak pernah berhubungan suami istri. Dirga sangat acuh tak acuh, dan dia selalu menyibukkan diri dalam pekerjaannya. Dan Oline, dia sama sekali tidak mau mengambil inisiatif.
Hubungan suami istri seperti orang asing yang tinggal dalam satu atap. Hidup masing-masing tanpa saling bertanya, menyapa ataupun juga saling bertukar ciuman.
Semakin lama, Oline semakin bosan. Ia bertanya-tanya, apakah rumah tangganya akan selalu seperti ini? Akhirnya, ia mengambil inisiatif untuk mendekati suaminya.
Oline pergi ke kantor Dirga untuk memberinya makan siang. Tetapi, saat memasuki kantor matanya malah di sambut dengan pemandangan menyakitkan. Seorang wanita cukup seksi duduk di pangkuan suaminya dan dengan agresif mencium Dirga. Dengan air mata mengalir, Oline pergi dan langsung membuang bekal yang ia bawa ke tong sampah. Dan malam hari ini juga, Oline berniat meminta cerai. Lalu, hal ini malah terjadi.
"Apakah kamu mencintaiku?" tanya Oline dengan suara lirih.
Namun, yang membuat Oline kecewa adalah Dirga tidak menjawabnya. Padahal, dirinya sendiri baru menyadari bahwa ia mencintai pria yang sudah menjadi suaminya dalam tiga bulan ini.
"Lepaskan aku." Oline berusaha keluar dari pelukan kuat pria ini.
"Tidak." Dirga menolak begitu saja.
"Lepaskan!" Oline masih merasa tidak nyaman di hatinya karena tidak mendapat jawaban yang ia inginkan.
Akhirnya, dengan enggan Dirga melepaskan. Oline langsung membuka pintu dan keluar dari ruang kerja Dirga tanpa sepatah kata pun.
***
"Oh? Apakah ini wanita yang menjadi istri transparan Tuan Dirga?"
Langkah Oline berhenti. Ia tengah berbelanja ke supermarket, tetapi yang membuatnya tidak beruntung karena harus berpapasan dengan ular penggoda.
"Ya." Oline berbalik dengan santai. "Dan kamu ... apakah wanita penggoda pria yang sudah beristri?"
Jesi menggertakkan gigi seraya menatap Oline ganas. "Kamulah yang menjadi perusak hubungan kami! Dia adalah pria yang aku cintai sejak lama!"
Oline mengangkat alis. "Oh ya? Tetapi ... apakah suamiku mencintaimu juga?"
Jesi melotot marah. Ia mengangkat tangan berniat menampar Oline, tetapi dengan santai Oline menahan tangannya dan berseru. "Wah! Kenapa kamu akan menampar wajah cantikku? Selain iri karena pria yang kamu cintai telah menjadi suamiku, apakah kamu juga iri dengan kecantikanku sehingga berniat merusaknya?"
Oline menghempaskan tangan Jesi dengan jijik. "Ugh, menjijikan. Jauhkan tangan motormu dariku. Selamat tinggal, aku akan pulang menyiapkan sarapan untuk suamiku."
Oline melenggang pergi begitu saja. Jesi mengepalkan tangannya dan menatap Punggung Oline dengan wajah jahat. "Awas kau wanita jal*ang!"
***
"Mau kemana kamu?"
"Aku akan mencari suami baru."
"Ah!" Oline menjerit saat tubuhnya di gendong menuju kamar. "Apa yang kamu lakukan?!"
Ekspresi Dirga sangat suram. "Kamu tidak boleh pergi kemana pun."
"Aku hanya ingin membeli pakaian--Ah!"
Oline di lemparkan ke atas tempat tidur besar dan empuk milik Dirga. Lalu ia di tekan pria itu dengan satu tangan memeluknya, sedangkan wajahnya di benamkan di leher Oline.
"Lepaskan aku!" Oline mencoba melepaskan tangan kekar yang melilit pinggangnya, namun terasa sangat sulit.
Akhirnya, Oline menyerah. "Aku butuh pakaian dan berbagai gaun untuk sosialita nanti."
"Hm."
"Kalau begitu lepaskan."
"Akan aku antar." Suara teredam Dirga datang.
Mata Oline melebar tidak percaya. "Benarkah?"
"Ya."
***
Oline merasa aneh dengan keberadaan Dirga yang akan mengantarnya ke mall. Biasanya, dia akan kemana pun sendirian. Ia melirik pria di sampingnya yang sibuk menyopir. Tanpa sadar, mata Oline turun ke bibir tipisnya. Ia langsung teringat ciuman berapi-api malam itu. Wajahnya langsung memerah.
"Ada apa denganmu?"
Oline berjengit kaget. Ia memalingkan wajah dan menggeleng.
"Apakah kamu ingin aku menciummu di sini?"
Oline melotot dengan pipi memerah "Siapa yang bilang begitu?!"
"Kamu tidak bilang, namun matamu tidak bisa berbohong."
Bagaimana pria ini mengetahuinya?!
Oline tidak berbicara lagi sampai mereka sampai di mall.
"Kamu bisa menunggu di sini. Aku hanya pergi sebentar."
"Tidak. Aku akan ikut."
Oline menghela nafas. "Baiklah."
Keduanya keluar mobil dan masuk menuju gedung mall. Tiba-tiba, Oline menghentikan langkahnya membuat Dirga ikut berhenti. "Ada apa?"
"Aku lupa membawa ponselku. Di sana ada beberapa contoh desain gaun yang aku inginkan. Kamu tunggu di sini, berikan kunci mobilnya."
"Aku akan ikut."
Oline tercengang. "Hanya ke sana, kamu akan ikut. Tunggu di sini saja."
Melihat wajahnya yang enggan, Oline segera mengambil kunci di tangan pria itu dan melenggang pergi.
Dirga terus menatap ke arah Oline menjauh dengan ekspresi gelisah. Ekspresinya penuh ketegangan. Ia langsung merasa lega saat matanya kembali melihat Oline yang sibuk mengobrak-abrik tasnya. Kelegaannya tidak bertahan lama, karena detik berikutnya ada sebuah mobil berkecepatan tinggi yang menerobos menuju Oline.
Jantung Dirga menegang. Ia langsung berlari gila-gilaan untuk menyelamatkan Oline, hanya saja, karena jaraknya terlalu jauh, Dirga tidak sampai.
Bruk!
Deg!
Seolah waktu melambat, Dirga menyaksikan tubuh Oline terpental jauh dan mendarat keras di aspal dengan seluruh tubuh berlumuran darah. Jeritan sekitarnya menambah kesuraman.
Dirga tertawa. Tawa itu penuh kegilaan. Ia mendekat dengan langkah goyah menuju tubuh yang berlumuran darah. "Beraninya kamu terluka tanpa seizinku?"
Dirga berlutut di hadapan tubuh Oline yang tergeletak. Ia mengambil tubuh penuh darah itu ke pelukannya dengan tangan gemetar. "Jangan harap kamu bisa meninggalkan ku, Oline."
***
[END]
Lanjut kalo rame!
23 maret 2022