"Ahahaha, iya benar benar!” seru ku senang. Aku sedang menelepon temanku, Laras. Kami mulai menelepon saat jam sebelas malam.
Aku melirik jam dinding di kamar kost ku, sudah jam satu lewat. Terkadang, gibah bagi perempuan itu menyenangkan, sehingga membuat lupa diri dan lupa waktu. Aku teringat akan mata kuliah pagi ku besok.
“Ras, udahan dulu, yuk. Aku ada mata kuliah besok pagi, diajarnya sama Pak Mul pula. Kalau telat, mampus aku,” ucapku. Laras mengiyakan, seolah mengerti betapa galaknya dosen ku pagi besok.
“Ya udah, dadah Laras. Gulingku udah mau ngajakin ngapel nih,” candaku. Laras terkekeh.
“Hati hati sama ucapanmu,” ledek Laras.
Setelah mengucapkan ‘dadah’ berkali-kali, akhir nya sambungan telepon ku putus. Aku membaringkan tubuhku di kasur dan menarik selimut hingga dada.
Aku membuka ponsel, ingin bermain sebentar dengan benda pipih itu sebelum akhirnya rasa kantuk menyerang mataku.
Aku bergelung dibawah selimut, memeluk guling empuk yang menemaniku selama aku tinggal di kost ini. Perlahan aku memejamkan mata, mulai membuka kilas kilas mimpi dialam bawah sadarku.
"Eh? Bau apa ini?" Aku mengendus, mencium bau pandan yang menyeruak hebat di dalam kamarku. Sejak kapan ada pandan di kamar ku?
Aku dengan malas membuka mata. Aih, bau ini begitu menyengat, menganggu pernapasan ku. Aku duduk di tepi kasur dengan gontai, berniat untuk minum air. Seteguk, dua teguk. Aku menaruh gelas setelah meneguk air yang ke empat.
Aku kembali ke kasur, lalu mencoba tidur, lagi. Bau pandan itu semakin parah. Seolah bau itu berada di dekatku.
Aku menutup hidung dengan gulingku, tetap positif thinking bahwa bau pandan itu dari rumah samping kost ku yang penghuninya senang menanam pandan. Biasa ibu-ibu. Percuma saja, gulingku yang wangi bahkan tak mampu mengalahkan bau tidak sedap ini. Aku mendengus kesal, ingin tidur pun susah banget.
“Bau banget sih, bikin mual aja,” decakku kesal.
Aku hendak memejamkan mata lagi saat aku merasakan bulu kudukku meremang. Pikiranku mulai kalut, tidak tenang.
"Astaga, berpikir positif, Dewi. Berpikir positif." gumamku dalam hati.
Hawa dingin menusuk leherku. Seakan belum cukup membuatku ketakutan, aku merasakan sesuatu memeperhatikan ku dari jauh.
Aku berusaha bodo amat dan menutup seluruh tubuh ku dengan selimut. Aku seakan ingin mati dari dunia ini ketika selimutku ditarik paksa dan melihat sosok tinggi seperti guling yang tersenyum lebar, memperlihatkan mata bolong, wajah berdarah, bernanah, dan belatung dimana-mana.
Sosok itu tersenyum begitu lebar, seolah merobek wajahnya sendiri. Aku yakin aku pingsan setelah sosok itu mengucapkan kalimat yang tidak akan pernah aku lupakan.
“Aku nungguin dari tadi loh, kita kan mau jalan.”
Tamat
.
.
.
Selesai membaca tolong tinggalkan jejakmu ya😊
Jika kamu suka, jadikan cerita ini favoritmu. Like, dan komen.
Baca juga novel karya ku ya
🌼 Kirana Tetaplah Disisiku
🌼 Cinta Sepotong Donat
🌼 Rasa Cinta
🌼 Kumpulan Cerita Horror
Dukungan kalian sangat berarti bagi ku.
Jangan lupa follow instagram ku @itsme_assyh untuk mendapat informasi update tentang novel ini.
Kalau kalian inbox atau DM insyaallah aku akan balas kalau nggak sibuk ya, hehehe
Terima Kasih*** 😘❤