Kuntilanak Warrior

Kuntilanak Warrior

Author:David Purnama

Prolog

Rutinitas menjadi lebih sibuk dibandingkan dengan hari-hari biasanya. Memasuki minggu terakhir bulan puasa Ramadhan beberapa hari menjelang hari raya Idul Fitri. Begitulah suasana yang selalu terjadi mengalahkan hari-hari besar lainnya. Terlebih di sebuah Supermarket yang menjadi tempat utama diserbu oleh para pembeli terutama ibu-ibu rumah tangga demi memenuhi isi rumah mereka. Padatnya para pengunjung berarti juga kerja keras untuk Wati.

Wati adalah seorang kasir. Perempuan muda itu sudah memasuki masa kontrak kerja tahun kedua di sebuah Supermarket ternama yang selalu ramai konsumen itu. Apalagi mendekati hari raya seperti ini. Banyaknya orang-orang yang datang untuk berbelanja menjadikan kesibukan kasir-kasir di sana bertambah berkali-kali lipat. Wajib bagi mereka untuk tetap menampilkan pelayanan prima yang ramah tamah. Artinya bersikap baik dan murah senyum. Dan juga teliti supaya barang yang dibeli sama inputnya dengan barang yang dikeluarkan demi keuntungan perusahaan dan demi karir para kasir sendiri supaya bisa terus bekerja serta tidak kena potong gaji.

Wati masuk sif pagi. Pukul 12 waktu istirahat sudah dimulai. Delapan kasir yang bertugas di bagian kasir utama secara bergantian memanfaatkan jam istirahat mereka. Dengan padatnya arus pembeli maka waktu istirahat pun menjadi tidak seleluasa seperti hari-hari biasanya. Wati yang mendapatkan giliran jam istirahat di awal waktu lebih memilih menggunakannya untuk merokok. Otak untuk pikirannya butuh relaksasi di saat ramai pengunjung seperti ini.

“Wati nggak makan siang? Nanti lemes kamu”, tanya kasir lain.

“Sebat aja mbak sama kopi. Tadi pagi sarapan sudah sengaja porsi kuli”, kata Wati.

“Ini aku ada pisang. Gede lagi. Kamu pasti suka kan?”, gurau teman Wati yang melihat kawannya itu seperti sedang suntuk sekaligus berbagi bekal yang dibawanya.

“Makasih mbak. Tapi beneran aku masih kenyang mbak”, jawab Wati menolak pisang berwarna kuning matang berukuran besar yang ditawarkan kepadanya.

“Aku masih segel ya mbak. Mbak kali yang suka makan pisang”, jawab Wati membalas gurauan temannya.

Sebenarnya Wati bukanlah seorang perokok. Baru beberapa bulan terakhir ini ia memutuskan untuk merokok yang dijadikan sebagai pelariannya karena banyaknya masalah yang sedang terjadi di dalam hidupnya.

Anak semata wayang itu baru saja ditinggal pergi oleh ibunya. Ibu Wati pergi dengan menyisakan berjuta pertanyaan. Beliau yang selalu berupaya untuk hidup sehat tidak pernah sakit parah tiba-tiba mengalami demam tinggi selama beberapa jam sebelum kemudian dinyatakan meninggal. Masih dalam keadaan berduka perempuan yang baru lulus sekolah langsung memilih untuk bekerja itu juga dipusingkan dengan masalah yang datang dari kerabat ibunya sendiri yang ditawarkan kepadanya. Wati yang hanya tinggal seorang diri stres dibuatnya. Ayah Wati sendiri sudah pergi meninggalkannya entah kemana sejak usianya masih kecil.

Jika karyawan yang lain hari lebaran berebutan untuk memperoleh libur guna bisa berkumpul menghabiskan waktu bersama dengan keluarga di hari yang suci itu, maka tidak dengan Wati yang di lebaran keduanya sebagai seorang kasir kali ini memilih untuk tidak mengambil libur sama sekali. Justru di hari lebaran kali ini ia malah mengambil lembur.

Wati lebih memilih kesibukan yang akan menguras tenaga dan pikirannya serta menghabiskan waktunya dalam bekerja di hari lebaran di tempat kerjanya dari pada harus pulang ke rumah yang sudah tidak ada siapa-siapa lagi yang benar-benar menunggu kepulangannya. Untuk saat ini pulang kampung hanya akan membuang-buang energinya saja secara percuma pada sesuatu yang tidak begitu penting yang sudah pasti akan melelahkannya.