KENAPA AKU JELEK?
"Gak tahu malu! Lo gak ngaca? Lo itu jelek, gendut, item lagi! Bisa-bisanya mimpi mau jadi pacar Alder."
"Heh, Jasmine! Nama Lo emang cakep, tapi sayang muka bengep!"
"Gak punya kaca? Gue beliin mau?"
"Mending Lo belajar sumo, dari pada ngayal jadian sama Alder!"
"Nama aja cakep Lo, muka kaya ulet keket!"
"Gue kasih duit buat beli kaca, mau? Kasian amat hidup Lo!"
Suara sumbang itu terus terlontar dari banyaknya murid yang mengelilinginya, melemparnya dengan kertas bahkan dengan botol air mineral kosong.
Seperti pendemo yang tengah menyuarakan pendapatnya, begitu pun dengan orang-orang itu. Mereka terus mengatakan pendapat mereka tentang Jasmine, gadis berkaca mata, dengan rambut pendek, sangat pendek.
Gadis bernama Jasmine itu meremas jati jemarinya sendiri, ia sesegukan menahan tangis. Di tatapnya sekeliling, semua orang menghujatnya. Tak ada satu pun di antara mereka yang menaruh belas kasih padanya.
Apa salahnya? Kenapa dia selalu jadi bahan olokan dan bulan-bulanan teman-teman sekolahnya. Ia bahkan hanya punya satu teman sejak ia sekolah di sana dua tahun tiga bulan lalu. Dan temannya itu kini hanya diam, menatapnya dengan iba tanpa berani menolong. Mungkin tak ingin bernasib sama dengan Jasmine.
Kata orang jatuh cinta itu indah, tapi Jasmine justru merasa rendah. Setelah jatuh cinta, ia terbiasa mendapat hujatan, olokan, hinaan dan perlakuan kasar lainnya. Apa yang salah dengannya? Bukankah cinta itu tak pernah salah? Atau ia salah melabuhkan perasaan pertamanya ini pada pemuda bernama Alder Lirio?
Baru dua hari yang lalu ia di siram air, entah siapa yang menyiramnya dari lantai atas ketika ia tengah duduk di teras bawah menyaksikan Alder bermain basket. Dan hari ini ia kembali mendapat kejutan dari pemuja setia Alder.
Dan lihatlah, Alder bahkan tak sedikitpun menaruh rasa kasihan padanya. Saat semua orang menyerangnya, pemuda itu hanya meliriknya sekilas lalu pergi. Padahal mereka-mereka yang menyerang Jasmin mengatas namakan Alder.
Herannya, tak ada satu guru pun yang mampu menghentikan kebar-baran murid-muridnya. Entah bosan, atau takut pada kekuasaan keluarga Alder.
Karena kejadian seperti ini terus berulang sejak Jasmine duduk di kelas 1, sejak dirinya memproklamirkan cintanya pada Alder.
Dulu, meski Jasmine jauh dari kata sempurna, ia mempunyai keberanian dan tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Karena itu Jasmine berani menyatakan perasaannya pada Alder.
Dan entah siapa yang menyebarkan hal itu, hingga semua penghuni sekolah tahu bahwa Jasmine menyatakan perasaannya pada aset sekolah tertampan bernama Alder Lirio.
Namun sekarang, karena seringnya mendapat serangan seperti ini, tingkat kepercayaan dirinya terus terkikis hingga kabur kocar kacir entah kemana.
Keberaniannya pun ikut tunggang langgang entah kemana, membuatnya tak berani menengadah, tak berani melihat, tak berani bicara dan tak berani mendengar.
Mereka bisa menyerangnya tanpa sebab, padahal Jasmine tak lagi berani menunjukan rasa sukanya pada Alder.
"Nangis aja bisanya! Coba Lo belajar sumo, seenggaknya Lo bisa lawan kita," teriak gadis cantik bernama Lily.
Jasmine tak tahan mendengar semua cacian itu, jika boleh meminta pada Tuhan, bisakah ia tuli untuk sementara waktu? Sampai mereka puas menghujat dan membubarkan diri.
Kaki bergetarnya mencoba melangkah, ia ingin pulang saja. Biarlah ia membolos, rasanya tak punya muka untuk melanjutkan sekolah. Namun mereka justru seperti merapatkan barisan, Jasmine tak di biarkan pergi.
"Mau kabur Lo? Ngompol dulu, baru kita kasih jalan!"
Jasmine semakin sesegukan, ia memberanikan diri menatap Oryza, pemuda berkacamata tebal yang memproklamirkan diri sebagai sahabatnya, tapi pemuda itu justru menunduk menghindari tatapannya.
Baiklah, ia sendirian. Tak di inginkan di tempatnya berpijak, tak di sadari kehadirannya, apa lagi yang lebih menyakitkan dari itu?
Jasmine pun berlari dengan tenaga yang sudah coba ia kumpulkan kembali. Membelah kerumunan yang terdengar menyorakinya dan meneriakinya.
***
"Kasih mama alasan, Nak. Kenapa tiba-tiba kamu mau pindah?" Tanya Dahlia, mama dari Jasmine itu terkejut saat putrinya tiba-tiba pulang, padahal masih jam sekolah.
Jasmine yang tengah terisak dengan posisi tengkurap memeluk guling pun beranjak duduk. Wajahnya yang kumal tampak semakin kacau.
"Pokonya aku mau pindah aja, Ma. Kalau perlu kita pindah rumah aja sekalian, aku gak kuat..." Lirih gadis gembul itu.
Ada apa? Kenapa Jasmine terlihat begitu tertekan? Karena selama ini, Jasmine tak pernah bercerita apapun pada Dahlia. Mengenai tekanan-tekanan yang ia dapat di sekolah, beban mental yang perlahan rusak karena omongan teman-temannya, juga rasa percaya dirinya yang terus terkikis habis.
"Mama akan turuti apapun keinginan kamu, tapi kasih mama alasan yang kuat, Nak. Kenapa kamu nangis kaya gini? Ada apa sebenarnya? Cerita nak," bujuk Dahlia. Tangan lembutnya terus mengusap air mata yang tak berhenti menetes dari mata sendu Jasmine.
"Aku malu, Ma. Aku jelek," Cicit Jasmine. Mamanya bahkan sangat cantik, tapi kenapa kecantikan perempuan itu tak menurun padanya?
"Siapa yang bilang? Kamu putri mama yang paling cantik," Dahlia mencoba menenangkan Jasmine, tapi kalimat yang ia ucapkan justru semakin membuat Jasmine menangis.
"Jangan bohong, Ma. Cantik menurut Mama sendiri, Mama bahkan lebih cantik dari aku. Mereka bilang aku gak tahu malu, gak tahu diri. Aku ini jelek, gendut, hitam Ma. Mama jelas bohong!"
Dahlia terkejut, baru kali ini Jasmine mengeluhkan tentang dirinya sendiri. Karena di hadapannya, Jasmine kerap ceria, percaya diri dan tak pernah mendengar omongan orang.
"Ada apa sebenarnya, Nak? Apa kamu di bully?"
Dengan ragu Jasmine mengangguk, sepertinya ia memang tak sanggup diam lagi. Ia butuh tempat bercerita, membagi rasa sesak yang nyaris tiga tahun ini ia telan sendiri.
Ia memang tak pernah menceritakan apapun pada Dahlia, ia tak mau menambah beban Mamanya itu. Sudah cukup lelah Dahlia berperan sebagai ibu sekaligus ayah untuknya, jangan lagi di tambah dengan ocehannya. Tapi Jasmine benar-benar sudah tak sanggup menahannya sendiri.
"Cerita, Nak. Apa yang kamu alami selama ini?" Lirih Dahlia dengan lembut, ia merasa menjadi ibu yang tak becus, ia tak pernah tahu apa yang sebenarnya di rasakan Jasmine.
Jasmine menghela nafas panjang, berusaha menghalau sesak agar ia bisa bicara dengan benar.
"Kenapa aku jelek, Ma?" Tanyanya seraya terisak, "Lihat Mama, Mama cantik, tapi kenapa aku jelek?"
Dahlia terkejut dengan pertanyaan putrinya. Kenapa gadis itu mengatakan kalimat yang sama berulang-ulang?
"Siapa yang bilang kamu jelek, putri Mama ini cantik. Mereka hanya tidak bisa melihat kecantikan kamu. Nak, cantik bukan hanya perihal wajah saja, tapi juga hati. Dan anak Mama ini cantik sekali hatinya," Dahlia mengusap pipi basah Jasmine, tersenyum begitu lembut agar putrinya itu bisa tenang.
"Mama bohong!"