Life Goes On

Life Goes On

Author:Luxcyera

1. Hari Pertama Sebagai Siswa SMA

'Terkadang yang indah itu terasa singkat.'

—Life Goes On

Dipagi yang cerah, ada seorang pria paruh baya yang tengah sibuk dengan masakannya.

Srek!

Pria itu menoleh menatap kehadiran seorang yang baru saja keluar dari kamarnya dan langsung mencoba masakan nya menggunakan tangan kosong.

Plak!

Gadis itu mendelik mengusap tangannya yang di pukul lembut oleh pria tersebut. "Yah!"

"Apa? Mau marah sama Ayah? Mending kamu bangunin kakak kamu, ini udah jam berapa. Hari ini juga, hari pertama masuk kamu SMA."

Luve mencibik kesal. Ia mengambil sebutir telur rebus lalu berlari saat melihat tatapan kesal sang Ayah.

Tak lama kemudian, Luve sudah kembali duduk di meja makan sambil sesekali mencicipi masakan sang ayah yang terlihat mengiurkan.

"Udah kamu bangunin?"

"Udah." Jawab Luve.

"Kenapa cepat banget?"

"Cepatlah, kan kamar kakak di sebalah kamar aku." Nafis medelik mendengarnya.

"Kamu lupa? Kakak kamu bukan cuma Lintang sama Dylan doang." Ujar Nafis sukses membuat Luve menepuk jidatnya lupa.

Nafis menggeleng kecil melihat tingkah anak gadisnya.

Dengan kaki kecilnya Luve berlari menuju rumah yang terletak di seberang rumah miliknya. "Kak Heyden! Bangun!" Luve menatap heran kamar kakaknya.

Ceklek...

Netranya beralih menatap sosok yang baru saja keluar dari kamar mandi telah menggunakan seragam.

Luve tersenyum cerah, ia mengacungkan jari jempolnya, "bagus. Langsung ke rumah, sarapan!"

Luve langsung berlari meninggalkan Heyden yang belum sempat mengeluarkan sepatah katapun. Cowok itu hanya mampu menggeleng kecil melihat kelakuan adiknya.

Sesampai di rumah, Nafis menatap putrinya yang berlari kembali ke kamar.

"Mana kakak kamu?"

"Kakak nggak akan ilang Yah, jadi berhentilah bertanya!" Teriak Luve dari kamarnya.

BRAK!

Luve yang sibuk mencari seragamnya dikagetkan dengan suara pintu yang tertutup kencang.

Ia menatap pintu kamarnya yang masih terbuka dengan heran. Tapi saat mendengar suara gemercik air yang mengalir membuat Luve mendelik.

Ceklek! Ceklek! Dugh!

Luve mencoba mengatur nafasnya, dengan kesal ia berjalan menghampiri Nafis.

"Siapa yang dikamar mandi Yah?" Kesal Luve.

"Kakak kamu, Dylan." Jawab Nafis sambil menata sarapan untuk anak-anaknya.

"Kak Ai mana?" Heran Luve saat belum menemukan kehadiran sosok Heyden.

"Dia udah pamit duluan." Luve mengerinyit bingung.

Ceklek...

Luve menatap kesal sosok yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Pagi Ayah." Seolah tak punya salah, cowok itu langsung duduk dimeja makan.

Dylan yang ingin memasukkan sepotong roti di mulutnya, tidak jadi saat melihat tatapan adiknya.

"Kenapa lo?"

Dengan kesal Luve menendang kaki Dylan lalu langsung masuk ke kamar mandi, meninggalkan Dylan yang mengaduh kesakitan.

Netranya beralih menatap Nafis seolah bertanya 'dia kenapa Yah?'

Nafis mengangkat bahunya acuh, dan melanjutkan sarapannya.

Dylan melirik sekilas kehadiran sosok Lintang di meja makan.

"Aku pergi dulu yah!"

"Nggak sarapan?" Tanya Nafis menoleh menatap putra sulungnya.

"Di sekolah aja." Nafis menghela nafas melihat Lintang yang selalu melewatkan sarapannya.

...***...

Luve dan Dylan mencoba mengintip situasi sekolah yang terlihat ramai, karena sekolah sedang melakukan MPLS bagi siswa kelas 10.

"Mati gue. Udah mulai lagi. Terus gimana cara kita masuk kak?" Lirih Luve.

"Sorry aja! Gue masih bisa masuk. Tapi kalo lo—" Luve mencoba mencari sosok Dylan yang tadi ada di belakangnya menghilang.

"Pikir sendiri," Luve melotot saat melihat Dylan yang melompat dari atas tembok sekolah, meninggalkan dirinya sambil tertawa kencang.

"Anak setan!" Luve menghentak kakinya kesal. Ia kembali mencoba mengintip dan mendapati sosok Heyden tengah berdiri diantara teman-temannya.

Luve mengetik sesuatu di hape miliknya dan kembali menatap Heyden.

Heyden sendiri mencoba mencari keberadaan adiknya barisan kelas 10. Netra nya menangkap sosok Dylan yang tengah berjalan santai di koridor.

"Dia telat?"

Ia meraih hape miliknya, membaca pesan singkat yang dikirim oleh Luve.

Heyden menoleh menatap kearah gerbang sekolah heran. Baru saja dia ingin menghampiri adiknya, tapi ia mendengar namanya dipanggil oleh temannya.

"Nah mari kita sambut, ketua OSIS. Heyden."

Heyden menatap keberadaan adiknya sejenak sebelum memutuskan untuk naik ke podium.

"Pagi. Saya Heyden Al-Aizar kelas 12 IPA 1. Saya gak akan banyak bicara, disini saya hanya ingin kalian mengikuti acara MPLS ini dengan tertib dan disiplin. Jika ada yang ingin ditanyakan silakan datangi kakak pembimbing masing-masing."

"Kak! Izin bertanya." Mereka semua beralih menatap seseorang yang tiba-tiba saja mengangkat tangan.

"Say—

"Saya gak buka sesi tanya jawab," ucap Heyden datar.

"Tadi kakak ngomong 'jika ada yang ingin di tanyakan-"

"Saya bilang 'datangi kakak pembimbing masing-masing!' apa masih kurang jelas?" Ujar Heyden usai menyela pembicaraan salah satu peserta MPLS.

Bisa kalian rasakan bagaimana jika kalian diposisi siswa tersebut.

"Saya tidak akan mengulangi perkataan saya, jadi mohon dipahami." Ujar Heyden dan langsung turun dari atas podium.

Temen-temen Heyden yang mengerti suasana langsung mencoba kembali mencairkan suasana.

Rachel berjalan menghampiri Heyden, "gue titip mereka sebentar. Ada urusan," ujar Heyden melewati Rachel yang bahkan belum sempat mengeluarkan suaranya.

"Kamu mau kemana Den?" Teriak Rachel yang tak ditanggapi oleh Heyden.

Rachel mendengus kesal. Pasalnya jika ada urusan OSIS, mereka selalu pergi bersama, bahkan satu sekolah mengira bahwa Rachel adalah kekasih dari seorang Heyden Al-Aizar.

Tapi dari kejauhan Rachel bisa melihat bahwa Heyden berjalan mendekati gerbang sekolah dan tengah berbicara dengan seseorang.

...***...

Heyden berlari menghampiri adiknya, "kenapa gak langsung masuk?"

"Takut." Cicit Luve.

Heyden menghela nafas panjang, ia berjalan keluar lalu menarik lengan Luve lembut untuk menuju lapangan.

Sepanjang perjalanan menuju lapangan, Luve menundukkan kepalanya karena semua pasang mata menatap dirinya.

Terlebih teman-teman Heyden, karena baru kali ini Heyden mengandeng tangan seseorang.

Heyden membawa tubuh adiknya di samping podium, "tunggu disini."

"Ngapain?"

"Dihukum." Luve mendelik tak percaya, ingin protes tapi Heyden sudah lebih dulu meninggalkannya.

Disinilah Luve setelah berdiri kurang lebih 1 jam. Ia tengah berlari mengelilingi lapangan sebanyak 10 putaran, dihukum oleh Rachel-Wakil ketua OSIS.

Rachel menghukum Luve karena Heyden sendiri yang berbicara padanya untuk mengurus mereka.

"Lo terlalu sadis gak sih, kalo ngehukum dia sampe 10 puteran?" Tanya Vina yang berdiri disampingnya.

"Nggak juga, 10 puteran doang masa gak kuat."

Vina hanya mampu menggeleng kecil, berjalan meninggalkannya.

Sementara itu, Dylan yang ingin pergi ke toilet, menghentikan langkahnya saat melihat adiknya tengah lari keliling lapangan.

Ia langsung melesat turun berlari menghampiri adiknya.

"LUVE!"

Luve berhenti tepat di depan Dylan yang langsung dipapah oleh nya.

"Lo ngapain? Hah!" Luve menggeleng.

"Dia lagi di hukum, lari 10 puteran," Dylan menoleh menatap Rachel yang berjalan menghampirinya.

"10 puteran? Waras lo?"

"Dia telat, jad—

"Jadi lo ngehukum dia lari 10 puteran? Guru BK aja kalo ngehukum gak sampe 10 puteran."

"Mending lo bawa dia ke UKS." Mereka melihat Luve yang sudah duduk dengan keadaan setengah sadar.

Dylan yang ingin menghampiri Luve terhenti karena kehadiran Lintang yang sudah lebih dulu membawa Luve pergi.

"Inget! Sampai dia kenapa-kenapa, lo yang gue cari!" Ancam Dylan melanggkah pergi.

Rachel mendengus menatap kepergian Dylan kesal, "tadi Heyden sekarang Dylan."

...***...