SHADOW | Chapter 1

SHADOW | Chapter 1 : Terlambat dan peringatan.

"Fu*k, sial*n!" Alen mendesis kesal, melihat ke bawah dimana seorang pria yang menjabat sebagai ketua osis mempergokinya lagi karena ketawan datang terlambat ke sekolah lagi.

"Lo kenapa sih, selalu saja berhasil nangkep gue. Gue sumpahin jodoh lo jelek!" Alen berteriak, seraya menedang sepatunya yang masih bertenteng di kakinya berharap akan mengenai si ketua osis menyebalkan.

Namun, sebaliknya apa yang di lakukan ketua osis tersebut membuat Alen terkejut setengah mati. "ARLANDD LEPAS!!" Alen menjerit ketakutan, kakinya yang di tarik secara tiba-tiba sontak membuat tubuhnya tidak seimbang, Sungguh sepertinya Alen berpasrah kali ini.

Alen membuka matanya perlahan ketika ia tidak merasakan sesuatu, tubuhnya yang seharus nya merasa sakit tapi tidak ia rasakan. Pandangan yang ia lihat pertama adalah mata tajam milik Arland ketua osis yang sangat ia benci, kali ini Alen paham kenapa ia tidak merasakan sakit? Karena tubuhnya berada dalam gendongan Arland!

"Udah gue bilangin, turutin printah gue" geram Arland, Entah sudah berapa kali ia memberikan kesempatan pada gadis keras kepala itu yang akhirnya hanya berakhir sia-sia.

"Ya kan gue lupa Ar, tadinya gak ada niatan berangkat ke sekolah tapi ibu mertua gue nyuruh gue berangkat" yatuhan, sungguh kali ini Alen merasa gugup sendiri, di tatap tajam seperti itu dan mata yang menandakan kemarahan tentu saja membuat nyalinya menciut.

"Ar gue laper" untuk kali ini Alen memang benar-benar merasa laper karena sejak tadi pagi sampai datang buru-buru ke sekolah ia belum makan sama sekali.

Kali ini Arland menghela nafas nya kasar, ia membawa Alen ke pojok tembok lalu menurunkanya. Kedua tangan menangkup pipi Alen, wajahnya mendekat mempertemukan kedua belah bibir mereka.

Alen menegang di tempat, ia tahu apa yang di lakukan Arland bukanlah semata-mata yang ingin berci*man tapi karena ingin menghukumanya. Entahlah semenjak kejadian kemarin emosinya naik turun.

"Lo sudah membuat kesalahan yang amat fatal bagi gue, kali ini gue benar-benar gak ngasih kesempatan apapun buat lo" tanganya bergerak mencekram pinggang Alen, jarak di antara wajah mereka hanya sebatas hidung.

Alen mendesis lirih, tangan nya bergerak mendorong Arland. "Apa kesahalan gue? Kemarin gue hanya bantu Ferno nyarih hadia buat ulangtahun sepupu nya aja!"

"Apapun itu, kalo lo dekat dengan laki-laki manapun gue anggap kesahalan fatal. Gue udah ambil ciuman pertama lo, tapi kalo kejadian ini terulang sekali lagi, gue gak segan-segan ngambil apa yang seharusnya jadi hak gue"

Selepas mengatakan itu, Arland menarik Alen untuk mengikutinya, di belakangnya Alen menggegam kuat tanganya, emosi nya meluap namun ia tetap tidak bisa berbuat apa-apa. Lengan nya di tarik menuju ke arah gerbang, lagi-lagi Alen menghela nafasnya. Ia benar-benar pasrah.

Arland mendorong nya masuk ke mobil pribadi nya, di depan nya sudah ada sopir. "Gak ada yang harus lo patuhi selain printah gue, pulang di apartemen sudah ada makanan" sebelum Arland benar-benar pergi, ia sudah mengambil handphone Alen yang berada di saku depan milik Alen.

Selepas kepergian Arland, Alen menendang jok belakang yang di tempati sopir pribadi mereka. "Lo kan yang udah ngadu sama Arland!" Alen kembali menendang sembari berteriak.

Si sopir meringis, tendangan Alen yang terakhir begitu kuat. " maaf nyonya, itu sudah menjadi tugas saya"

"Arland itu suami gue, gue bisa aja nyuruh dia buat mecat lo!"

"Maaf nyonya, saya rasa selagi saya tidak membuat kesalahan dan melakukan tugas dengan benar tidak ada alasan untuk memecat saya"

"Lo-!!" Alen menarik nafas nya dalam-dalam, rasanya percuma saja berdebat dengan sopir sialan ini, "Antarkan gue ke rumah orang tue gue" lanjutnya.

"Maaf nyonya, tuan memprintah kan saya- "

"SUDAH CUKUP!"

Alen segera memotong perkataan sopirnya, ia menendang jok belakang nya lagi kali ini lebih keras, sampai membuat sang sopir terpental dengan kepalanya menatap langit-langit atap mobil.

Sang sopir meringis kesakitan, namun Alen membiarkan nya saja ia tidak mengubrisnya sama sekali.

Sesampainya di gedung apartemen tempat mereka tinggal, Alen segera keluar dari mobil ia berlari secepat mungkin untuk segera sampai ke apartemenya. Ia paling tidak bisa menahan lapar, sungguh.

Di depan pintu apartemenya terdapat dua pengawal yang sedang menjaga, Alen bersikap acuh ia segera memasukkan pin nya tak lupa untuk menutupnya lagi.

Bibirnya tersenyum melihat makanan lezat yang sudah terpampang di depanya, bagi orang yang sedang sangat kelaparan, makanan manapun akan sangat menggiurkan.

Alen melahap semua makanannya tanpa sisah, entahlah baru kali ini ia benar-benar merasa kelaparan.

Seusai memakan makananya tanpa sisah, Alen kembali ke semula, rasa bosan selalu saja menghampirinya. Setelah ini ia bingung mau melakukan apa.

Keluar dari apartemen tak akan mungkin, karena ia tidak bisa keluar tanpa seijin Arland. Sungguh memuakkan, semua berubah! Mungkin seperti biasa, ia akan mandi, karena tadi belum mandi lalu bertiduran di ranjang sembari menonton filim.

Alen keluar dari kamar mandi, menuju walk in closet ia mengambil pakaian tidur yang berbentuk dres sangat menerawang. Apa yang bisa Alen lakukan, semenjak menikah dengan Arland semua berubah total.

Di mulai dari pakaian nya, ketika tidur pakaian yang ia kenakan adalah dress pendek dengan beberapa desain sedangkan ketika di luar pakaian yang ia gunakan adalah pakaian serba panjang, Lalu-

Jam makan nya yang harus tepat dan jam tidurnya yang harus teratur kecuali jika Arland ada kemauanya. Semuanya sudah berubah, dulunya ia yang sering berlibur bersama temanya sekarang tidak akan ada lagi.

Satu bulan umur pernikahan mereka, sangatlah cepat untuk merubah segala hal. Alen sepunuhnya tidak tahu alasan di balik pernikahan mereka, yang ia tahu adalah hanya sebuah bisnis.

Alen menarik semua korden menutup agar tidak ada cahaya yang menganggu ketenangan nya, lalu ia mematikan lampu utama dan menyalankan TV dan AC.

Ia bergulung di bawah selimut sambil bergumam tidak jelas.

"Di sekolah gue benci ketua osis yang sayang nya suami gue sendiri, sedangkan di apartemen gue hidup dengan nya. Nasib macam apa ini"

"Gak, selamanya gue akan benci sama ketua osis itu tapi gue gak bisa benci sama suami gue!"

...••••••...

"Lo beneran gak tau di mana Alen?" tanya Ferno entah sudah berapa kesekian kalinya, sampai Jena rasanya sudah jengah.

"Ferno ini jawaban terakhir gue ya, Gue benar-benar gak tau di aman Alen dan kenapa hari ini gak berangkat tapi yang jelas di keterangan ia sedang izin dan gue gak tau siapa yang ngizinin"

"Tapi gue heran, siapa yang ngizinin"

Jena menaikan kedua pundaknya yang berarti ia tidak tau. "Yang gue tau hidup Alen seba privasi, gua aja gak tau keluarganya dan setiap ngambil rapot gue pun gak lihat keluarganya siapa yang ngambilin"

Tak jauh dari mereka, Arland tersenyum miring melihat beberapa panggilan nomer tidak di kenal di ponsel Alen, Alen sudah benar-benar melanggar aturan dasar wanita keras kepala. Alen bisa memberikan nomernya tapi tidak ia simpan agar Arland tidak mengetahuinya, pintar kan.

Karena itu, Arland mengubah semua sistem di ponsel Alen pertama ia menganganti no hp milik Alen tapi sebelum itu ia sudah memblokir semua no yang tidak berguna di no yang lama setelah itu----

Ia juga membuka aplikasi instagram, mengubah nama akun, menghapus semua followers lalu menghapus akun tersebut berserta aplikasinya. Sampai pada akhirnya hp milik Alen tidak terdapat akun media sosial apapun yang ada hanya aplikasi bertukar dan pesan dan beberapa aplikasi yang memang dari hp nya sendiri.

Tak lupa Arland juga menyadap hp milik Alen, Ah beberapa barang seperti leptop, dan lainya sudah ia sadap. Dan dimanapun Alen berada ia akan mengetahuinya.

Terpantau di Hp pribadinya, terdapat rekaman Alen yang sedang tertidur dengan kondisi TV yang masih menyala.