1- Pertama kali Bertemu
Sebuah taman yang ditumbuhi beragam bunga itu mampu memanjakan mata. Area yang luas dengan ditumbuhi pohon yang besar membuat siapapun akan betah berada di sana.
Tampak seorang gadis kecil sedang duduk ditemani semilir angin yang menerpanya. Ia menutup matanya menikmati suasana yang sejuk ini. Seakan tempat ini sudah menjadi tempat favoritnya.
Gadis kecil yang memiliki nama Eveline Carly Vansh, tampak nyaman duduk bersandar di bawah pohon besar itu. Namun tiba-tiba saja sebuah guncangan besar mengguncang tempat itu hingga membuat tubuh Eveline itu terjatuh.
"Aduh!" keluh gadis berumur 10 tahun itu seraya mengusap tangannya dan badannya yang kotor.
Takut terjadi suatu hal lagi, Eveline segera bangun, saat akan beranjak pergi ia seakan mendengar sebuah suara dari balik pohon. Bukannya takut, Eveline justru penasaran.
Pasalnya lokasi tempat ini sangat tersembunyi dan hanya dia yang mengetahuinya. Lantas bagaimana bisa ada suara selain dirinya.
Langkah kecilnya berjalan menuju sumber suara. Samar-samar dia mendengar suara seseorang yang terdengar seperti suara anak laki-laki.
"Aw! Sebenarnya tadi itu apa?"
Saat mata mereka bertemu keduanya sama-sama terkejut melihatnya. Pasalnya baju yang mereka kenakan berbanding terbalik.
Eveline menggunakan sebuah kaus lusuh dengan bawahan celana panjang, sedangkan anak laki-laki itu mengenakan baju seperti seorang bangsawan.
Tunggu?
Bagaimana bisa ada yang mengenakan pakaian itu, padahal ini sudah zaman modern, setahu Eveline walau sekarang masih ada kerajaan pakaian mereka sudah memakai pakaian modern, sangat berbeda dengan anak di depannya.
"Kamu siapa?" celetuk Eveline. Anak laki-laki itu masih saja sibuk mengurus pakaiannya yang tampak mahal itu.
Setelah mendengar sebuah suara, mata anak laki-laki itu pun menatap Eveline dengan tatapan aneh. Dia seakan menunjukkan tatapan meremehkan, seakan memandang Eveline sebagai seseoramg yang berada di bawahnya.
"Kenapa kau tidak berlutut?"
Eveline menatap aneh anak laki-laki itu. "Untuk apa? Memangnya kamu siapa? Kenapa kamu berada di tempat ini?" tanya Eveline beruntun.
"Apa maksud kau, justru seharusnya aku yang berkata begitu. Kenapa kau bisa melewati para prajurit dan bisa memasuki tempat ini, apa kau penyusup?" tuduhnya dengan pandangan yang tajam.
Eveline menatap matanya dengan tidak suka. Ia pun kembali melihat sekitar dengan seksama sampai ia melihat sebuah rumah besar yang familiar baginya. Eveline pun menarik napas lega.
"Lihatlah rumah besar itu, aku bekerja di sana dan kamu dari mana? Tempat ini juga masih berada di linkungan rumah itu?" jawab Eveline seraya menunjuk rumah besar bercat putih itu.
Anak laki-laki yang melihat itu pun membulatkan matanya. Dengan cepat ia memutar kepalanya ke arah bangunan yang biasa terlihat. Betapa terkejutnya ia tidak tampak sebuah bangunan yang menjadi tempat tinggal.
"Tidak mungkin, bagaimana bisa istanaku tidak terlihat?" ucapnya dengan panik.
Eveline yang mendengar ucapan anak laki-laki itu pun terheran-heran. Istana? Mengapa bisa sebutan itu terlontar dari anak laki-laki ini. Sedangkan sebuah kerajaan saja sudah tidak ada di negaranya ini.
Namun, bagaimana bisa anak yang baru ia temui ini mengatakan istana adalah rumahnya. Ini sangat aneh, sebenarnya apa yang sedang terjadi di hadapannya.
"Apa yang kau maksud? Di sini tidak ada istana dan jika ada yang pasti tempatnya bukan di sini!"
"Mustahil! Aku biasa duduk di taman ini dan tiada ada hal aneh yang terjadi selama ini. Mungkin ini semua karena kamu!" tuduhnya pada Eveline.
Eveline yang marah mendengar hal itu pun mendorong anak laki-laki itu dengan keras. "Hey!" Anak laki-laki itu yang tidak terima membalas Eveline dengan menjambaknya.
"Sini kau, budak kurang ajar!"
"Aku bukan budak!"
Mereka berdua saling berteriak seraya berguling-guling di rumput. Setelah lelah berteriak dan bertengkar keduanya duduk berjauh-jauhan.
Dengan kasar Eveline merapikan rambutnya selagi menjauhkan diri dari anak laki-laki yang seperti akan menangis itu. Mata yang sudah memerah pun perlahan meneteskan air matanya.
"Hiks ... bagaimana ini, kenapa aku bisa berada di sini hiks ...."
Eveline yang merasa iba pun mendekat dan duduk di sampingnya dalam diam. Ia sama sekali tidak membuka suara hingga anak laki-laki berhenti menangis.
"Sebenarnya dari mana asalmu?" celetuk Eveline memecahkan keheningan.
Anak laki-laki diam sejenak sebelum akhirnya menjawab Eveline. "Namaku Xavier Aksa Darsh merupakan putra mahkota dari kerajaan Darsh, aku biasanya duduk di taman ini setelah lelah mengikuti kelas penerut tahta. Entah kenapa hari ini terjadi sebuah getaran saat aku duduk di sana. Aku yang terkejut hendak pergi, namun guncangannya membuatku terjatuh dan tiba-tiba kamu muncul dari balik pohon. Sekarang apa yang harus aku lakukan untuk kembali, pasti sekarang seluruh prajurit panik mencariku," jelas Xavier dengan lesu.
"Kau putra mahkota?" ucap Eveline tak percaya.
Bagaimana bisa hal seperti itu masih ada di dunia ini. Owh iya, Eveline penasaran dengan satu hal untuk memastikan sesuatu.
"Aku ingin bertanya, di kerajaanmu itu tahun berapa?" tanya Eveline dengan wajah penasaran.
"Tentu saja tahun 2023, kenapa masih bertanya?" jawab aneh Xavier.
Eveline yang mendengar jawaban Xavier pun membulatkan matanya. Tahunnya sama, mengapa isinya bisa berbeda. Jika pun berbeda bukannya bahasanya juga berbeda, tetapi Xavier berbicara bahasa negaranya.
Apa hal ini mungkin terjadi?
"Berarti dalam duniamu terdapat bangsawan?" tanya Eveline. Dari mana ia tahu? Tentu saja dalam drama.
"Tentu saja, jika tidak ada siapa yang akan memerintah rakyat biasa? Bukannya ini hal biasa?" Xavier yang melihat respon Eveline pun terkejut. Karena bukan sebuah anggukan yang dia dapat melainkan sebuah gelengan kepala.
"Maksudmu di sini tidak ada bangsawan?" Eveline pun mengangguk sebagai jawaban.
"Semua orang di dunia ini adalah rakyat biasa."
Xavier terdiam mendengar hal tersebut. Ia pun berpikir keras bagaimana caranya agar ia bisa kembali ke tempat asalnya. Tiba-tiba Xavier bangkir dan berjalan menuju tempat dimana semua bermula.
"Hey, kamu mau kemana?"
Melihat Xavier bangun, Eveline pun mengikutinya dari belakang. Ternyata Xavier berhenti di bawah pohon tempat mereka pertama kali bertemu. Setelah sampai keduanya duduk, tetapi tidak ada yang terjadi.
Melihat tidak ada yang terjadi pun membuat Xavier mengehela napas berat. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Xavier yakin di tempat ini sihir pasti tidak akan bekerja.
Mereka berdua duduk di tempat itu hingga matahari akan terbenam. Saat langit berada di tengah malam dan cahaya sore sebuah keajaiban terjadi.
Tiba-tiba saja tubuh Xavier mulai menghilang bersama cahayanya. Xavier yang melihat itu pun tersenyum sumringah, kemudian ia menatap Eveline dengan gembira.
"Terima kasih untuk pertemuan yang singkat namun penuh makna ini, aku tidak akan melupakanmu Eveline, sampai jumpa!"
Bersamaan dengan cahaya matahari yang terbenam tubuh Xavier pun menghilang sepenuhnya. Sepertinya Xavier kembali ke dunianya.
"Iya, sampai jumpa!"
Entah kenapa Eveline menjadi sedih. Mungkin karena ini pertama kalinya ia memiliki seseorang untuk diajak berbicara. Eveline yang takut hari semakin gelap pun berjalan menuju rumah besar itu dengan langkah yang berat.
Ia tidak ingin terus menjalani hidup yang seperti ini. Eveline ingin hidup normal seperti kebanyakan anak seusianya hanya itu keinginan dan impian Eveline selama hidupnya.
Story baru, semoga buat semangat🥹
Jangan lupa like N komennya🥰