Wanita Pengganti Milik Tuan Muda

Wanita Pengganti Milik Tuan Muda

Author:apriliyakim

BAB 1 : Awal Semua

PROLOG

Meliana tengah menyajikan beberapa cangkir kafein, hari ini cafe begitu ramai pembeli. Mungkin karena hari libur, jadi banyak orang yang tengah menikmati waktu bersama keluarga atau orang tersayang mereka.

Perlahan bibir Meliana tersenyum melengkung dengan indah ketika ia melihat banyak orang yang bahagia ketika menikmati kopi buatannya.

Sampai ketika ada seorang anak laki-laki berusia lima tahun yang tengah duduk di meja seorang diri menghampirinya, Meliana membungkuk sambil mengusap puncak kening anak itu.

"Dimana orang tua-Mu, Nak?" tanya Meliana dengan lembut.

"Mama!"

Meliana mengerutkan keningnya, ia berusaha menjelaskan dengan rinci kepada anak tersebut.

"Aku bukan Mama-Mu, kamu kemari bersama dengan siapa?" tanya Meliana.

Anak laki-laki tersebut menunjuk kearah dimana mejanya berada. Meliana tersenyum, ia menuntun anak itu untuk kembali duduk disana. Sambil menunggu orang tuanya datang, Meliana mengajak anak tersebut menggambar.

"Ini siapa?" tanya Meliana.

"Ini Papa, ini Mama." ujar anak kecil tersebut menunjuk kearah laptop yang berada di sampingnya kemudian berganti menunjuk Meliana.

Meliana sontok terkejut, perlahan ia menelan saliva."Apakah kamu kemari dengan Papa-Mu?"

Anak laki-laki itu mengangguk pelan kemudian tersenyum kearah Meliana,"Apakah kamu Mama-Ku? Kamu mirip sekali dengan dia."

Tidak sampai lima belas menit Meliana duduk disana, seorang laki-laki sekitar umur tiga puluh tahun menghampiri mereka.

Tatapan yang dingin tanpa senyuman serta pakaian rapi dengan jas berwana hitam senada membuat Meliana segera bangkit.

"Maaf Tuan, apakah anak ini..?"

"Betul ini anak saya." ujarnya.

Laki-laki itu menatap Meliana dari ujung rambut sampai ujung kaki, menelisir setiap inci tubuh Meliana.

"Papa, aku sudah menemukan Mama!" ujar anak laki-laki itu sambil menarik pergelangan tangan Melia dengan gembira.

Meliana tercengan, ia kemudian mencairkan suasana dengan tertawa renyah."Bukan, aku hanya pegawai di cafe ini. Aku bukan Mama-Mu."

"Tapi kamu mirip dengan Mama, apakah Mama sudah melupakan aku, Pah?"

"Aku ingin Mama pulang!" rengek anak kecil tersebut.

"Pah, bawa Mama pulang!"

Beberapa kali anak kecil tersebut merengek membuat Meliana kebingungan, apa yang harus dia lakukan?

"Aku mau berbicara empat mata dengan-Mu." ujar laki-laki tersebut setelah berusaha menenangkan anaknya. Jantung Meliana terpacu dengan cepat, apakah ia akan mendapatkan masalah baru?

Setelah perbincangan yang berat, akhirnya Meliana mengerti kenapa anak itu terus memanggil dengan sebutan 'Mama'

"Aku akan memberikan apa pun yang kamu mau, sebagai gantinya kamu harus menikah dan tinggal dengan kami. Aku berjanji tidak akan menyentuh secuil pun, kamu cukup mengatakan bahwa kamu memang Ibunya." ujar laki-laki itu dengan serius.

Meliana tidak mengerti lagi, ternyata pernikahannya hanya sebuah kontrak belaka. Dulu ia bermimpi bahwa pernikahannya akan menjadi hari terbahagia, tapi nyatanya hanya untuk membayar hutang keluarga.

"Baik, aku akan menerimanya Tuan. Tapi aku memiliki permintaan, yaitu melunasi hutang keluarga." ujar Meliana yang segera di setujui oleh laki-laki tersebut.

Selamat tinggal kehidupan Meliana, dan selamat datang kehidupan wanita pengganti.

......................

Matahari pagi berhasil membuat kedua bola matanya terbuka, perlahan ia beranjak dari kamar tidur yang memiliki ranjang seluas samudera. Di sampingnya, kini terbaring seorang laki-laki yang sudah sah menjadi suaminya.

Hari ini adalah hari pertama Meliana melakukan tugasnya sebagai seorang istri. Mulai dari membangunkan anaknya hingga suaminya.

Di garis bawahi, hanya pernikahan kontrak.

"Tuan, bangun. Ini sudah pagi, saatnya pergi ke kantor." ujar Meliana menggoyangkan tubuh Almero.

Almero Adamsyah, pemilik perusahaan ternama di negeri ini. Ia menjadi pengusahawan terkenal dengan ketampanan serta segudang prestasi. Tidak pernah menyangka duda beranak satu ini sudah menikah kembali dengan Meliana dengan pernikahan di atas kertas.

"Baik, terimakasih." ujar Almero seketika bangun dari tempat tidur tanpa mengeluarkan ekspresi, wajahnya selalu saja dingin.

Meliana mendengus pelan, ternyata rasanya menikah tanpa ikatan cinta memang berat. Terlebih lagi alasan Almero menikah dengan Meliana hanya karena wajah yang serupa dengan mendiang istrinya.

Setelah membangunkan suaminya, Melian segera membangunkan anak laki-laki menggemaskan yang menjadi anaknya mulai sekarang. Meskipun sebatas ibu sambung, ia tulus menyayangi.

"Axton, saatnya bangun. Kamu harus pergi ke sekolah." ujar Meliana sambil mengusap perlaham rambut Axton.

Axton menguap, ia menatap Meliana dengan sumbringah. Mungkin tidak menyangka bahwa ia bisa melihat Ibunya secara nyata, karena sejak kecil ia tidak mendapatkan semua itu.

"Mama!" panggil Axton sambil memeluk tubuh Meliana dengan erat seakan tidak mau kehilangan.

"Jangan tinggalkan aku lagi, Ma. Aku sangat menyayangi Mama."

Ternyata rasanya menjadi seorang Ibu begini, Meliana senang bisa membuat anak sekecil itu bisa tersenyum meskipun semuanya palsu.

"Axton, Mama janji tidak akan meninggalkan kamu lagi." ujar Meliana lembut.

Ibu dan anak itu kemudian memeluk satu sama lain, penuh kasih sayang. Dari balik pintu Almero menyaksikan hal yang menyayat hatinya. Sudah lama ia tidak melihat anaknya sebahagia ini. Keputusannya untuk menikah kontrak dengan Meliana ternyata hal yang tepat. Meskipun ketika melihat Meliana selalu saja terbayang akan wajah mendiang istrinya, mereka sangat mirip.

Meliana sadar bahwa Almero memperhatikan mereka dari kejauhan, ia kini mengerti bagaimana sulitnya mengurus seorang anak tanpa sosok Ibu.

"Cepat mandi, pakai baju sekolah dan segera turun. Mama akan menyiapkan makanan enak untuk-Mu."

"Baik!" ujar Axton dengan gembira.

Meliana segera turun ke lantai bawah menuju dapur, ia akan memasak makanan pertama setelah menjadi seorang Ibu. Namun, siapa sangka pelayan di sana susah sigap menyiapkan berbagai jenis hidangan yang menggugah selera.

"Nona, tidak usah memasak. Kami akan menyiapkan segala keperluan yang Nona ingin, Nona mau hidangan apa?" tanya salah satu koki.

Meliana menggeleng, ia menolak dengan halus dan sopan."Maaf, saya ingin masak untuk anak dan suami saya dengan masakan yang saya buat." ujar Meliana.

Setelah lelah memasak, akhirnya hidangan sederhana yang Meliana bisa sudah siap di sajikan. Hanya nasi goreng yang bisa ia buat dengan tangan lentiknya itu.

Dentuman suara pentopel beriringan dengan sepatu yang di kenakan Axton terdengar. Meliana tersenyum senang, sudah saatnya menghidangkan buatan tangannya itu.

Namun ketika hendak menghidangkan makanan, koki di sana menolaknya. Mereka mengatakan bahwa seumur hidup Almero belum pernah makan nasi goreng begitu pula dengan Axton.

Meliana menyimpan rapat-rapat masakannya, biar nanti dia saja yang memakannya sendiri.

"Mama, mana masakan yang Mama buat?" tanya Axton membuat Meliana menyumpal mulutnya dengan nasi.

"Mama tidak sempat membuatnya," ujar Meliana berbohong.

"Bohong!" pekik Axton dengan wajah cemberut.

Almero menatap sekilas Meliana, tampaknya ia memang berbohong terlihat jelas dari raut wajahnya.

Dengan paksaan Axton akhirnya Meliana mengeluarkan nasi goreng tersebut dengan ragu.

"Jika tidak bisa memakannya, jangan di makan. Mama tidak tahu apa yang kamu suka dan tidak." ujar Meliana segan.

Axton mengambil secentong nasi goreng dengan telor orek di dalamnya, sekali suapan matanya mulai berbinar seakan mengatakan bahwa nasi goreng itu enak sekali.

"Ini sangat enak, Ma!" ujar Axton membuat Meliana senang.

Almero mencoba nasi goreng tersebut untuk pertama kalinya, dan memang anak kecil tidak bisa berbohong rasanya sangat enak.

"Ma, nanti bisa membuatnya lagi?"

"Boleh, setiap hari juga boleh." ujar Meliana dengan senang karena ia berhasil.

"Tidak bisa, makanan berminyak hanya boleh satu minggu satu kali saja." bantah Almero dengan tatapan dingin serta kejam.

"Baik, aku mengerti." ujar Meliana.

Mereka melanjutkan sarapan dengan tenang. Setelah menyelesaikan sarapan, Almero dan Axton berpamitan untuk melakukan tugas mereka.

"Tuan, apakah aku boleh pergi bekerja?" tanya Meliana yang sontak membuat kedua bola mata Almero menatap tajam.

"Tidak, aku sudah mengajukan surat pengunduran dirimu kemarin. Kamu hanya boleh diam di rumah saja, jangan pernah keluar dari sini sejengkal pun." ujar Almero dengan tatapan seram.

Melia merinding saat melihat mimik wajah Almero yang murka tersebut."Baik."

Hidup di rumah saja mungkin sangat membosankan, tapi setidaknya hutang keluarga bisa tuntas dengan waktu singkat maski harus mengorbankan hidupnya.

"Aku pamit."

"Baik, Tuan."

"Hantikan.Panggil saja Al, itu terdengar lebih baik di dengar." ujar Almero membuat Meliana tersenyum.

"Aku mengerti."

Jika terus berperilaku baik seperti ini, nampaknya Meliana akan jatuh hati pada laki-laki berwajah dingin itu.