Catatan Mahasiswa Akhir

Catatan Mahasiswa Akhir

Author:Irma Dewi Meilinda

Buku Harian Alifa

Alifa datang dengan langkah ceria dan penuh harapan setelah menerima surat pengumuman kelulusannya. Ia ingin berbagi kabar gembira kepada orang-orang terdekatnya, termasuk ibu dan ayahnya. Namun, begitu Alifa masuk ke dalam rumah, ia lupa mengucapkan salam seperti yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim sebelum memasuki rumah.

"Ayah, Ibu, aku lulus sekolah ...!" teriak Alifa dari kejauhan.

Ketika Alifa memanggil ibu dan ayahnya, suasana di rumah yang sebelumnya riuh menjadi hening. Semua orang yang berkumpul di situ terkejut dan heran melihat Alifa. Tatapan mereka terarah kepada Alifa dan senyum semringah di wajahnya perlahan-lahan memudar.

Ibu dan ayah Alifa, yang awalnya senang melihat anak mereka datang dengan wajah berseri-seri, merasa heran dengan reaksi orang-orang di sekitar. Mereka menyadari bahwa Alifa lupa mengucapkan salam sebelum masuk.

Ibu Alifa (Nisa) dengan lembut bertanya, "Nak, kamu lupa mengucapkan salam, ya?"

Alifa merasa malu dan menundukkan kepala. Ia menyadari kesalahannya dan segera meminta maaf kepada ibu dan ayahnya.

"Maaf, Ibu dan Ayah. Alifa lupa mengucapkan salam saat masuk. Alifa benar-benar minta maaf. Karena terlalu bahagia, jadi melupakan tata krama yang telah Ibu dan Ayah, serta guru-guru ajarkan," ucapnya dengan rasa penyesalan yang tulus.

Ayah Alifa mengangguk dan tersenyum lembut. Ia mengerti bahwa Alifa telah menyadari kesalahannya.

"Tidak apa-apa, Nak. Setiap orang bisa melakukan kesalahan. Yang penting adalah kita belajar dari kesalahan tersebut," kata ayah dengan penuh pengertian.

Ibu Alifa menepuk bahu anaknya dengan penuh kasih sayang.

"Tetaplah rendah hati, Nak. Ingatlah bahwa sebagai seorang muslim, kita harus senantiasa mengucapkan salam sebagai tanda penghormatan kepada Allah dan sesama. Tidak ada yang lebih penting daripada etika dan akhlak yang baik."

Alifa merasa lega mendengar kata-kata ibunya. Ia berjanji untuk lebih berhati-hati dan selalu mengingat tata cara yang seharusnya dilakukan sebagai seorang muslim. Semua orang di rumah juga menyadari bahwa kesalahan ini adalah pelajaran berharga bagi Alifa.

Dengan saling memaafkan dan penuh cinta, suasana di rumah pun kembali ceria. Alifa bercerita tentang kelulusannya dengan antusias dan semua orang berbagi kebahagiaan atas prestasi yang telah diraihnya. Mereka meyakinkan Alifa bahwa mereka sangat bangga padanya dan berharap masa depannya akan penuh dengan kesuksesan. Dalam setiap momen penting, tindakan yang sederhana seperti mengucapkan salam memiliki arti yang besar dalam agama dan kehidupan sehari-hari.

Semua orang yang mendengar kabar bahagia itu, bergantian mengucapkan selamat dan memeluk Alifa. Perjalanan tiga tahun sudah dilalui dengan penuh perjuangan. Meski banyak hal yang sering mengganggu konsentrasinya dalam belajar, tapi ia tidak pernah hilang arah untuk menjadi murid kebanggaan para guru, terutama menjadi anak yang membanggakan bagi kedua orang tuanya.

Hal ini dibuktikan saat ia mulai jatuh cinta kepada lawan jenis. Alifa adalah seorang gadis muda yang memiliki hati penuh cinta. Setiap kali ia melihat seseorang yang berhasil membuatnya jatuh cinta, hatinya terasa seperti bergetar di dalam dada, seakan-akan sayap-sayap kecil telah tumbuh di belakang punggungnya. Rasanya seperti melayang di udara, merasakan kebebasan yang luar biasa.

Perasaan cinta itu membuatnya memiliki semangat yang baru. Ia tidak lagi merasa terikat oleh keterbatasan dunia. Alifa merasa bahwa dunia telah menjadi panggung yang luas bagi kisah cintanya. Ia ingin menjelajahi setiap sudut dunia bersama orang yang dicintainya.

Alifa dan kekasihnya merencanakan perjalanan yang indah ke berbagai tempat di dunia. Mereka mengepakkan sayap imajinasi dan terbang ke angkasa, menjelajahi bintang-bintang dan planet-planet yang indah. Di sana, mereka menggenggam tangan satu sama lain dengan erat, menikmati keajaiban alam semesta yang tak terhingga.

Namun, seiring berjalannya waktu, kisah cinta mereka mengalami ujian yang sulit. Rintangan dan konflik mulai muncul di antara mereka. Perasaan cinta yang sebelumnya memberikan kekuatan kepada Alifa, kini mulai membebani dirinya. Hatinya terluka dan ketegaran yang selalu ditunjukkan kepada dunia seakan-akan hilang.

Alifa merasa lemah. Setiap hari, ia berjuang untuk mempertahankan hubungannya yang telah membuatnya terbang di angkasa. Namun, semakin banyak masalah yang muncul, semakin rapuh pula hatinya. Air mata sering mengalir di matanya saat ia merenungkan kisah cintanya yang rumit.

Perasaan lemah itu membuat Alifa merasakan beban yang tak terbayangkan. Ia merasa seperti dunia sedang melawan dirinya. Ketegaran yang selalu diperlihatkan seolah-olah telah menguap begitu saja. Alifa merasa kehilangan dirinya yang kuat, digantikan oleh keraguan dan kebingungan.

Namun, Alifa tidak menyerah begitu saja. Ia mencoba mencari kekuatan baru untuk menghadapi ujian dalam kisah cintanya. Ia mulai berbicara dengan orang-orang yang dipercaya, mencari nasihat dan dukungan dari mereka. Lambat laun, ia menyadari bahwa kekuatan sejati bukanlah tentang ketegaran yang terlihat di luar, tetapi tentang kekuatan yang ada di dalam hati.

Alifa mulai belajar untuk menerima kelemahannya dan menyadari bahwa cinta sejati tidak selalu mudah. Ia mengerti bahwa perasaan cinta yang membuatnya terbang ke angkasa bukanlah jaminan kebahagiaan abadi, tetapi sebuah perjalanan yang penuh dengan tantangan.

Dengan waktu, Alifa mulai menemukan kembali ketegaran dalam dirinya. Ia belajar untuk menjaga dirinya sendiri dan mencintai dengan bijaksana. Ia mengerti bahwa terkadang cinta memang membuat lemah, tetapi jika mampu bertahan dan tumbuh dari pengalaman itu, maka ia akan menjadi lebih kuat daripada sebelumnya.

Kisah asmaranya yang rumit tidak mengubah Alifa menjadi orang yang lemah. Sebaliknya, ia menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijaksana. Ia tumbuh dari pengalaman itu dan belajar untuk mencintai dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya.

Dengan hati yang berani, Alifa terbang kembali ke angkasa. Kali ini, bukan hanya untuk menjelajahi dunia bersama orang yang dicintainya, tetapi juga untuk menjelajahi dirinya sendiri. Ia menyadari bahwa perjalanan cinta yang sesungguhnya adalah perjalanan menuju kesempurnaan diri, di mana ia dapat menemukan kebahagiaan sejati dalam kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya.

Bagi Alifa, berpacaran hanyalah membuang-buang waktu saja. Itu sebabnya ia lebih memilih fokus mengejar impiannya. Walau pada akhirnya ia telah jatuh cinta kepada Khaleed.

Khaleed Sharim Mudzafar adalah laki-laki yang berhasil meluluhkan hati Alifa dari sekian banyak laki-laki yang menyatakan cinta padanya di masa sekolah. Namun, laki-laki ini juga yang membuat hatinya retak, seakan kaca yang sengaja dipecahkan dan layaknya layangan yang terputus dari benang ketika berada pada ketinggian; jauh dan tak lagi terlihat.

Alifa yang dulu periang, tidak pernah memikirkan masalah cinta, kini menjadi sering murung dan jarang makan. Benar apa kata pepatah, 'cinta sering membuat seseorang lupa'. Alifa melupakan apa yang pernah diucapkan kepada teman-temannya, bahwa ia tidak suka membahas laki-laki. Karena cinta sejati tak mengenal kata pacaran apalagi ada laki-laki yang bilang, 'Kita jalani saja dulu'.

Seseorang yang berpikir atau mengatakan hal itu, bisa jadi termasuk kategori orang yang mengambil langkah tanpa berpikir panjang. Masalah hati bukanlah sebuah permainan yang menekan tombol mulai saat ingin bermain, lalu menekan menu selesai ketika sudah bosan bermain.

Hati juga bukan kreditan motor yang melalui tahap pencicilan sebelum melunasinya. Namun, hati adalah perasaan yang harus diistimewakan ketika ia mulai jatuh cinta. Jatuh cinta bisa berkali-kali, tetapi menjalin sebuah hubungan jangan berkali-kali agar tidak terjebak ke dalam fatamorgana cinta.

***

Musim kemarau telah berlalu, Alifa melupakan kenangan lama yang membuat hati tersayat-sayat. Kini ia fokus untuk kehidupan masa depan. Meski masa lalu itu masih mengganggu kehidupannya, tetapi hati tak lagi lemah. Ia melupakan cinta, seakan tak pernah mengenalnya, hingga cuek sama laki-laki mana pun, selain anggota keluarga dan teman terdekatnya.

"Berkas untuk daftar kuliah sudah disiapkan apa belum, Nak?" tanya ayah Alifa yang terus mengingatkan karena Alifa sering lupa dengan masalah-masalah kecil sekalipun.

"Sudah, Yah. Ini dibantu Abang dan Kakak untuk mempersiapkan berkas-berkasnya. Tinggal daftar online, dan melakukan pembayaran pendaftarannya saja, Yah."

"Baiklah! Sudah malam, sebaiknya lekas tidur. Besok diurus lagi."

"Iya, Ayah," jawab Alifa dan lekas ke kamar.

Di dalam kamar, Alifa bukannya tidur, tetapi malah menuliskan sesuatu di buku hariannya. Alifa merasa begitu dalam dan intim saat menulis di buku hariannya. Setiap kata yang tergores di atas kertas adalah cerminan dari perasaan, pikiran, dan pengalaman yang ia alami. Buku hariannya menjadi tempat di mana ia dapat sepenuhnya menjadi dirinya sendiri tanpa takut dihakimi atau dipahami dengan salah.

Setiap halaman di buku hariannya, berisi jejak perjalanan hidup Alifa. Ia menulis tentang sukacita dan kebahagiaan yang dirasakan, tentang impian dan ambisinya yang berkobar, serta tentang kesedihan dan kekecewaan yang dihadapi. Ia mencatat momen-momen penting dalam hidupnya, seperti pencapaian, kegagalan, dan kehilangan yang mengubah pandangannya tentang dunia.

Alifa mengungkapkan perasaannya dengan jujur dan tanpa cela dalam buku harian tersebut. Ia menuliskan harapan impian-impian, dan cita-citanya dengan detail. Ia juga menceritakan cerita-cerita pribadinya, termasuk persahabatan, cinta, dan perjuangan yang dihadapi.

Buku hariannya juga berfungsi sebagai tempat untuk merenung dan mengungkapkan emosinya. Alifa menulis tentang kegembiraan dan kebahagiaan, tetapi juga tentang kecemasan, ketakutan, dan kesedihan yang terkadang melanda dirinya. Menulis di buku harian dapat membantu Alifa mengatasi stres dan menenangkan pikirannya. Ia merasa bahwa buku tersebut adalah teman setia yang selalu mendengarkan tanpa menghakimi.

Selain itu, buku hariannya juga memberikan Alifa kesempatan untuk melihat kembali perjalanan hidupnya. Ketika ia membaca kembali halaman-halaman yang telah ditulis, ia dapat mengenang momen-momen penting dan memetik hikmah dari pengalaman yang dialami. Buku harian tersebut menjadi saksi bisu dari pertumbuhan dan perkembangan dirinya seiring berjalannya waktu.

Bagi Alifa, buku harian adalah tempat di mana ia dapat mengungkapkan diri sepenuhnya, mengekspresikan perasaan dan pikiran yang tidak selalu dibagikan dengan orang lain. Buku tersebut menjadi warisan berharga yang dapat disimpan seumur hidup, mengingatkan pada perjalanan hidupnya, serta membantunya untuk terus tumbuh dan berkembang sebagai individu yang lebih baik.

Malam pun berlalu. Alifa menyudahi tulisannya dan lekas berbaring. Ia memejamkan mata, berharap semua perjalanan hidupnya selalu berpihak pada harapan yang dimiliki.

****