Ayu Lestari namanya, dia cantik, menarik dan pandai tapi sayang semua asa dan impiannya harus kandas di tengah jalan. Dia dipilih dan dijadikan istri kedua untuk melahirkan penerus untuk sang pria. Ayu kalah karena memang tak memiliki pilihan, keadaan keluarga Ayu yang serba kekurangan dipakai senjata untuk menekannya. Sang penerus pun lahir dan keberadaan Ayu pun tak diperlukan lagi. Ayu memilih menyingkir dan pergi sejauh mungkin tapi jejaknya yang coba Ayu hapus ternyata masih meninggalkan bekas di sana yang menuntutnya untuk pulang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 : Baby blues
Ayu dan Arkana diijinkan pulang ke rumah. Bayi tampan itu terlihat tenang dan aman di dalam pelukan Ayu.
Beberapa jam yang lalu Arkana sempat menangis histeris, baik Puspa, Inggrid maupun Surya tak bisa menenangkan bayi laki-laki itu.
Setelah Ayu memberanikan diri meminta Arkan dari gendongan Puspa, barulah Arkan tenang dan berhenti menangis.
Sejak itu mereka memang menahan diri untuk tidak memonopoli Arkan lagi. Mereka membiarkan Ayu melakukan tugasnya sebagai ibu.
"Mas, kayaknya Arkan cepet-cepet dibawa pulang ke rumah kita deh!" Puspa yang bertahan di rumah Ayu, memaksa suaminya untuk membawa pulang Arkana.
"Dia masih butuh ibunya, Yang! Sabar, kita nggak bisa memaksa Ayu untuk segera menyerahkan Arkana!" tegur Surya pelan.
"Sampai kapan?! Sampai Mas jatuh cinta sama dia dan tetap tinggal di rumah ini?" tanya Puspa dengan nada sengit.
Ayu yang sebenarnya hendak keluar kamar untuk mengambil sesuatu, jadi mengurungkan niatnya dan kembali masuk.
Ayu mengangkat tubuh kecil Arkana dan memeluknya erat. "Bahkan mereka ingin merampas kamu dari Ibu! Hidup Ibu sudah hancur dan mereka belum puas dengan semuanya!"
Ayu mulai terisak sambil menciumi wajah tampan anaknya. Paham kan kondisi ibu sehabis melahirkan itu seperti apa? Apalagi Ayu mengalami baby blues yang cukup parah sebenarnya tapi orang di sekitarnya tak cukup tanggap dan cermat melihat perubahan itu.
Surya masuk ke dalam kamarnya bersama Ayu. Dengan reflek Ayu memeluk Arkana dengan lebih posesif lagi.
Arkana pun menangis histeris saat merasakan mental ibunya yang down dan lemah.
"Kamu kenapa, Ay?" tanya Surya hati-hati.
Ayu beringsut dan menjauh sambil terus memeluk Arkana dengan posesif.
"Arkan kesakitan itu, Ay!" tegur Surya sedikit panik.
Puspa yang mendengar keributan di dalam kamar itu merangsek masuk dan menatap ngeri ke arah Ayu.
"Ayu, kamu ngapain, Yu?! Itu Arkan kesakitan, Yu!" teriak Puspa membuat suasana semakin tak kondusif.
Ayu merapat ke dinding sambil memeluk Arkana semakin erat.
"Dia anakku, bukan anak kamu!" teriak Ayu dengan mata melotot tak suka.
"Yu, awas meluk Arkananya jangan kencang-kencang, dia kesakitan, Yu!" tegur Puspa lagi dengan suara semakin meraung.
"Dia anakku!" jerit Ayu lagi.
"Iya, Arkana anak kamu, anak kita, Yu!" ucap Surya dengan suara diperhalus dan diperlembut karena dia menyadari mungkin Ayu merasa risih dengan keberadaan Puspa.
Mendengar Surya yang menegurnya dengan lembut, Ayu sontak menatap Surya dengan tatapan tak suka.
"Kamu sama istri kamu itu mau merampas anakku kan, Mas?!" tuding Ayu dengan marah.
"Enggak, Yu! Enggak!" Surya mencoba mendekati Ayu dengan perlahan.
Puspa hendak menahan langkah Surya, tapi Surya menggeleng pelan dan meminta Puspa untuk keluar dari kamar itu.
Surya tahu ada yang tak beres dengan Ayu selama kehamilannya sampai saat ia telah melahirkan.
"Ayu, Mas dan Puspa nggak akan merebut Arkana dari kamu. Percaya sama Mas ya, Sayang!" bujuk Surya dengan suara pelan dan lembut.
"Bohong! Tadi Mbak Puspa bilang mau bawa Arkana ke rumahnya!" teriak Ayu marah.
Surya mendelik pelan lalu secepat itu merubah raut wajahnya kembali biasa.
"Bukan begitu maksudnya, Ay! Puspa hanya bercanda tadi, jangan kamu masukin ke hati, hmmmm! Arkan anak kamu, selamanya akan menjadi anak kamu!" ucap Surya sambil beringsut dan mendekati Ayu lalu mengelus puncak kepalanya dengan sayang.
Ayu terdiam, selama ini dia memang menginginkan perhatian sang suami meskipun sekecil dan seremeh itu, tapi support itu memang Ayu butuhkan.
"Sini biar Mas gendong Arkannya, kamu bisa istirahat sekarang!" Surya mengulurkan tangannya dan meminta Arkan dari tangan Ayu.
Ayu mendekap Arkan lagi, hal itu membuat Arkan merengek pelan.
"Jangan kenceng-kenceng gendong Arkannya, Sayang!" tegur Surya pelan.
"Sini dibaringingi di sini aja!" Surya menepuk sisi tengah ranjangnya dan meminta Ayu meletakkan Arkan di sana.
Surya ikutan merebahkan dirinya sambil menatap Ayu dan Arkana bergantian.
Ada yang berbeda dengan Ayu, selama kehamilannya kemarin dia memang terlihat lebih pendiam dan tak mengeluh ini dan itu, hanya sesekali meminta makanan yang benar-benar dia inginkan.
Sekarang ini setelah dia melahirkan, dia tampak gelisah, mudah marah dan sangat sensitif.
Surya memilih mengalah dan mendekati Ayu dengan lembut, semata karena Surya ingin meredakan segala rasa yang Ayu rasakan saat itu.
Ayu meletakkan Arkan di pembaringannya lalu dia ikut merebahkan diri di samping Arkan, sementara Surya ada di sisi yang lain.
Di luar kamar itu Puspa gelisah, dia tak suka dan tentu saja dia cemburu karena suaminya berdua-duaan di kamar dengan Ayu.
"Ngapain sih Mas Surya lama-lama di kamar itu!" Puspa menggeram pelan.
Bibik yang sejak kehamilan Ayu mengabdi di tempat itu hanya bisa menggeleng pasrah.
"Mbak Ayu lagi sensitif, Bu! Mohon dimaklumi karena kondisi ibu yang habis melahirkan memang kadang seperti itu!" tegur Bibik dengan nada selembut mungkin.
"Halah, bilang aja kalau dia mau memonopoli Mas Surya karena dia yang bisa kasih anak!" ucap Puspa ketus.
"Astaghfirullah, Bu Puspa! Mbak Ayu nggak seperti itu! Selama Bibik di sini, Mbak Ayu bahkan nggak pernah mencari perhatian sama Bapak!" balas Bibik lagi.
"Emang situ kerja di sini, makanya ngebelain nyonyahnya situ!" ucap Puspa sambil masuk ke dalam kamarnya dan tak lupa membanting pintu itu.
Bibik hanya menggeleng pelan melihat kelakuan Puspa yang meresahkan.
"Harusnya jangan membawa istri tua di rumah ini, nggak kasihan banget sama Mbak Ayu! Bibik aja ngeliatnya selama ini kasihan banget, eh ini malah istri pertama di bawa ke sini juga!"
Setelah mengatakan itu Bibik memilih masuk kembali ke dalam dapur untuk menyiapkan makan siang untuk keluarga itu.