"Jika ada kesempatan kedua, maka aku akan mencintai mu dengan sepenuh hatiku." Kezia Laurenza Hermansyah.
"Jika aku punya kesempatan kedua, aku akan melepaskan dirimu, Zia. Aku akan membebaskan dirimu dari belengu cinta yang ku buat." Yunanda Masahi Leir.
Zia. Cintanya di tolak oleh pria yang dia sukai. Malam penolakan itu, dia malah melakukan kesalahan yang fatal bersama pria cacat yang duduk di atas kursi roda. Malangnya, kesalahan itu membuat Zia terjebak bersama pria yang tidak dia sukai. Sampai-sampai, dia harus melahirkan anak si pria gara-gara kesalahan satu malam tersebut.
Lalu, kesempatan kedua itu datang. Bagaimana akhirnya? Apakah kisah Zia akan berubah? Akankah kesalahan yang sama Zia lakukan? Atau malah sebaliknya.
Yuk! Ikuti kisah Zia di sini. Di I Love You my husband. Masih banyak kejutan yang akan terjadi dengan kehidupan Zia. Sayang jika dilewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#10
Karena rasa cinta itulah yang membuat Yunan tidak bisa mengabaikan Zia hingga detik ini.
"Bicara di ruangan ku saja. Aku tidak nyaman di sini."
"Deswa. Bawa aku ke ruangan ku kembali."
"Ah, biar aku saja." Zia berucap dengan cepat. "Biar aku saja yang do-- "
"Dewsa!"
"Baik, tuan muda."
Kursi roda itupun bergerak karena dorongan yang Deswa berikan. Sedang Zia, dia pun terdiam di tempat dia berdiri sebelumnya. Sekarang, dia merasakan penolakan yang membuatnya sedikit terusik.
Yunan yang melihat Zia tidak beranjak langsung meminta Deswa berhenti dengan isyarat tangannya. Kursi rida itupun berhenti bergerak.
"Kamu yang di sana. Jika ingin bicara dengan ku, ikut aku sekarang. Tapi, jika tidak ingin, segeralah tinggalkan kantor ini dan jangan datang lagi di kemudian hati. Aku tidak suka pengganggu."
"Pengganggu? Astaga. Aku bukan pengganggu," gumam Zia dengan suara pelan. Namun, tanpa pikir panjang lagi, Zia pun langsung beranjak untuk mengikuti Yunan.
*
"Kau bilang ingin melamar pekerjaan di perusahaan ini. Sekarang, tunjukkan padaku, di mana persyaratannya."
Seketika, Zia kembali merasa gugup.
"Per-- persyaratan?"
"Iya. Persyaratan. Kenapa? Kamu gak punya? Kok bisa?"
"Ah, ti-- tidak. Tentu saja tidak. Bagaimana bisa aku tidak punya. Tapi, itu, persyaratannya, sepertinya ... tinggal. Hm, iya. Ketinggalan di depan resepsionis tadi. Aku lupa membawanya."
Alasan yang terpikirkan oleh Zia. Memang, semua alasan yang dia ucapkan cukup tidak masuk akal. Tapi, dia hanya bisa berbicara dengan kata yang terlintas di benaknya secara tiba-tiba. Tidak ada waktu untuk menyusun ucapan. Jadi, Zia hanya bisa memilih asal bicara saja.
"Nona, anda yakin?"
"Hm, iya. Saya yakin, pak. Sangat yakin."
"Aku tidak setua itu untuk kamu panggil dengan sebutan pak, Nona. Tapi, yah, abaikan saja. Sekarang, biar aku hubungi resepsionis agar dia bisa mengantarkan persyaratan yang kamu tinggalkan di mejanya."
Selesai berucap, Yunan langsung mengangkat telepon yang ada di depannya. Zia pun langsung mencegah niat Yunan dengan cepat.
"Tunggu!"
"Apa?"
"Jangan menyusahkan resepsionis, pak, ah, mas, aduh, apa yang harus aku panggil ya? Ah, tuan muda. Jangan menghubungi resepsionis. Karena aku yakin, jika tidak salah ingat, mungkin aku meninggalkan persyaratan kerjaku di mobil, ah, bukan taksi online. Untuk itu, tuan muda. Berikan aku waktu agar aku bisa menyiapkan persyaratan lamaran kerja yang baru. Bagaimana? Satu kesempatan saja, pak. Ku mohon."
Yunan menatap wajah Zia dengan tatapan lekat. 'Zia. Kamu, imut sekali. Tapi, kenapa, di kehidupan yang lalu aku tidak pernah melihat sisi indah ini dari kamu? Kenapa, Zia? Kenapa?'
'Tidak. Tunggu, jangan tergoda, Yunan. Mungkin, ini hanya ... tunggu! Kenapa Zia tiba-tiba ada di sini sekarang? Apa jangan-jangan, dia juga, tidak mungkin. Aku yakin ini tidak mungkin.'
Yunan terus sibuk dengan pikirannya sendiri. Zia yang melihat Yunan terdiam langsung menaikkan satu alisnya. "Pak."
"Nona, aku tidak setua itu untuk kamu panggil bapak."
"Ah, iya. Mungkin, satu kesempatan bisa aku berikan. Kebetulan, posisi sekretaris ku sedang kosong. Kamu bisa menduduki posisi itu. Tapi, aku hanya memberikan kamu waktu dua bulan saja. Jika kamu tidak cocok, maka aku akan memecat kamu tanpa pikir panjang lagi. Bagaimana, kamu bersedia?"
Senyum manis langsung terkembang. "Dua bulan? Oke, saya siap. Saya akan membuktikan kalau saya cocok dengan posisi itu. Yakinlah. Saya tidak akan mengecewakan, tuan muda."
'Zia. Aku mungkin akan bertaruh lagi. Ku harap, kamu benar-benar tidak akan mengecewakan aku. Karena kali ini, adalah kali terakhir aku berikan kamu kesempatan, Zia.'
"Hm. Kamu bisa pergi sekarang."
"Ee ... bisakah ... kita, makan siang bersama, tuan muda?"
Yunan sedikit melebarkan matanya. Sesaat, wajahnya cukup terkejut akan ajakan Zia. Namun, lagi. Hati Yunan masih ingin menerimanya ajakan itu dengan senangnya.
"Aku ... tidak. Hari ini aku sedang sangat sibuk. Kamu bisa kembali sekarang."
"Tapi-- "
"Ah, baiklah. Aku akan pergi. Sampai jumpa besok, tuan muda." Zia akhirnya sedikit mengalah.
Setelah kepergian Zia, akhirnya, ruangan itu terasa hening dan sedikit hampa. Yunan langsung melepas napas berat secara perlahan. Satu tangan sedang menyentuh dada.
"Hati, apa yang sedang kamu rasakan? Apa yang sedang kamu pikirkan? Kenapa? Kenapa kamu malah tidak bisa aku kawal?"
"Tuan muda. Wanita tadi-- "
"Astaga! Kapan kamu ada di sini, Deswa?" Kaget Yunan bukan kepalang.
"Hah? Saya di sini sejak tadi, tuan muda."
"Apa? Bagaimana bisa?"
Deswa langsung tersenyum. "Saya nyamuk, tuan muda. Karena terlalu kecil, jadi sangat sulit untuk di lihat."
Deswa seketika menerima tatapan tajam dari Yunan. "Keluar sekarang! Jangan buat aku benar-benar menjadikan dirimu sebagai nyamuk."
"Maaf, tuan muda. Maaf." Deswa berucap sambil menahan senyum. Sungguh, ini adalah kali pertama dia melihat hati tuan mudanya terguncang. Dan, itu karena seorang perempuan asing yang tiba-tiba datang entah dari mana.
"Saya pergi, tuan muda. Ah, tidak. Tunggu! Tuan muda, wanita tadi-- "
"Deswa!"
"Iya, tuan muda. Iya, maaf, tidak lagi."
"Permisi," ucap Deswa lagi sambil tersenyum kecil.
Yunan menatapnya dengan kesal. "Dasar gak punya kerjaan. Bikin risih saja."
Yunan menyandarkan punggungnya ke kursi. Pikirannya kembali berkelana entah ke arah Zia. Wanita cantik, istri yang sangat dia cintai di kehidupan sebelumnya. Sungguh, kedatangannya hari ini sama sekali tidak bisa Yunan cegah.
Saat sibuk dengan pikirannya, Yunan kembali ingat akan sesuatu. "Dia datang ke kantorku hari ini. Mungkinkah dia juga mengalami hal yang sama dengan yang aku alami?"
"Jika benar, itu artinya .... "
Yunan kembali mengingat apa yang terjadi sebelum mereka meninggalkan kehidupan sebelumnya. Ucapan Zia yang masih bisa dia dengar sebelum kesadarannya benar-benar lenyap.
Zia berjanji akan mencintai dia di kehidupan kali ini. Yunan merasa tidak nyaman akan kata-kata tersebut. Napas panjang dia lepaskan.
"Jika itu benar, mungkin dia datang untuk membalas jasa padaku. Benarkah?"
"Tapi, aku inginkan cinta. Bukan balas jasa."
"Di kehidupan kali ini, aku tidak ingin menikah dengan orang yang tidak mencintai diriku. Aku tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Aku ingin berbahagia berumah tangga bersama orang yang mencintai aku dengan sepenuh hati."
*
Awal yang baru untuk Zia kini telah di mulai. Dengan bekerja di kantor Yunan, dia percaya kalau dirinya bisa memperbaiki hubungannya bersama dengan suami masa lalunya itu.
"Ayo semangat, Zia. Huh, bekerja di kantor suami adalah hal yang menyenangkan."
Namun, baru juga masuk, dia sudah menerima gosip yang tidak menyenangkan hati. Gosip tentang dirinya yang bekerja dengan mengandalkan wajah. Atau masih banyak bisik-bisikan yang tidak nyaman untuk di dengar oleh telinga Zia. Tapi Zia berusaha untuk mengabaikan apapun yang telinganya dengarkan. Zia berusaha meyakinkan diri kalau dirinya mampu melewati semua itu.