Yao Chen bukanlah siapa-siapa. Bukan seorang kultivator, bukan pula seorang ahli pedang. Pangeran hanya memiliki dua persoalan : bela diri dan istrinya.
Like dan komen agar Liu Xiaotian/Yao Chen dapat mencapai tujuan akhir dalam hidupnya. Terimakasih.
Peringatan! Novel berisi beberapa adegan yang diperuntukkan bagi orang dewasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WinterBearr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 - Peta Takdir
Dua buah kantung mata adalah akibatnya, sedangkan Mantou, roti kukus yang kini merangsek masuk dengan sempurna menuju lambung adalah salah satu hasil dari aksi hebat Yao Chen semalaman.
Tepat di luar jendela ruang kerjanya, beberapa kereta kuda melintas dengan berbagai macam muatan, umumnya berisi hasil perkebunan seperti sayuran, buah dan teh. Suara gesekan kayu dari roda dengan tanah, riuh tapak kaki kuda dan tawa riang anak-anak yang berlarian di luar sana telah menggambarkan rutinitas warga Lianyun setiap fajar menyingsing.
Ini sudah pagi, dan Yao Chen mengisi perut kosongnya sambil menahan kelopak matanya agar tidak tertutup rapat—ngantuk berat. "Bibi Xiulan benar-benar terus menyuplai tempat kami dengan berbagai macam masakannya," ujar Yao Chen sembari mengunyah kue. "Semuanya lezat, tapi bagaimana aku bisa menghabiskan semua Mantou dan Congee (bubur) ini? Hua Huifang juga sama sekali tidak ingin mencicipinya."
Dia tahu istrinya begitu membenci keluarga besar Yao, begitu pun dengan seluruh orang-orang di kerajaan ini. Maka dari itu, saat kejadian semalam, Yao Chen terlihat santai, walaupun kecemasan di benaknya terasa seperti badai api. Dia sudah tahu semuanya, mulai dari pelaku yang melukai Yao Mingzhe dengan belati beracun, sampai kebencian mendalam istrinya ketika Fenlong memaksa dirinya untuk mengobati Mingzhe.
Namun semuanya kini berjalan seperti yang ia harapkan. Beberapa orang mulai memandangnya dengan tatapan yang berbeda, istrinya tidak seburuk di dalam novel dan pengumuman mengenai dirinya yang akan segera di akui sebagai master alkimia baru akan segera terwujud.
Setelah kenyang, Yao Chen bersandar ke dinding, mengusap perutnya yang kini buncit. "Menurut alur novel, setelah ini akan terdapat beberapa peristiwa baru, termasuk penobatan ayah sebagai kaisar baru."
"Dan setelahnya Yao Lin akan... ," bibirnya terkatup bersamaan dengan senyumannya yang memudar. "Ketika aku hidup sebagai Liu Xiaotian... aku tidak pernah melihat wajah ayahku tersenyum, bahkan aku tidak pernah bertemu dengannya secara langsung. Namun di dunia ini... ."
Air matanya menetes keluar, senyuman terukir di bibirnya. "Aku tidak akan membiarkan ayahku mati. Aku akan membiarkannya menjadi kaisar, dengan begitu... aku dapat berpetualang bersama Hua Huifang, lalu merubah takdir diantara kita berdua. Semua orang akan mengenal namaku sebagai alkemis terhebat dan hidupku akan damai setelahnya."
Kemarin malam, setelah semuanya selesai, ayahnya dan pamannya yang bernama Yao Guangyao datang. Kedua orang itu datang terlambat, namun tidak begitu terlambat seperti Liangcheng yang bahkan tidak kelihatan batang hidungnya.
Paman Guangyao, pria bertubuh tambun dengan jambang dan brewok seperti monyet itu hampir merusak suasana menjadi buruk dengan berbagai macam guyonan bapak-bapak yang terdengar lebih garing dari pada memakan biskuit gandum tanpa segelas air. Untungnya, Mingzhe malah tertawa kecil mendengar celotehan pria itu. Namun bukan hal itu yang akan di tekankan saat ini, akan tetapi tentang menghilangnya sosok dewi alkimia pada malam itu.
Yao Chen sempat mencarinya hingga keluar dari aula dan bertanya kepada beberapa penjaga pintu, namun tidak ada yang melihat Xue Yi pergi.
Walaupun demikian, pergi begitu saja bukan berarti tanpa pamit, secarik kertas ditinggalkan di lantai aula, tepat di dekat sepatu Yao Chen. Tentu, karena penasaran pemuda itu mengambilnya, lalu menyimpannya untuk di baca pada waktu yang tepat, dan sekarang... adalah waktunya.
Intinya, Xue Yi mengagumi kehebatan Yao Chen dalam dunia medis dan berencana bertemu lagi dengannya sesuai dengan jadwal dan alamat yang tertera di dalam catatan itu.
Aku menunggumu di Hutan Anggrek, di luar Gerbang Utara Lianyun, tepatnya di bawah Pohon Kapas Merah. Temui aku sebelum matahari terbenam. - Xue Yi
Setelah membacanya sampai habis Yao Chen mendesah dalam senyuman, "Lalu kapan waktuku untuk tidur?" keluhnya, nyaris tertawa. "Baiklah, Nona... biarkan aku mandi air hangat terlebih dahulu."
Pintu ruangan kerja ia buka, memperlihatkan kamar yang terbilang mewah dengan kasur besar di tengahnya. Tak luput dari itu, seekor beruang kutub juga sedang terbaring di atas kasur itu, mendengkur seperti seekor kucing.
Tanpa permisi, Yao Chen mendekatkan wajahnya ke wajah damai Hua Huifang. "Bagaimana makhluk seindah ini menjadi antagonis utama dalam cerita?" tanya pemuda itu dalam hati, merasakan setiap hembusan nafas istrinya. "Apa kau benar-benar ingin membunuhku?"
Yao Chen kembali bangkit, melipat bibirnya dengan tangan mengepal. "Bagaimana jika aku membunuhmu sekarang?" Walaupun suara hatinya berontak. "Akankah dunia menjadi lebih baik? Atau malah kau akan terus menghantuiku seumur hidup?"
Di tengah lamunannya, tatapannya tertumbuk pada gulungan coklat yang berada di dalam genggaman Hua Huifang. Dengan hati-hati, Yao Chen merebut kertas gulungan yang terlihat lusuh itu, lalu membukanya perlahan. Isinya lantas membuat kedua alis Yao Chen tersentak dengan senyuman di wajahnya. "Peta Pil Peningkat Xuanhua," bisiknya. "Katakan jika kau sangat menantikan petualangan kita."
"Jangan khawatir... jika takdir kita membaik, aku akan memberikanmu lebih dari yang Yao Chen asli pernah janjikan kepadamu sebelumnya."
"Dengan keberadaanmu yang selalu berada di sisiku... aku tidak perlu cemas dengan kehadiran tokoh utama novel suatu saat nanti."